Guntur Togap Hamonangan Marbun, mantan jemaat gereja Indonesia Revival Church (IRC) Medan, melaporkan pimpinan gereja IRC, pendeta Asaf Marpaung, ke Polrestabes Medan dengan sangkaan pengajaran ajaran sesat. Guntur menuduh pendeta itu mengajarkan ajaran sesat mulai tahun 2010 hingga 2018. Asaf diperiksa di Polrestabes Medan selama 3 hari 2 malam mulai 17 Februari 2020. Namun, setelah menjalani pemeriksaan, Asaf Marpaung diizinkan pulang. Perkara pidana ini dimediasi pada 20 Februari 2020 dengan alasan telah dilakukan upaya perdamaian karena menyangkut perkara agama.
Kasus ini masih berlanjut dan belum menemukan titik terang, karena Asaf Marpaung merasa nama baiknya telah tercemar. Pada Maret 2020, Asaf Marpaung, melalui kuasa hukumnya, Tribrata Hutauruk dari Targetz Law Office, menggugat balik Guntur Togap Marbun atas tuduhan pencemaran nama baik dan menggugat ganti rugi sebesar Rp25 miliar.
Dalam bulan Agustus 2020 ini HMStimes.com mewawancarai Asaf Marpaung sebanyak tiga kali untuk mendapatkan kejelasan tentang ajaran sesat yang dituduhkan kepadanya. Dia mengatakan bahwa sebelum kasus tuduhan ajaran sesat kepadanya dan gereja IRC, ada runutan kasus yang terjadi sebelumnya. Pada tahun 2008, katanya, gerejanya membeli lahan untuk pembangunan gereja yang terletak di Jalan Setia Budi Gang Rahmat Nomor 7, Kecamatan Medan Selayang, seluas 2.700 meter persegi dari Anduk Kaban. Harganya Rp275.000 per meter, lebih murah dari awalnya Rp500.000 per meter, karena akan dibangun untuk gereja. “Lahan itu dibayar gereja dengan dana dari jemaat dengan tiga termin. Pertama Rp100 juta, kedua Rp500-an juta, dan ketiga Rp142.500.000,” kata Asaf. Setelah lahan itu dibeli gereja, suratnya waktu itu masih memakai SK camat. Tak lama kemudian gereja membuat sertifikat dan memecahnya menjadi tiga, karena waktu itu pengurusannya melalui jalur Proyek Operasi Nasional Agraria, yang mengatur bahwa satu sertifikat maksimal 1.000 meter persegi.
“Lalu dibuatlah status kepemilikannya menjadi tiga sertifikat dengan pinjam nama. Pertama, sertifikat atas nama saya, satu lagi atas nama bendahara pembangunan gereja Milva Riosa Siregar [istri Guntur Togap Marbun], satu lagi kita mau buat atas nama mewakili gembala gereja. Rupanya, seiring perjalanan waktu, bendahara yang dulunya sangat kita percayai diam-diam berniat membalikkan nama sertifikat yang satunya lagi menjadi atas nama pribadinya,” katanya.
Menurut Asaf, masalah muncul setelah gereja berdiri pada tahun 2017. Waktu itu pengurus gereja meminta pertanggungjawaban keuangan pembangunan gereja, tetapi bendahara tidak bisa memberikannya. Lalu gereja melaporkannya ke polisi pada Maret 2018, dan Milva memutuskan keluar dari gereja.
Pada 14 Mei 2018, Guntur Togap Marbun, suami bendahara gereja, membawa sejumlah orang untuk mengambil sertifikat secara paksa. “Waktu itu saya berada di atas [lantai dua gereja], namun waktu orang yang sedang bekerja di gereja tidak mengizinkan saya turun, dia pun mengambil sertifikat gereja dengan paksa lalu dia pergi,” kata Asaf.
Setelah itu, masih kata Asaf, Guntur telah merusak tembok gereja, dan atas kejadian itu gereja melaporkan dan menggugatnya. Pada sidang yang digelar 19 Desember 2018 di Pengadilan Negeri Medan, majelis hakim mengabulkan gugatan itu. Sertifikat yang diambil Guntur pun dikembalikan ke gereja IRC, gembok gereja kembali dibuka, sehingga jemaat dapat kembali beribadah.
Namun, persoalan belum selesai sebab Guntur melaporkan Asaf ke Polrestabes Medan bahwa dia telah melakukan penodaan agama dan mengajarkan ajaran sesat di gereja IRC. Pendeta Asaf membantah tuduhan itu. Dia membantah warta jemaat yang pernah diterbitkan gereja IRC memuat ajaran sesat. “Warta jemaat yang dia tunjukkan itu diterbitkan pada 2010. Di situ saya mengutip, ‘Jangan izinkan monyet, babon, landak masuk dalam gereja.’ Yang disebut babon, landak, monyet itu apa? Bukan manusianya, bukan gerejanya, tapi karakternya. Tidak dikatakan bahwa gereja itu babon dan monyet. Yang dimaksud ialah sifat, sebab sifat itu yang membuat ribut gereja,” ujarnya.
Menurutnya ada sebanyak 325 dogma sinode gereja yang melahirkan doktrin dan keyakinan sehingga tidak ada yang berhak mengatakan keyakinan orang sesat. “Apa bisa kita hakimi iman orang? Tidak bisa. Makanya UUD 45 Pasal 29, negara menjamin kebebasan umat beragama dan berkeyakinan. Tidak ada di Indonesia yang namanya aliran sesat,” katanya. Menurut Asaf, tuduhan sesat kepadanya merupakan motif untuk menguasai aset gereja IRC.
Untuk memperjelas masalah ajaran sesat yang dituduhkan kepada Asaf Marpaung, HMStimes.com juga mewawancarai Guntur Togap Marbun (56). Pada 16 Agustus 2020, wartawan HMS menemui Guntur, yang sedang bersama dengan istrinya, Milva Riosa Siregar (54), dan lima mantan jemaat IRC di sebuah kedai kopi di Jalan Sei Martebing, Medan. Dalam wawancara yang berlangsung selama lebih dari satu jam itu, Guntur membantah hampir semua tuduhan Asaf.
Menurut Guntur, sejak awal dia mengikuti ibadah di gereja itu, dia sudah melihat ada yang salah dari ajaran Asaf di gereja IRC sehingga membuat hubungannya dengan istri dan keluarga sempat retak selama dua tahun.
“Selama dua tahun kami sudah seperti tidak suami istri lagi,” katanya. Hal itu dikarenakan perbedaan pendapat antara dia dan istrinya mengenai ajaran di gereja IRC. Saat dia mencoba meyakinkan istrinya bahwa gereja IRC mengajarkan yang salah, saat itu istrinya tetap mengikuti gereja IRC. “Karena menganggap ajarannya salah, saya SMS dia, ‘Anda bertobat, Anda salah, sejak kapan Anda ditunjuk Tuhan sebagai Tuhan yang kelihatan? Anda bertobat supaya jangan jatuh.’ Cuma itu. Aku sebenarnya menyayangi dia,” kata Guntur.
Menurut Guntur, ada banyak hal yang salah dalam ajaran Asaf di gereja IRC, antara lain dalam hal berdoa. “Kau tidak perlu berdoa, karena Bapa itu sudah ada. Kau tidak boleh menyebut Tuhan langsung Bapa. Kau tidak punya Tuhan. Dan selalu diucapkan, kau tidak punya Tuhan, jadi dia yang punya Tuhan,” kata Guntur. Gereja IRC, katanya, tidak menggelar perayaan Natal, tidak menggelar perjamuan kudus, dan tidak ada salib di gereja. Setiap jemaatnya diwajibkan memberikan perpuluhan (10 persen dari penghasilan keluarga kepada gereja) setiap bulan, dan mereka tidak berdoa “Bapa Kami” seperti yang diajarkan Yesus.
Menurut Guntur, setelah mengirim SMS kepada Asaf, tak lama kemudian Asaf meminta agar sertifikat gereja atas nama istrinya, Milva Riosa Siregar, diantar ke gereja. Kemudian, setelah berkonsultasi dengan pihak kepolisian, Guntur mengambil sertifikat itu. Dia membantah bahwa dia mengambil sertifikat itu secara paksa atau merampas dari gereja. “Ada tanda terimanya. Saya disertai GMKI dan GAMKI,” ujarnya.
Ketika ditanya mengenai pembobolan tembok gereja, Guntur, istrinya, dan jemaat lain mengatakan bahwa mereka melakukan itu setelah berkonsultasi dengan polisi. Alasan mereka membobol tembok gereja karena jemaat memiliki hak atas gereja itu. “Langsung kami buatkan pagar yang bagus. Kalau tidak salah Rp15 juta kami keluarkan uang untuk bikin pagar,” katanya.
Masih menurut Guntur, setelah mereka mengambil sertifikat itu, Asaf melakukan gugatan ke pengadilan, dan Guntur kalah di PN Medan, kemudian sertifikat dikembalikan ke gereja. Sesudah itu, Guntur melaporkan Asaf Marpaung ke Polrestabes Medan terkait ajaran di gereja IRC. “Bukan saya sendiri [melaporkan], jemaat, puluhan orang. Kalau dihitung masih banyak,” katanya.
Dia juga membantah bahwa jemaat yang keluar dari gereja IRC karena menilai ajaran di IRC sudah salah hanyalah keluarganya. “Silakan tanyakan mereka langsung, hubungan keluarga apa saya dengan mereka,” kata Guntur. HMS kemudian mengonfirmasi kelima mantan jemaat yang hadir saat wawancara itu, antara lain Kiwa Tampubolon (40), Toga Samosir (45), Melur Butarbutar (57), Manahan Sihombing (58), dan Suriatun Pakpahan (60). Mereka mengaku tidak ada hubungan keluarga dengan Guntur.
Menurut Guntur, dia dan jemaat melaporkan Asaf ke Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Daerah Kota Medan. Akhirnya PGI merekomendasikan agar gereja IRC ditutup. Sekalipun Asaf menolak rekomendasi PGI Medan, kata Guntur, Polresta Medan menetapkannya sesat berdasarkan hasil dari pemeriksaan saksi ahli.
Soal tuduhan bahwa Milva Riosa Siregar telah menggelapkan uang gereja, Guntur malah bertanya balik kenapa baru mempertanyakan pertanggungjawaban keuangan pada tahun 2018, setelah lebih dari sepuluh tahun. Herannya lagi, katanya, gereja IRC tidak memiliki uang, sebab istri dialah yang selama ini berkontribusi besar kepada gereja, termasuk mencari dana pembangunan gereja. “Kalau tidak ada, apa yang mau dipertanggungjawabkan?” kata Milva Riosa Siregar. Bahkan, menurutnya, tidak ada manajemen dalam gereja, termasuk pengangkatan bendahara tidak jelas. Pernah satu kali akan dibuat laporan keuangan, tetapi pada saat itu, kata Guntur, Asaf Marpaung menolak dibuatkan laporan. “Tidak usah dibuat laporan, nanti Tuhan juga akan tahu,” kata Guntur menirukan ucapan pendeta Asaf Marpaung.
Guntur dan istrinya juga membantah tuduhan bahwa keduanya ingin menguasai aset gereja, karena sejauh ini mereka malah memberikan lebih dari cukup untuk gereja. Gedung gereja, kata mereka berdua, hanya untuk Tuhan. “Sepuluh rupiah pun saya tidak makan uang gereja. Saya melakukannya karena Tuhan,” kata Milva Riosa Siregar. “Demi nama Tuhan Yesus.”
Guntur menimpalinya. “Banyak sekali harta kami. Terlalu kecil itu untuk direbut, marah Tuhan. Kami ikhlaskan itu,” katanya.