Setelah lebih dari lima tahun Warisan Budaya Takbenda Indonesia (WBTBI) terlaksana, sejak tahun 2013 hingga 2019, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh berinisiatif melakukan kajian untuk melihat dampak penetapan WBTBI di Sumatra Utara (Sumut).
Sebelumnya, melalui penetapan WBTBI ada 28 karya budaya dari Provinsi Sumatra Utara telah berhasil disertifikasi. Penetapan ini diakui banyak pihak menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat pemiliknya.
Kepala BPNB Aceh, Irini Dewi Wanti, mengatakan WBTBI diharapkan bukan sekadar euforia seremonial saat penyerahan sertifikat. Akan tetapi, harus ada tindak lanjut pengembangan karya budaya WBTBI menjadi ekosistem kebudayaan yang semakin hidup di masyarakat di mana pun karya budaya itu berada.
Dalam prosesnya, para peneliti BPNB Aceh bertemu dengan pihak-pihak terkait untuk memperoleh data tentang rencana tindak upaya pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan yang dilakukan pemerintah daerah di Sumut terhadap karya budaya yang telah ditetapkan sebagai WBTBI. Peneliti juga ingin mengetahui dampaknya terhadap pelaku budaya dan masyarakat di Sumut.
Para peneliti menyebar angket ke delapan etnis di Sumut. Dilakukan juga wawancara dengan banyak pihak, baik dari birokrasi, komunitas pelaku budaya, maupun masyarakat secara daring atau luring dengan menerapkan protokol kesehatan.
Hingga kini BPNB Aceh masih mengumpulkan data-data. Diharapkan penelitian itu dapat melahirkan rekomendasi yang bermanfaat bagi proses pembangunan kebudayaan, terutama tindak lanjut penetapan WBTBI di masa mendatang.
Tim ahli penetapan WBTBI Pusat, Muhammad Takari, mengatakan bahwa dalam pengamatannya, penetapan WBTBI di Sumut memiliki dampak positif di masyarakat. Misalnya, saat ditetapkannya tortor sombah dari Simalungun, masyarakat menyambut dengan penuh kebanggaan. Secara sosial politis, warga Simalungun merasa memiliki karya budaya ikonik yang menjadi ciri khas yang membedakannya dengan etnis Batak lainnya di kawasan Danau Toba. Takari berharap agar karya budaya yang masih hidup dan populer di masyarakat dapat diprioritaskan karena masih sangat mudah didokumentasikan dan lebih mudah dikembangkan ekosistemnya.
Dalam kesempatan pertemuan dengan pelaku budaya dan pengelola diskusi webinar BPNB Aceh untuk periode Agustus sampai dengan September 2020, budayawan Batak Thompson Hs mengatakan bahwa pelaku budaya tetap akan berkarya dan beraktivitas dengan atau tanpa penetapan WBTBI. “Namun, penetapan ini menjadi penambah dorongan untuk harapan baru dalam memperoleh perhatian pemerintah sehingga keduanya dapat saling bersinergi untuk membangun kebudayaan,” kata Thompson ketika dihubungi HMStimes.com, Senin, 24 Agustus 2020.