Pengembangan homestay di kawasan wisata akan berpotensi besar membuat masyarakat merasakan dampak ekonomi secara langsung dari pariwisata. Akomodasi homestay akan mendorong masyarakat menjadi pelaku wisata secara langsung.
“Pemilik rumah langsung berinteraksi dengan wisatawan, dan wisatawan juga dapat merasa dekat dengan objek wisata yang dikunjunginya,” kata pemandu wisata senior dari Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Sumatra Utara (Sumut), Dearman Damanik, kepada HMStimes.com, Sabtu, 12 September 2020.
Hanya saja, kata Dearman, masyarakat di kawasan wisata perlu mendapatkan pemahaman dan kesadaran sebagai pelaku pariwisata. Pemilik homestay seharusnya dapat menjadi tuan rumah yang baik untuk tamunya. Tidak hanya menyediakan fasilitas, kamar, dan toilet yang bersih, mereka juga harus memiliki wawasan yang baik tentang destinasi wisata di daerahnya.
Menurut dia, standar homestay umumnya maksimal lima kamar. Pemiliknya sebaiknya bisa berinteraksi dan menjaga privasi tamu.
Sebenarnya, di Sumut homestay sudah berkembang, terutama di kawasan wisata berbasis alam, misalnya di Kabupaten Toba. Sayangnya, sebagian tidak dikelola langsung pemilik rumah.
“Pemilik rumah di Jakarta, tapi disuruh orang menjaga rumah itu. Akhirnya wisatawan tidak mendapatkan apa yang seperti mereka harapkan,” kata Dearman. Sesungguhnya, kata dia, wisatawan ingin berinteraksi dengan pemilik homestay.
Belakangan ini di daerah lain, seperti Kabupaten Tapanuli Tengah, homestay juga sudah mulai dikembangkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dari sektor pariwisata.