Industri shipyard atau galangan kapal di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, kini seolah-olah hilang begitu saja. Padahal, di masa lampau industri galangan kapal adalah salah satu primadona di Batam, yang membuat pekerja dari luar Batam datang berbondong-bondong.
Menurut data yang disampaikan Oesman Hasyim, Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Indonesian National Shipowner Association (INSA) Kota Batam, pada tahun 2012 silam terdapat 350.000 orang pekerja galangan kapal di Batam. Namun, kini hanya tersisa sekitar 15.000 orang. Bahkan, dari 115 perusahaan galangan kapal di Kota Batam, Oesman memperkirakan kini hanya terdapat sekitar 30 persen yang masih bertahan di tengah kusutnya regulasi yang menyebabkan runtuhnya industri maritim di Batam. Padahal, menurutnya, industri yang paling siap untuk membangkitkan kembali perekonomian Batam adalah industri pelayaran dan maritim.
“Karena semuanya di sini sudah tersedia, baik dari sisi wilayah laut yang luas, lokasi yang strategis, infrastruktur yang telah ada, supply chain, tenaga kerja terampil yang kini malah banyak tidak bekerja lagi, dan jasa pendukung lainnya seperti transportasi, jasa mekanikal, elektrikal, instrumentasi, provision, perhotelan, jasa angkutan penumpang, dan banyak lagi,” kata Oesman Hasyim kepada HMStimes.com, 14 Oktober 2020.
Menurut dia, pada masa pandemi Covid-19 saat ini seharusnya industri maritim di Batam bisa panen. Banyaknya kapal yang menganggur dan tidak beroperasi, akibat kelesuan ekonomi global, semestinya dapat menjadikan Batam kembali sebagai base sementara kapal-kapal tersebut. Akan tetapi, yang terjadi sebaliknya, karena biaya kepelabuhan yang kini menjadi mahal. Ada berbagai ongkos yang seharusnya tidak dipungut pemerintah dari pengusaha kapal.
“Kita tidak meminta insentif dari pemerintah [BP Batam]. Cukup samakan saja kita dengan daerah lainnya di Indonesia. Namanya saja pelabuhan bebas Batam, tapi bukannya malah murah, biaya kepelabuhan menjadi lebih mahal,” ucapnya.
Oesman Hasyim berharap agar pemerintah bisa mengembalikan kejayaan Batam sebagai kota industri maritim, khususnya industri galangan kapal. Dengan industri maritim yang kuat, katanya, Batam terbukti mampu bertahan saat terjadi kelesuan ekonomi global tahun 2014 hingga 2017.
Berdasarkan data milik Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam, setelah meredupnya industri galangan kapal di Kota Batam pada tahun 2019, angka pengangguran di Batam sebesar 7,72% dengan rata-rata pengangguran nasional sebesar 5,28%. “Pengangguran di Batam lebih tinggi dibanding rata-rata angka pengangguran nasional di tahun 2019,” kata Kepala BPS Batam, Rahmad Iswanto, kepada HMS.
Rahmad menjelaskan total angkatan kerja Batam pada tahun 2019 sekitar 643.381. Dari angka tersebut, jumlah penganggur yang terhitung pada Agustus 2019 sebanyak 49.644. Rata-rata angkatan kerja yang menganggur pada tahun 2019 adalah pekerja dengan jenjang pendidikan SMK. Angkatan kerja tamatan SMK tersebut lebih banyak terserap dalam sektor industri galangan kapal, yang kini telah mulai hilang di Kota Batam. (Hendra Mahyudi, calon reporter HMS)