Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Batam, Kepulauan Riau (Kepri), mulai menyoroti kampanye tidak langsung bakal calon Wali Kota Batam petahana H. Muhammad Rudi yang diduga dilakukan dengan memanfaatkan program pemerintah untuk kepentingan pencitraan maupun popularitas dalam pemenangan pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020. Hal ini bermula dari adanya laporan Azhari, salah seorang warga Batam, ke Bawaslu Batam pada Rabu, 15 Juli 2020, perihal dugaan pelanggaran penyaluran paket bantuan Covid-19 yang mencantumkan logo partai calon petahana, foto, dan ”pesan khusus” secara langsung kepada penerima bantuan.
Namun, laporan ini terpaksa ditolak oleh Bawaslu karena hanya memenuhi beberapa unsur materiel saja. Sedangkan untuk syarat formil tidak terpenuhi karena laporan tersebut telah melebihi tenggat waktu 7 hari setelah peristiwa itu terjadi.
Komisioner Bawaslu Kota Batam, Bosar Hasibuan, mengatakan meskipun ditolak, ini tetap akan menjadi informasi awal pihaknya untuk melakukan penggalian lebih dalam lagi terkait adanya dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh calon petahana, H.M. Rudi. “Setelah melihat alat bukti yang dibawa pelapor, dugaan awal saya sudah ada tindak pidana pemilu yang terjadi di situ. Ini akan kami pelajari lagi, apakah bisa dikembangkan atau tidak,” kata Bosar kepada HMSTimes.com saat ditemui di kantornya, Rabu sore.
Bosar menjelaskan, adapun dua alat bukti yang dilampirkan pelapor berupa satu eksemplar data dokumentasi visual dan satu berkas data dokumentasi video, berisi pantauan masyarakat terkait aktivitas pembagian bantuan sosial yang dilakukan oleh Rudi.
Bosar Hasibuan mengatakan, sebelumnya pihaknya juga sudah sempat mengingatkan calon petahana untuk tidak memanfaatkan posisinya selaku Wali Kota Batam dalam momen pandemi virus Covid-19 yang dapat merugikan peserta pemilu lain melalui surat imbauan yang dilayangkan sebanyak dua kali. “Kalau teguran belum, baru hanya surat imbauan saja kami kirim dua kali sesudah dan setelah pandemi berlangsung. Di dalam surat itu sudah kami ingatkan mereka [petahana],” katanya.
Sementara itu Azhari selaku pelapor mengatakan penolakan yang dilakukan Bawaslu dengan alasan aturan waktu sesuai ketentuan pemilu merupakan hak lembaga tersebut dan tidak bisa diintervensi ataupun dipermasalahkan oleh pihaknya. Namun, menurutnya, ketika calon petahana nanti jadi mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengikuti pilkada, maka akan langsung berhadapan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, khususnya pasal 71 ayat (3) yang melarang gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan wali kota atau wakil wali kota menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
“Kami akan hadapkan dia [petahana] dengan peraturan itu, dan mau tidak mau pencalonannya juga harus batal,” kata Azhari, didampingi Akhmad Rosano selaku Ketua Suara Rakyat Keadilan kepada HMSTimes.com, Rabu malam.
Senada dengan Azhari, Akhmad Rosano juga mengungkapkan pembatalan ini bisa terjadi karena bukti yang dilaporkan sudah sangat cukup dan kuat dan sebagaimana yang diatur pelanggaran terhadap Pasal 71 Ayat (3) dalam Pasal 71 Ayat (5), akan dikenakan sanksi berupa pembatalan petahana sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. “Ini cuma bukti awal yang kami lampirkan. Masih banyak bukti-bukti lain yang nanti akan kami bawa ke kantor Bawaslu tentang kecurangan calon petahana ini,” kata Rosano.
Menanggapi laporan tersebut, Aksa Halatu, tokoh pendiri Prajurit HMR (Haji Muhammad Rudi), organisasi masyarakat pendukung Rudi, mengatakan penolakan oleh Bawaslu sudah sangat tepat, karena laporan tersebut sarat kepentingan salah satu bakal calon wali kota lainnya.
Dia bahkan meragukan kebenaran data dari dua alat bukti yang dilampirkan. “Jadi tolong untuk kawan-kawan yang bersaing di ring pilkada sebagai oposisi nanti, bersainglah dengan sehat. Jangan menjatuhkan orang lain dengan fitnah atau data yang belum terbukti kebenarannya,” kata Aksa saat dihubungi HMSTimes.com melalui sambungan telepon, Rabu malam.
Aksa menegaskan, dugaan pelanggaran ini sangat tidak berdasar, karena saat ini belum masuk dalam momen pilkada 2020, melainkan dilakukan saat posisi bencana pandemi Covid-19. Menurutnya, hal yang wajar bila kepala daerah memajang gambarnya dalam setiap program pemerintah agar dikenal oleh masyarakatnya.
“Jadi tidak benar bahwasanya itu sekalian asas manfaat untuk mempromosikan diri Pak Rudi untuk pilkada. Kita jangan terbawa suasana. Lagian yang melaporkan itu juga adalah orang-orang yang mempunyai kepentingan,” kata dia.
Wali Kota Batam, H.M. Rudi, yang dihubungi HMSTimes.com melalui panggilan telepon maupun pesan singkat perihal dugaan pelanggaran tahapan pemilu tersebut, belum memberikan tanggapan hingga berita ini ditulis.