Kapal yang hendak melakukan perbaikan ke salah satu usaha galangan kapal di Batam, Kepulauan Riau, dibebani biaya tunda oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Besarnya biaya tunda yang dibebankan kepada pemilik kapal oleh BP Batam ini dikeluhkan sejumlah pengusaha agen pelayaran di Batam melalui Indonesia Shipping Agencies Association (ISAA) cabang Kota Batam.
Meski setiap usaha galangan memiliki kapal tunda, tetapi dalam proses tunda, mereka diwajibkan memakai kapal yang disiapkan oleh pihak BP Laut Batam meskipun kapal tunda tersebut tidak sesuai, karena Bollar Pull (ukuran konvensional daya tarikan) dan tenaga mesinnya terlalu kecil. Biaya tunda yang dibebankan kepada pengusaha kapal mencapai Rp191 juta untuk kapal ukuran 40.000 GT.
Sebanyak 15 unit kapal yang hendak melakukan perbaikan di galangan kapal di Batam terpaksa membatalkan kontrak karena biaya tunda kapal yang dianggap kemahalan oleh pemilik kapal. Salah satunya MV Great Ship Maya, kapal dari India, batal melakukan perbaikan ke Batam.
Thalip, seorang agen kapal di Batam, mengatakan jika biaya tunda masih tetap diberlakukan untuk pelabuhan khusus, usaha pelayaran di Batam akan anjlok. Tentu pengaruhnya sangat besar pada kelangsungan perekonomian, karena perbaikan satu unit kapal membutuhkan sedikitnya 300 orang pekerja. Dengan batalnya 15 kapal masuk ke Batam, berarti lepas juga peluang kerja sedikitnya untuk 4.000 orang.
Thalip yang dihubungi oleh HMStimes.com melalui telepon seluler, 2 Agustus 2020, mengatakan semestinya pelabuhan khusus tidak perlu dibebani biaya tunda dari pihak BP Batam, karena setiap galangan sudah memiliki kapal tunda. Hal ini menyebabkan pemilik kapal merasa dirugikan, karena kapal tunda milik pengusaha galangan tetap juga ikut melakukan tunda.
Ketua ISAA Batam, Erdi SM.M.Mar.Eng, dan beberapa pengusaha kapal anggota ISAA mengatakan kepada HMStimes.com bahwa pihaknya telah menyurati Direktur Pengelola Pelabuhan pada Badan Pengelolaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam bulan Juni 2020 lalu mengenai masalah tersebut.
Erdi menjelaskan kepada HMS bahwa kapal tunda atau tugboat adalah kapal yang salah satu fungsinya untuk menarik, mendorong, dan memandu kapal menuju pelabuhan untuk bersandar, dan sebaliknya. Setiap terjadi proses tunda di satu pelabuhan, Kantor Pelabuhan Batam menerbitkan tagihan langsung kepada agen/perusahaan pelayaran. Hal ini sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 11 Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Tarif Layanan pada Kantor Pelabuhan Laut Badan Pengusahaan Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Biaya kapal tunda inilah yang dikeluhkan oleh agen dan pengusaha pelayaran sehingga mereka menyampaikan rasa keberatan kepada pihak BP Batam. Menurut ISAA, biaya tunda membengkak karena pelaksanaan tunda yang dilakukan tidak sesuai dengan petunjuk teknis sebagaimana diatur pada Perka Nomor 11 Tahun 2018 tersebut. Terkadang kapal tunda itu tidak datang untuk melakukan tunda tetapi biaya tunda tetap ditagih oleh Kantor Pelabuhan Batam. Demikian juga saat melakukan tunda, pilot tidak turut serta tetapi tetap dilakukan penagihan.
Menurut seorang pengusaha pelayaran yang tergabung dalam organisasi ISAA, selama ini pelabuhan khusus tidak pakai tunda, berbeda dengan pelabuhan umum. Kewajiban menggunakan escort kapal tunda pada pelabuhan khusus adalah hal yang tidak relevan, terkecuali ada hal yang dianggap urgen atau karena adanya permintaan yang menyangkut pada kepadatan pelayaran di daerah pelabuhan.
Menurut ISAA, semestinya Badan Pengusahaan Pelabuhan Batam menerapkan Peraturan Menteri Nomor 57 Tahun 2015 pasal 28 butir ke-3. Pada peraturan itu disebut “pada perairan yang ditetapkan sebagai perairan pandu luar biasa, pelayanan jasa dan penundaan kapal dilakukan atas permintaan nakhoda atau atas perintah pengawas pemanduan setempat.” Saat ini kapal-kapal telah diwajibkan menggunakan alat navigasi canggih dan referensi pandu on board. Dengan alasan itu, ISAA menyatakan bahwa penggunaan escort kapal tunda merupakan hal yang dipaksakan terhadap pengusaha kapal.
Keluhan akan besarnya biaya tunda dari pengusaha pelayaran muncul setelah Nelson menjabat sebagai Direktur Badan Pengelola Pelabuhan di BP Batam. Surat edaran yang dikeluarkan oleh Badan Pengelola Pelabuhan No. 9 Tahun 2020 yang ditandatangani oleh Nelson pun disosialisasikan tidak kepada semua asosiasi dan pelaku usaha jasa pelayaran, salah satunya ISAA.
HMStimes.com berupaya menemui Nelson di BP Batam untuk wawancara. Pada 27 Juli 2020, HMS terhubung kontak dengan Nelson melalui aplikasi WhatsApp. Menjawab HMS, Nelson mengirim pesan, “Wawancara sudah difokuskan dengan Biro Humas.” Nelson mengarahkan HMS untuk melakukan wawancara dengan Dendi Gustinandar, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam. Akan tetapi, Dendi juga tidak bisa ditemui untuk wawancara. Dia mengirim pesan kepada HMS agar pokok-pokok yang hendak ditanyakan dikirim lewat WA saja. “Kalau boleh pertanyaannya di-WA, nanti saya konsepkan jawabannya,” demikian pesan Dendi kepada HMS.
Ada lima butir pertanyaan yang disampaikan HMStimes.com kepada Nelson melalui Dendi.
HMS: Kenapa di pelabuhan khusus juga harus wajib tunda?
Dendi Gustinandar: Berdasarkan Peraturan Kepala BP Batam No. 11 Tahun 2018, jo. 14 tahun 2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif Layanan pada Kantor Pelabuhan Laut Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, disebutkan bahwa setiap kapal dengan ukuran panjang 70 m dan bobot 500 GT yang melakukan gerakan di Perairan Ketentuan Wajib Pandu diwajibkan menggunakan pandu dan tunda. Tidak ada yang menyebutkan ketentuan bahwa di terminal khusus (tersus) ataupun TUKS yang perairannya ditetapkan sebagai wilayah wajib Pandu dibebaskan terhadap kewajiban pandu dan tunda.
HMS: Benarkah kapal tunda atau tugboat terkadang tidak datang untuk melakukan tunda tetapi pihak BP Batam tetap menagih biaya tunda? Demikian juga saat melakukan tunda, pilot tidak turut serta, tetapi tetap dilakukan penagihan oleh pihak BP Batam?
Dendi Gustinandar: Pemanduan merupakan kewajiban bagi kapal sesuai ketentuan, untuk setiap gerakan yang melalui Perairan Wajib Pandu. Setiap pelanggaran atau gerakan tersendiri di Perairan Wajib Pandu tanpa izin dari pejabat berwenang dikenakan tarif sesuai ketentuan dalam Peraturan Kepala BP Batam No. 11 tahun 2018 jo 14 tahun 2019 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif Layanan pada Kantor Pelabuhan Laut Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
HMS: Apa tanggapan Pak Nelson terhadap pernyataan beberapa pengusaha galangan bahwa penggunaan escort kapal tunda merupakan hal yang dipaksakan bagi pengusaha kapal?
Dendi Gustinandar: Bahwa escort/tunda kawal gerakan di Perairan Wajib Pandu merupakan ketentuan wajib keselamatan pelayaran yang sifatnya memaksa untuk dipatuhi karena bertujuan untuk terciptanya keselamatan pelayaran di lingkungan kerja yang telah ditetapkan sebagai wilayah wajib pandu.
HMS: Pengusaha galangan kapal mengaku usaha mereka semakin merosot setelah dikeluarkannya surat edaran Badan Pengelola Pelabuhan No. 9 Tahun 2020 yang ditandatangani oleh Direktur BUP Batam. Banyak pengusaha/pemilik kapal yang batal melakukan repair di usaha galangan di Batam dikarenakan aturan tentang biaya tunda. Apa pendapat Pak Nelson tentang hal tersebut?
Dendi Gustinandar: BUP BP Batam terhadap surat edaran Nomor 9 Tahun 2020 hanya mempertegas kewajiban pelaksanaan pemanduan di wilayah lingkungan kerja BP Batam yang sebelumnya sudah ditegaskan dengan Surat Edaran Kepala Kantor Pelabuhan Nomor UM.003/15/3/Kpl.Btm-15 tentang kewajiban menggunakan sarana bantu pemanduan (kapal tunda) pada perairan wajib pandu di lingkungan pelabuhan Batam.
HMS: Kami juga menerima informasi dari Indonesia Shipping Agencies Association (ISAA) Batam. Menurut mereka, ISAA sudah tiga kali menyampaikan surat tentang rasa keberatan mereka kepada Direktur Badan Usaha Pelabuhan tentang biaya tunda, tetapi ISAA tidak menerima jawaban. Benarkah demikian?
Dendi Gustinandar: Kami sudah membalas surat ISAA tersebut pada tanggal 24 Juni 2020 dengan Nomor B-309/A4.5/PL.00.00/06/2020 dan dalam surat tersebut kami menjawab surat yang dikirimkan ISAA pada 13 Juni 2020 mengenai Pelayanan Jasa Pemanduan dan Penundaan Kapal. Jadi, tidak benar anggapan dari ISAA bahwa kami tidak membalas surat tersebut.
Jawaban Humas BP Batam tersebut, yang menyatakan pihaknya telah membalas surat ISAA, dibantah Erdi selaku Ketua ISAA Batam. Pada 29 Juli 2020 dengan tegas Erdi menyatakan kepada HMS, “Kami tidak pernah terima surat balasan dari Pak Nelson.”