Tersembunyi di ujung lorong, rumah kos sempit berukuran sekitar 5 x 3 meter itu hanya terdiri dari satu kamar dan satu ruang tamu, yang ditempati oleh satu ayah dan tiga putrinya. Di sana salah seorang putrinya, gadis 16 tahun, mengalami nasib memilukan. Pada tengah malam 12 September 2020, dia diperkosa oleh seorang jahanam, ayah kandungnya sendiri.
“Ini rumahnya, Mas,” kata Ketua RT, yang mengantar HMStimes.com ke sebuah rumah kos di Kecamatan Sagulung, Kota Batam, Kepulauan Riau, 17 September 2020.
HMS diperbolehkan membuka rumah yang hanya terkunci dengan tali kawat itu. Ketika pintu baru dibuka, suasana pengap langsung terasa. Barang-barang di dalam rumah berserakan. Ada satu kamar tidur sempit berukuran 2 x 1,5 meter, gelap seperti tak pernah dibersihkan. Di ruang tamu, tiga boneka usang dan satu bantal tergeletak di lantai. Itulah saksi bisu diperkosanya sang putri oleh si ayah jahanam.
“Korban diperkosa di ruang tamu. Aksi bejat pelaku satu kali berhasil. Yang kedua kali itu dia cuma diraba-raba dan berhasil menolak. Yang ketiga, barulah dia ngomong sama orang sekitar,” katanya.
Menurut Ketua RT, pemerkosaan ini terbongkar pada 15 September 2020, setelah korban bercerita kepada salah satu warga di sana, berinisial STG. Korban berani bercerita kepada warga kenalannya tersebut karena merasa ketakutan setelah nyaris diperkosa lagi oleh ayahnya untuk yang kedua kali. “Malam itu ada dua warga mondar-mandir melaporkan terjadinya pemerkosaan oleh ayah terhadap anak kandungnya,” katanya.
Sewaktu Ketua RT tiba di lokasi rumah itu, ternyata di sana telah banyak warga berkerumun mencari pelaku yang berhasil melarikan diri. Pada saat itu korban dan dua orang adiknya yang masih balita sudah diamankan oleh para tokoh warga setempat. “Malam itu korban langsung dibawa warga ke Mapolsek Sagulung. Saya tidak ikut, baru ditelepon keesokan harinya oleh polisi untuk membuat laporan,” katanya.
Kata dia, korban bercerita kepada polisi bahwa saat kejadian malam itu dia sedang beranjak dari kamar tidur menuju ke ruang tamu untuk mengambil ponselnya yang tengah dicas. Dua adik tirinya sudah tidur. Setelah korban mengambil ponsel dan hendak kembali lagi ke kamar, tiba-tiba tangannya ditarik oleh ayahnya, yang sedang mabuk dan duduk di ruang tamu.
Pembicaraan singkat terjadi malam itu. Ayahnya mengatakan sangat rindu kepada korban dan langsung memeluknya. Awalnya korban berpikir itu merupakan wujud rasa kasih sayang seorang ayah terhadap anaknya. Namun, setelah mencium kening korban, pelaku pun meraba tubuh korban, dan kemudian memerkosanya.
Keesokan harinya pelaku meminta maaf kepada korban dengan alasan pada malam itu dia dalam keadaan tidak sadar, dan berjanji tidak akan mengulanginya. Hal itulah yang membuat korban tidak membocorkan pemerkosaan tersebut kepada orang lain.
Tetapi perkataan maaf itu hanya berakhir di mulut saja. Pada malam-malam selanjutnya pelaku terus berusaha memerkosa korban, hingga pada akhirnya korban pun menceritakannya kepada STG, salah satu warga kenalannya.
Menurut STG yang juga diwawancarai HMS di lokasi kejadian, dirinya baru kenal dengan korban. Saat pertama bertemu, korban tiba-tiba langsung meminta nomor ponselnya.
Beberapa hari pertama setelah keduanya saling menyimpan nomor ponsel, sama sekali belum ada kabar dari korban. Dia baru berkirim pesan kepada STG pada 12 September 2020, setelah malam itu dia diperkosa oleh ayah kandungnya sendiri. “Belakangan dia sering curhat sama saya kalau ayahnya itu suka bawa temannya mabuk-mabukan di rumah. Saya bilang, ‘Kalau ada apa-apa, bilang saja,’” kata STG.
Sore hari, 15 September 2020, pesan singkat yang dikirim korban kepadanya mulai membuat curiga. Korban mengaku sangat ketakutan dengan sikap ayahnya. Hampir 10 jam lamanya korban terus-menerus berkirim pesan kepada STG untuk memberi tahu kondisinya di dalam rumah.
Sampailah percakapan lewat ponsel tersebut pada pukul 21.00. “Saya kirimkan pesan ke dia. Isinya begini. Sebenarnya panjang, tapi saya hapus. Takut ketahuan ayahnya waktu itu kalau saya yang buat anaknya berani bicara,” kata STG.
Berikut sebagian percakapan lewat pesan instan yang diperlihatkan STG kepada HMStimes.com.
“Kasih tahulah. Takut aku, kamu kenapa-kenapa,” kata STG.
“Enggak kenapa-kenapa, kok,” kata korban. “Intinya kalau [aku] jujur, pasti Om marah.”
“Tidak marah. Cobalah kamu cerita. Aku pasti bela kamu. Apa masalahmu, jangan ditutup-tutupi.”
“Malu aku ceritanya.”
“Malu kenapa? Kalau dia kurang ajar, kucarikan tempat buatmu malam ini, dan berapa hari setelahnya kucarikan ongkosmu biar pulang saja kamu ke Yogyakarta.”
“Aku saja keluar rumah tidak bisa.”
“Aku juga curiga sama dia. Ayo cerita, ini antara kita berdua saja, jangan malu.”
“Yang dipikirkan Om sekarang apa?”
“Aku takut dia jahilin kamu, karena kulihat dia minum.”
“Ya, begitulah kemarin.”
“Cerita saja sampai sejahil mana kamu diganggu.”
“Ya, sampai gitulah. Kemarin itu aku mau teriak, tapi enggak enak sama tetangga. Lagian juga kasihan, entar malu. Tapi sekarang aku sudah tidak peduli sama dia. Dia tadi ngancam mau pergi. Ya sudah, aku bilang, tidak usah pulang sekalian.”
“Sampai begitu gimana? Ini antara kita berdua saja.”
“Nanti saja aku jelasin.”
“Nanti kapan? Jangan takut, aku bisa mencarikan ongkos pulangmu.”
“Awalnya tidur. Aku mau tidur di kamar tidak boleh. Aku ditarik, terus dia meraba-raba gitu. Om tahu sendiri badan Ayah keras. Kalau ditahan, tidak bisa.”
Mengetahui itu, STG mengaku tidak habis pikir, dan dia merasa sedih. Namun demikian, sebelum mengambil tindakan, dia mencoba memastikannya kembali kepada korban bahwa dirinya benar-benar diperkosa.
“Sampai berhubungan badan, ya?” tanya STG. Namun, korban tidak segera membalas. “Cepat balas, ini demi kebaikanmu,” kata STG.
“Iya, Om,” jawab korban.
“Ya ampun, kenapa kamu tidak bilang dari kemarin? Kamu keluar saja. Kamu jerit kalau dia tahan.”
“Aku malu, Om.”
“Jangan malu. Semakin parah nanti.”
“Iya, Om.”
Kebetulan malam itu STG sedang berada di warung sekitar tempat tinggal korban. “Biar aku tunggu di depan,” kata STG, lalu bergegas berjalan ke arah rumah korban. Namun, korban membalas, “Aku enggak mau keluar. Aku diam saja di sini sambil cas HP.”
“Kenapa?” tanya STG.
“Tidak akan bisa keluar. Ayah ada di depan pintu,” jawab korban.
“Kamu jerit saja. Itu bukan ayah kamu lagi.”
“Aku takut, Om.”
“Takut sama siapa? Sekarang dia bisa kupenjarakan.”
“Janganlah dipenjarakan. Kasihan adik-adik.”
Mendapat balasan itu, STG sempat tertegun mengetahui korban yang memikirkan dua adik tirinya, padahal baru bertemu dengannya selama dua minggu. “Oke, tidak masalah. Tetapi kamu harus keluar, atau ayahmu yang keluar,” kata STG.
“Tidak mau keluar. Ayah ramai di situ sama kawannya,” kata korban.
“Ada aku di sini.”
“Aku takut kalian berantem.”
“Usahakan kamu keluar. Aku menunggu.”
“Tapi bagaimana cara keluarnya? Takut kalian berantem.”
“Terus bagaimana kamu malam ini? Bahaya kamu di situ malam ini.”
“Aku enggak tidur. Aku tidak bisa keluar, Om.”
“Jangan takut. Kawanku banyak di warung itu. Tunggu ya, aku berunding dulu.”
“Aduh, jangan, takutnya Ayah dipenjara. Kasihan adik-adik. Yang penting aku bisa pulang.”
“Itu bukan ayahmu lagi.”
“Mau bagaimanapun dia ayahku.”
“Itu bukan ayahmu. Seorang ayah tidak menyetubuhi anaknya.”
“Iya, tapi mau bagaimana lagi?”
“Besok pagi kamu kabur, tidak usah pikirin pakaianmu. Kucarikan tempat tinggal beberapa hari sampai aku dapat ongkosmu. Itu kalau kamu tidak mau kupenjarakan si tolol itu.”
“Iya, besok pagi aku keluarlah.”
Setelah itu STG kembali mengirimkan pesan agar korban keluar dari rumah malam itu juga. “Kamu keluar malam ini. Nanti langsung saja naik mobil warna merah. Begitu sudah jauh dari rumah, langsung telepon aku,” kata STG kepada korban.
Kepada HMS, STG mengatakan, “Sebenarnya pesan ini hanya sebagian saja, yang saya kirimkan [teruskan] kepada ibunya korban untuk memberi tahu kondisi anaknya yang mengaku sudah diperkosa.”
Pada akhirnya, setelah berkali-kali dibujuk untuk melarikan diri dari rumah, korban pun mau melakukannya. Beruntung, malam itu pelaku dan teman-temannya sempat keluar sebentar untuk membeli minuman keras. “Dia [korban] dikunci dari luar. Terus saya telepon. Saya bilang supaya dia lari saat itu juga ke luar. Karena dia menolak dengan alasan takut, saya suruh dia mengunci pintu dari dalam supaya ayahnya tidak bisa masuk. Saya waktu itu berunding dengan warga di warung,” kata STG.
Tak lama kemudian pelaku sudah kembali ke rumah sambil menenteng botol minuman. “Mereka datang, aku berada di ujung lorong. Dia tidak menyapa, aku diam saja. Aku lihat dia gedor-gedor pintu dan tidak dibuka oleh korban,” kata STG.
Setelah pelaku semakin kuat menggedor-gedor pintu dan berteriak, korban juga berteriak dari dalam rumah, “Emoh!”
Akhirnya korban memberanikan diri keluar dari rumah. Namun, ketika baru saja dia membuka pintu, ayahnya langsung menahan dia. “Mereka ribut. Saya hubungi tetangga perempuan di depan rumahnya untuk keluar duduk depan rumah, berjaga-jaga biar korban ini tidak dipukul. Pikir saya, kalau ada perempuan di sana, pasti bapaknya ini malu,” kata STG.
Ternyata korban menjerit dan mencoba berlari. “Saya suruh dia lari. Nanti di ujung lorong langsung belok kiri. Ketika dengar musik dan ketemu warung, langsung pergi berlindung. Di sana saya menunggu dia,” kata STG. Akan tetapi, “Dia langsung ditangkap [oleh pelaku] sampai sobek celananya. Didorong terus. Barulah di sana kami [warga] masuk.”
Ketika disambangi belasan warga yang geram, mulanya pelaku malah membentak dan mengusir warga. Dia bilang putrinya itu sedang marah saja, dan dia minta warga jangan ikut campur urusan keluarganya.
“Terus di sana barulah korban ini ngaku. Saya lupa dia gimana ngomongnya ngaku diperkosa. Pokoknya pakai bahasa Jawa. Pelaku ini langsung kabur. Kami kejar dia, tetapi gagal. Larinya cepat,” kata STG.
Kabar soal pemerkosaan ini dengan cepat menyebar, bahkan sampai kepada teman-teman pelaku. Tidak terlalu lama kemudian pelaku ditangkap polisi. “Rupanya dia ngadu sama temannya di Dapur 12. Dia minta diseberangkan ke pulau. Dia diinterogasi warga di sana. Pak RT di sana langsung hubungi polisi buat nangkap dia,” katanya. Kapolsek Sagulung, AKP Yusriadi Yusuf, membenarkan bahwa pelaku sudah ditahan oleh polisi.
Seorang warga di lingkungan rumah pelaku mengatakan kepada HMS bahwa dia mulai curiga melihat ayah jahanam itu dalam dua minggu terakhir. Biasanya rumah pelaku sepi, tetapi belakangan tiba-tiba ramai didatangi oleh lelaki, teman-teman pelaku. Mereka menenggak minuman keras di depan rumah sampai larut malam. “Saya curiga korban ini mau dijual,” katanya.
Dia juga meminta kasus pemerkosaan ini diusut tuntas sampai ke Yogyakarta. “Kepada kami dia mengaku bukan sekali ini saja diperkosa. Sama kakeknya dulu juga sudah diperkosa mulai dari masuk SMP. Tolong diusutlah. Dipenjarakan saja semua. Kami juga meminta kedua anaknya yang masih balita juga dilakukan tes visum. Kami khawatir kalau dua anak ini juga mendapat perlakuan yang sama. Saat ini kedua anaknya masih diamankan oleh paguyuban Yogyakarta di Batam,” katanya.
Menurut perkataan korban kepada ibu kandungnya di Yogyakarta, seperti diberitakan HMS kemarin, ayah si pelaku, atau kakek korban, sudah lebih dulu melakukan pemerkosaan terhadap korban semasa dia tinggal di rumah kakeknya di Yogyakarta.