Tim Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepulauan Riau (Kepri) berhasil mengungkap dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan tersangka MR, yang diamankan pada Jumat, 31 Juli 2020 lalu. Polisi mendapati empat orang korban wanita yang dieksploitasi menjadi penari joget keliling antarpulau di Kota Batam, Kepri.
Wakil Direktur Reskrimum Polda Kepri, AKBP Ruslan Abdul Rasyid, mengatakan pengungkapan kasus tersebut bermula dari informasi yang diperoleh di salah satu grup media sosial Facebook. Seorang pengguna Facebook menginformasikan tentang adiknya yang disekap dan dipaksa untuk bekerja sebagai penari joget keliling antarpulau. Selain itu juga, diketahui bahwa pelaku mengiming-imingi korban akan mendapatkan pekerjaan layak dengan upah yang menggiurkan. Setelah korban bersedia untuk bekerja, pelaku kemudian membawa dan menyekap korban sebelum akhirnya dipaksa bekerja sebagai penari joget keliling antarpulau.
Setelah melakukan penelusuran, tim Ditreskrimum Polda Kepri berhasil berkomunikasi dengan salah satu korban. “Korban menginformasikan minta diselamatkan di malam takbiran saat melakukan pertunjukan joget keliling pulau, Kamis, 30 Juli 2020 lalu, di Pulau Nguan, Kecamatan Galang,” kata Ruslan kepada wartawan, Sabtu, 1 Agustus 2020.
Memperoleh informasi tersebut, tim Ditreskrimum Polda Kepri langsung mendatangi lokasi kejadian dan berhasil mengamankan pelaku di salah satu SPBU di Jalan Trans Barelang saat hendak mengisi bahan bakar kendaraan bermotornya. Pada saat penangkapan, di dalam mobil pelaku juga ditemukan tiga korban perempuan lainnya dan satu pria yang belum diketahui perannya dalam kasus tersebut.
Menurut AKBP Ruslan Abdul Rasyid, modus operandi yang dilakukan oleh pelaku adalah merekrut korban dari daerah asalnya melalui media sosial Facebook dengan iming-iming gaji sebesar Rp4 juta per bulan. Pelaku mengeksploitasi korban dengan cara memberi pekerjaan sebagai penari hiburan kampung dan membatasi hak-hak serta kebebasan korban dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan serta sebagai mata pencaharian.
“Turut pula diamankan barang bukti berupa uang tunai Rp200 ribu, telepon genggam, dan satu unit mobil tipe Daihatsu Xenia. Saat ini, pelaku dan korban diamankan di Mapolda Kepri untuk pemeriksaan lebih lanjut,” kata Ruslan.
Project Manager Rumah Faye Batam, Dewi Astuti, mengatakan penyekapan dan pemaksaan terhadap anak untuk dieksploitasi sebagai penari keliling antarpulau merupakan salah satu bentuk perdagangan manusia. Menurutnya, pekerjaan tersebut merupakan satu hal yang terburuk bagi anak.
“Penting bagi pemerintah untuk memberikan pemulihan bagi korban, baik itu pemulihan psikis dan sosial,” kata Dewi melalui pesan singkat kepada HMStimes.com. Dewi mendorong Polda Kepri agar pelaku mendapatkan hukuman maksimal. Selain itu, seluruh korban diharapkan mendapatkan kompensasi atau gaji atas pekerjaannya dari pelaku agar korban dapat memulai kembali hidupnya.
Di luar kasus ini, kata Dewi, Rumah Faye Batam telah menangani tiga kasus TPPO sepanjang Januari hingga Juli 2020. Dalam tiga kasus itu, terdapat empat anak-anak dan delapan orang dewasa yang menjadi korban. Sebagai lembaga sosial nonprofit yang berfokus pada pencegahan perdagangan orang untuk prostitusi, utamanya di kalangan anak, Dewi menjabarkan pihaknya selalu berkoordinasi dengan seluruh pihak terkait dengan pendampingan pemulihan korban. Pemulihan dibagi antara pendampingan di luar dan pendampingan dalam penampungan atau shelter. “Itu adalah pemulihan psikososial di mana korban dipulihkan dari traumanya. Jika ada kekerasan fisik maka dipulihkan kesehatannya. Jika ada korban yang berhenti sekolah karena kasus tersebut, maka akan diadvokasi untuk bisa kembali ke sekolah,” kata Dewi.
Ia pun berpesan, khususnya bagi anak-anak, agar tidak mudah tergiur tawaran pekerjaan dengan iming-iming gaji yang besar, terlebih-lebih jika harus meninggalkan rumah tanpa sepengetahuan keluarga. Pasalnya, anak-anak sangat rentan menjadi korban TPPO. Karena itu, para orang tua diharapkan dapat menjaga anaknya serta memberikan pengetahuan kepada anak agar tidak terjebak dalam kasus eksploitasi dan TPPO.