Ratusan pelaku bisnis pariwisata di Kabupaten Samosir, Sumatra Utara, menolak keras isi surat edaran pejabat sementara (pjs.) Bupati Samosir yang mewajibkan wisatawan menunjukkan surat keterangan rapid test Covid-19 saat melancong ke Samosir. Untuk itu, mereka menyampaikan surat penolakan kepada Pemerintah Kabupaten Samosir.
“Keputusan ini kami nilai sangat diskriminatif, karena menumbalkan sektor pariwisata dalam kasus Covid-19 yang baru-baru ini melonjak di Samosir,” kata Hartoba Torhis, pengusaha transportasi wisata, kepada HMStimes.com pada Jumat, 16 Oktober 2020, saat mengantarkan surat penolakan tersebut ke kantor Bupati Samosir di Jalan Rianiate, Pangururan.
Hartoba menilai rapid test akan membuat calon pengunjung mengurungkan niatnya berwisata ke Pulau Samosir, karena rapid test tidak gratis. Wisatawan yang tidak ingin menjalani rapid test pada akhirnya akan beralih berwisata ke kabupaten lain di kawasan Danau Toba.
Keluhan yang sama disampaikan pengurus Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Samosir, Uci Manurung. Menurut dia, ada sekitar 430 karyawan yang bekerja di hotel di Kabupaten Samosir. Jika rapid test tetap dilakukan, ratusan karyawan itu terancam pemutusan hubungan kerja (PHK).
Uci Manurung mengatakan beberapa daerah lain, seperti Kota Medan yang sudah berstatus zona merah, lebih memilih melakukan pembatasan sosial, bukan malah melakukan rapid test kepada wisatawan yang datang.
Sekretaris Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Samosir, Mahler Tamba, mengatakan kepada HMS bahwa pihaknya masih terus melakukan evaluasi teknis penerapan di lapangan terkait dengan kewajiban rapid test bagi wisatawan tersebut.
Pjs. Bupati Samosir, Lasro Marbun, saat diminta tanggapannya oleh HMS sehubungan dengan surat yang dilayangkan para pelaku bisnis pariwisata itu, mengatakan Pemkab Samosir akan berusaha mencari solusi terbaik bagi industri pariwisata sekaligus perlindungan kesehatan masyarakat Samosir dari pandemi Covid-19.