Wakil Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, meminta orang tua dan guru memahami alasan penundaan pelaksanaan belajar secara tatap muka di ruang kelas. Menurutnya, saat ini kembali terjadi lonjakan penularan Covid-19 di Batam, Kepulauan Riau, sehingga kegiatan belajar di sekolah belum bisa dilakukan.
Salah satu yang menjadi alasan penundaan ini ialah edaran pemerintah pusat agar pemerintah daerah mengutamakan upaya menguningkan semua zona di daerah masing-masing. Permintaan pemerintah pusat ini lebih ringan daripada edaran sebelumnya yang mewajibkan semua zona harus hijau terlebih dahulu kalau pemerintah daerah ingin mengembalikan proses belajar di ruang kelas.
“Edaran dari pusat itu kemarin hijaukan semua zona. Sekarang cukup kuningkan saja dulu. Batam masih ada [zona] yang merah dan ada juga yang merah oranye sehingga kita berkesimpulan kegiatan belajar mengajar tetap dilakukan di rumah saja dahulu,” kata Amsakar kepada HMS, 29 Agustus 2020.
Amsakar mengingatkan bahwa anak-anak sekolah tidak kebal terhadap virus corona dan berpotensi menjadi “kurir” atau perantara yang dapat dengan cepat menularkan virus ini kepada orang lain. Selain itu, kata dia, sekali anak terpapar corona, proses penyembuhannya akan memakan waktu yang cukup lama karena daya tahan tubuhnya yang tidak sekuat orang dewasa.
“Sebagai contoh, salah satu rekan istri saya itu terpapar, dan setelah dicek, ternyata [tertular] dari anaknya. Sekarang ibunya sudah sehat, tetapi malah anaknya yang masih ada virus di dalam [tubuhnya]. Artinya, anak ini harus kita lindungi,” kata Amsakar.
Dia dapat memahami bahwa saat ini baik guru maupun murid sangat merindukan kegiatan belajar mengajar di kelas. Namun, dia meminta semua pihak memahami kondisi Batam yang saat ini sedang meningkat dalam jumlah kasus Covid-19.
“Saya sampaikan pada satu kesempatan, walaupun mereka [guru] mendapat surat dari orang tua bahwa anaknya sudah rindu sekolah, tapi ini kita mau anak masuk sekolah atau anak masuk rumah sakit? Nah, itu yang saya sampaikan,” kata Wakil Wali Kota Batam.
Menurut dia, anak-anak relatif sulit dikontrol ketika berada di luar rumah. “Anak ini, pas dia masuk sekolah, pertama dia pergi itu naik sesuatu, katakanlah ojek atau angkot. Setelah jam istirahat, dia akan sampai ke kantin. Mereka akan minum dengan teman-teman sepermainan, satu wadah bisa empat sampai lima orang. Nanti mereka main voli, baru mereka belajar lagi. Setelah itu, mereka pulang. Sebelum sampai di rumah, kadang singgah ke mana-mana. Bayangkan bagaimana perjalanannya itu,” kata Amsakar.
“Kalau anak-anak kita ini, misal ada nenek dia umur 60 tahun sudah taksabar lagi mau meluk cucunya sepulang sekolah, tiga hari setelah itu nenek sakit-sakit dan kemudian inna lillahi. Kita tidak mau sampai seperti itu,” katanya.