Seorang pemuda berumur 20 tahun di Kota Batam, Kepulauan Riau, ditangkap polisi setelah dilaporkan oleh keluarga seorang kenalannya perempuan. Dia dituduh melakukan bujuk rayu dan tipu muslihat agar dapat bersetubuh dengan calon pacarnya yang masih berusia 17 tahun itu, yang baru dia kenal selama dua hari.
Hubungan keduanya dimulai pada 14 September 2020, berawal dari komunikasi melalui media sosial yang berlanjut hingga ke pesan instan. Setelah saling menyimpan nomor ponsel, mereka mulai akrab dan saling berkirim pesan. Barangkali sudah teramat jatuh hati, si lelaki langsung mengungkapkan perasaan suka kepada si perempuan.
Percobaan si lelaki mendapatkan hati si perempuan diwujudkan dengan ucapannya yang ingin melamar serta akan memberikan cincin sebagai tanda bukti kesungguhan rasa. Hal ini diungkapkannya melalui pesan instan pada 15 September 2020, atau hanya satu hari setelah berkenalan lewat media sosial.
Sore itu si lelaki langsung mengajak si perempuan membeli cincin, tetapi ditolak karena si perempuan sedang mengerjakan tugas sekolahnya.
Keesokan harinya keinginan membeli cincin tunangan itu dilayangkan kembali oleh si lelaki, dan si perempuan pun setuju diajak ke toko emas. Menjelang malam hari keduanya bikin janji berjumpa untuk pertama kalinya.
Si perempuan dijemput di persimpangan dekat rumahnya. Kebetulan keduanya sama-sama tinggal di Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau. Jarak tempuh rumah mereka hanya memakan waktu lebih kurang 20 menit, melewati jalan nan sepi dan gelap kala malam.
Toko emas yang mereka sepakati untuk didatangi berada di Botania. Akan tetapi, karena mata si perempuan sedang bengkak, si lelaki menawarkan membeli cincin di daerah Nagoya, yang berjarak sekitar 20 kilometer dari tempat mereka tinggal. Alasannya, agar tidak ada kenalan si perempuan yang melihatnya sedang berpenampilan tidak sempurna karena matanya bengkak. Perjalanan sepasang remaja menembus malam itu akhirnya berlabuh di Hotel Wisata, Lubuk Baja, Nagoya.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Kepri, Kombes Pol. Arie Dharmanto, mulanya mereka membeli cemilan. Lalu sesampainya di parkiran motor, si lelaki memaksa korban untuk ikut masuk ke dalam hotel dengan cara menggenggam tangan. Setelah di dalam kamar hotel, keduanya melakukan persetubuhan. Menurut polisi, ada dugaan bahwa si perempuan dipaksa oleh lelaki itu. “Setelah keinginannya terpenuhi, pelaku membawa korban keluar dan berhenti di sebuah minimarket, dan meminta korban untuk membelikan rokok,” kata Arie.
Saat itu, ketika si perempuan turun dari motor untuk membeli rokok, tanpa alasan yang jelas dia mendadak ditinggal pergi oleh si lelaki. Perempuan itu pun panik dan langsung menghubungi ibu angkatnya, menceritakan kejadian yang dia alami. Lalu keluarga korban melapor ke kantor polisi, 17 September 2020.
Setelah beberapa hari dicari, posisi pelaku dugaan pemerkosaan itu akhirnya terlacak. Pada suatu dini hari, dia ditangkap polisi ketika sedang berkunjung di salah satu bengkel rumahan milik temannya.
HMS mendatangi bengkel tersebut pada 23 September 2020, menemui teman akrab pelaku yang turut menyaksikan proses penangkapan. Dia menceritakan, dini hari itu dirinya hanya berdua saja dengan pelaku. Mereka sama-sama kaget ketika ada sekitar 10 orang berbadan tegap datang mencari si lelaki. “Dia [si pelaku] sudah dari sore di rumah saya. Tingkah lakunya biasa saja tanpa kelihatan takut atau menyembunyikan sesuatu. Saya baru tahu dia ada masalah waktu polisi datang gedor-gedor pintu,” katanya.
Penangkapan berjalan lancar tanpa ada perlawanan. Ketika itu pelaku mengakui dirinya memang melakukan persetubuhan dengan si perempuan kenalannya itu. “Terus ada yang tanya, ‘Kau mau tanggung jawab, tidak?’ Lalu dijawabnya mau bertanggung jawab. Setelah itu barulah dibawa,” katanya. Sebelum pergi, polisi berpesan agar dia memberitahukan kabar penangkapan kepada keluarga pelaku.
Seluruh penghuni rumah tempat penangkapan tersebut tidak menyangka pelaku akan tersandung kasus hukum. Sejauh yang mereka tahu, dia orangnya pendiam dan tidak pernah terlihat membawa lawan jenis ke sana.
Pada 23 September 2020 HMS juga mewawancarai ibu dan abang kandung si pelaku, yang rumahnya berada tidak jauh dari pantai. Mereka mengaku syok mengetahui si pelaku, anak bungsu dalam keluarganya, ditangkap polisi karena diduga menyetubuhi perempuan secara paksa.
“Ibu juga belum tahu persis, Nak, apa yang terjadi. Belum bisa ketemu dan menanyakannya langsung kepada anak. Baru tahu berdasarkan berita dan cerita-cerita penangkapan saja,” kata ibu pelaku.
Meskipun berulang kali menyebut anaknya itu adalah orang yang baik, dirinya tetap tidak membenarkan apabila anaknya berkelakuan jahat.
Dia mengatakan, semenjak suaminya meninggal empat tahun yang lalu, si pelaku mulai sering keluar malam hari. Bahkan, dua tahun lalu dia berani memutuskan berhenti sekolah. “Dia dulunya sekolah pelayaran, tetapi berhenti. Dia memang sering keluar malam, tetapi selalu pulang, tidak pernah menginap. Anak itu paling sayang sama orang tua. Ibu tidak tahu kenapa dia sampai tega meninggalkan anak gadis di pinggir jalan,” katanya. Anaknya itu pendiam ketika di rumah, dan tidak pernah membawa perempuan berkunjung ke rumahnya.
Sekarang si ibu mengaku pasrah mengikuti proses hukum yang sedang berjalan, sekaligus tetap berusaha menempuh jalur mediasi agar ada keringanan hukum yang bisa didapat oleh anaknya. “Sampai sekarang Ibu tidak tahu rumah korban itu di mana, padahal Ibu ingin sekali datang ke sana sekadar meminta maaf kepada keluarga mereka. Tidak ada maksud lain, cuma itu saja,” katanya.
Abang kandung pelaku mengatakan, dia berharap bisa bertemu dengan keluarga si perempuan. “Saya memang sedang mencari tahu rumahnya korban. Meskipun kasus ini lanjut, saya juga berkewajiban memohon maaf kepada mereka. Saya juga ingin tahu apa yang terjadi, mereka ini sama-sama suka atau bagaimana,” katanya.
Dia juga mengeluhkan pemberitaan tentang kasus ini, yang dia anggap semakin memperkeruh suasana, yang memakai judul dan isi berita dengan kata-kata yang tidak pantas. “Itu sama saja membuat kami dan keluarga korban tersiksa secara mental. Memang tidak ada aturannya ya, Mas?” tanyanya.
Hal lain yang mengganggu pikirannya yaitu soal adiknya yang sama sekali belum memiliki identitas tetapi diperbolehkan menginap oleh pihak hotel, dan membawa anak di bawah umur. “Dari hotelnya itu juga, aduh. Adik saya ini belum punya identitas. Dia itu baru didaftarin ujian paket C. Februari 2021 nanti baru ujian. Kenapa sampai diizinkan menginap? Seharusnya dilarang supaya hal yang seperti ini tidak terjadi,” katanya.
Untuk mempertanyakan mengapa pelaku dan si perempuan diperbolehkan menyewa kamar di Hotel Wisata, HMS sudah lebih dahulu mendatangi hotel tersebut sebelum mewawancarai keluarga pelaku. Seorang karyawan hotel mengatakan, “Menurut laporan yang saya terima, tidak ada [keributan], dan kalau menginap wajib identitas. Hari itu yang laki-laki [pelaku] menjaminkan tanda pengenalnya.”
Ketika ditanya HMS bagaimana kondisi pelaku dan si perempuan saat baru tiba dan meninggalkan hotel, dan apakah terekam kamera CCTV, dia menjawab, “Saya harus bertanya dulu ke bos. Soalnya bukan saya yang bertugas jaga malam itu.”
Lalu pada sore harinya, setelah mewawancarai keluarga pelaku, HMS kembali mendatangi hotel itu dan memberi tahu kepada pihak hotel bahwa menurut keterangan orang tua pelaku, tidak mungkin dia menjadi penjamin, sebab kartu identitasnya masih dalam pengurusan.
Seorang resepsionis perempuan di Hotel Wisata memberi respons dengan berkata, “Memang tidak boleh memberi izin lawan jenis di bawah umur menginap. Bos tadi bilang si lelaki menjaminkan STNK, dan mereka masuk ke dalam kamar itu secara bergantian. Lelakinya lebih dulu, baru perempuannya. Kami tidak tahu kalau si perempuannya ini di bawah umur. Kan, tidak mungkin satu per satu identitas tamu kami lihat.” Karyawati hotel itu juga mengatakan seluruh rekaman kamera pengawas sudah berada di tangan polisi.
Menurut keterangan Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Pol. Harry Goldenhardt, status si pelaku sudah menjadi tersangka. Perbuatannya diancam dengan pasal 82 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, paling lama lima belas tahun, dan denda paling banyak Rp5 miliar.