Menteri Pendidikan Republik Indonesia, Nadiem Makariem, diminta mundur dari jabatannya sebagai menteri untuk kembali mengurusi Gojek Indonesia. Seruan ini disampaikan oleh ratusan sopir Gojek Batam pada saat melakukan aksi demo di kantor DPRD Batam, 13 Juli 2020.
Ratusan sopir Gojek Batam melakukan aksi unjuk rasa lanjutan ke DPRD Kota Batam setelah sebelumnya, 9 Juli 2020, mereka telah berunjuk rasa ke Mapolresta Barelang. Aksi protes dipicu kemunculan program baru dari manajemen Gojek Indonesia, yakni program Berkat. Sejak kehadiran program Berkat, para sopir Gojek di Batam mengeluh. Program yang digadang-gadang mampu memperbaiki perekonomian para sopir Gojek di masa pandemi covid-19 itu justru dirasa memberatkan.
Diterima Komisi I DPRD Kota Batam, para sopir Gojek menyampaikan tuntutannya dan menolak kebijakan program Berkat. Mereka meminta agar Komisi I membekukan Gojek di Batam. Selain menolak program Berkat, para sopir Gojek di Batam kerap merasakan perlakuan semena-mena dari perusahaan Gojek Indonesia.
Mereka menolak sistem dengan mengumpulkan 14 poin dari order (pemesanan) yang diterima antara pukul 08.00-20.00 dengan performa minimal 75 persen. Selain itu, jika total pendapatan para sopir Gojek dari pukul 08.00-20.00 masih kurang dari Rp100 ribu, mereka akan membayar selisihnya sebelum pukul 23.59, dan program ini berlaku setiap hari dari mulai hari Senin hingga hari Minggu.
Akibat yang dirasakan para sopir Gojek dengan sistem 14 poin, menurut Gusril, sopir Gojek Batam, kehidupan mereka jauh dari standar hidup layak berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL) dan upah minimum kota (UMK) Batam, Rp4,1 juta. “Pokoknya metode yang dilakukan Gojek Indonesia tidak masuk akal,” katanya. Para pengunjuk rasa menyuarakan agar skema pembayaran Gojek harus dilakukan dengan mempertimbangkan angka-angka kelayakan hidup yang sesuai dengan Kota Batam, atau setidak-tidaknya mengembalikan ke sistem awal, yakni program Insentif.
Terkait kebijakan akun joki yang dikeluarkan oleh Gojek Indonesia, para sopir Gojek Batam meminta kebijakan tersebut untuk dievaluasi karena dinilai tidak adil. Sebab pada dasarnya tidak ada kerugian Gojek Indonesia untuk melakukan migrasi akun jika jumlah mitra bertambah ataupun berkurang. Justru kondisi tersebut akan menguntungkan sopir Gojek Batam karena dengan memakai akun asli, keamanan konsumen terjamin. “Untuk itu kami meminta agar evaluasi akun joki dilakukan tanpa syarat, atau setidak-tidaknya yang masuk akal,” kata Gusril.
Soal potongan tarif sebesar 20 persen, Gojek Indonesia dinilai terlalu berlebihan. Saat sopir Gojek mendapatkan pesanan dari pelanggan, PT Gojek Indonesia langsung memotong 20 persen. “Misalnya terdekat Rp9 ribu, maka Gojek akan mengambil 20 persen, driver hanya dapat Rp7.200,” katanya. Para sopir Gojek menolak potongan sebesar 20 persen karena dianggap terlalu besar dan memberatkan.
Selain itu para sopir Gojek ini meminta biaya pelanggan aplikasi juga harus dihapuskan. Pasalnya, pada tanggal 7 Juni 2020, Gojek mengeluarkan kebijakan melalui pesan di aplikasi pengemudi bahwa biaya jasa aplikasi ke pelanggan mulai 8 Juni 2020 setiap pesan layanan Go-Ride akan dikenakan biaya jasa aplikasi Rp1.000 yang dibebankan kepada pelanggan. Hal ini telah membuat pemesanan Go-Ride berkurang dan otomatis mengurangi pendapatan sopir Gojek. Lebih-lebih, aplikasi yang menyediakan jasa untuk pengantaran sudah banyak dan bahkan lebih murah daripada Gojek.
Para sopir Gojek pun meminta transparansi dan kolaborasi dalam setiap perubahan sistem yang diberlakukan Gojek Indonesia. Menurut mereka, sejak dahulu kebijakan yang dikeluarkan perusahaan tersebut selalu tiba-tiba tanpa ada peninjauan terlebih dahulu. Selain itu, perusahaan tidak melakukan musyawarah terlebih dahulu untuk menanyakan kebijakan yang digagas oleh Gojek Indonesia.
Utusan Sarumaha, pimpinan sidang rapat dengar pendapat (RDP) Komisi I DPRD Batam, mengakui belum menemukan jawaban atas tuntutan para sopir Gojek selama RDP digelar bersama pihak Gojek Indonesia.
Sementara itu, anggota Komisi I lainnya, Mohammad Fadli, mengatakan RDP ditunda karena rapat sudah mulai memanas. “Kita beri waktu untuk Gojek Indonesia satu hari untuk memberikan jawaban atas tuntutan ini,” kata Mohammad Fadli. “Jangan sampai men-suspend para driver karena RDP ini. Saya sendiri yang akan turun kalau ada driver diputus gara-gara RDP ini,” katanya.