Agus Setiawan, pria asal Lampung yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal ikan asing berbendera Cina, Lu Huang Yuan Yu 118, mengaku kerap dianiaya oleh salah satu kru kapal yang merupakan warga negara Cina bernama Lo Tsung. Menurutnya, penganiayaan tersebut dirasakan oleh hampir seluruh ABK yang berasal dari Indonesia dan Filipina.
“Kami ditampar, ditendang, dipukul. Biasanya kalau kami salah dan kerja tidak sesuai keinginan mereka, kami dipukul,” ujar Agus Setiawan kepada wartawan saat ditemui di dermaga Lanal Batam, Rabu, 8 Juli 2020, sore.
Agus menjelaskan, dirinya dan Hasan Afriyadi, ABK yang meninggal dunia di atas kapal Lu Huang Yuan Yu 118, berasal dari daerah yang sama. Mereka direkrut oleh PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB) sebagai pekerja kapal dengan gaji 300 dolar Amerika Serikat setiap bulannya. Keduanya berangkat dari Lampung menuju Jakarta dan sempat ditampung oleh pihak PT MTB. “Dari Jakarta, kami berangkat ke Singapura. Sampai di Singapura baru naik ke kapal dan berlayar ke Argentina. Mulai kerja tanggal 31 Desember 2019 lalu,” ujar Agus.
Selama lebih kurang enam bulan berlayar, kapal Lu Huang Yuan Yu 118 tidak pernah bersandar di negara mana pun, termasuk negara tujuan, Argentina. “Kapal sudah sampai ke Argentina tapi hanya di laut saja dan balik lagi ke Singapura tanggal 29 Mei [2020]. Ke Singapura kemarin untuk isi bahan bakar saja, langsung berlayar lagi,” kata Agus.
Meskipun sudah bekerja selama setengah tahun, Agus baru dua kali menerima gaji. Pasalnya, gaji dibayarkan setiap tiga bulan sekali dan langsung dikirimkan kepada pihak keluarganya di kampung halaman. “Gaji dikirim ke keluarga 250 dolar, 50 dolarnya kami terima di kapal,” katanya.
Selama bekerja di kapal ikan Cina tersebut, tenaga Agus dikuras selama delapan belas jam setiap harinya. Hal itu berlaku untuk semua kru kapal Indonesia dan Filipina. “Kalau ABK Filiphina, nasibnya sama kayak kami. Mereka sering dianiaya juga,” ujar Agus.
Penganiayaan tersebut, menurut Agus, tidak dilakukan oleh seluruh kru kapal WN Cina. Menurutnya hanya ada satu orang yang selalu melakukan penganiayaan terhadap ABK asal Indonesia dan Filipina. “Yang menganiaya cuma satu orang saja, namanya Lo Tsung. Dia kepala pekerja di sini. Itu orangnya, yang lengan bajunya digulung itu,” kata Agus sembari menunjuk ke salah seorang WN Cina yang tengah menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim Bidang Dokter dan Kesehatan Polda Kepri.
Saat disinggung terkait Hasan Afriyadi, ABK WNI yang meninggal dunia di kapal ikan tersebut, Agus menceritakan bahwa Hasan kerap menerima perlakuan kasar dan dianiaya. Namun, penganiayaan tersebut berhenti saat Hasan mulai sakit-sakitan. “Dia sudah mulai sakit waktu pulang dari Argentina, tanggal 29 Mei [2020]. Badannya sudah mulai kurus sampai akhirnya meninggal tanggal 20 Juni [2020],” kata Agus.
Hingga Rabu petang, Agus dan seluruh kru kapal masih berada di atas kapal Lu Huang Yuan Yu 118. Agus juga mengaku ingin segera kembali ke kampung halaman. “Maunya, kalau bisa pulang, ya pulang saja,” kata Agus.
Sebelumnya HMSTimes.com memberitakan tim gabungan dari Direktorat Polisi Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Kepulauan Riau (Kepri), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Lanal Batam, Bea Cukai, dan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) mengamankan kapal ikan asing Cina bernama Lu Huang Yuan Yu 117 dan 118 di sekitaran perairan Pulau Nipah, Kepri, Rabu, 8 Juli 2020, siang. Dari hasil pemeriksaan awal ditemukan adanya WNI yang bertugas sebagai ABK dalam kondisi meninggal dunia di atas kapal. Diduga, korban meninggal karena penganiayaan yang dilakukan oleh salah satu kru kapal.