EMDEE Skin Clinic Batam (PT Citra Melati Selaras), salah satu klinik kecantikan yang beralamat di Kompleks Ruko Nagoya Hills Blok R3 No J21-22, Lubuk Baja, Batam, Kepulauan Riau, digugat oleh Maria Amelia, mantan karyawan, setelah di-PHK secara sepihak, dan gugatan itu sudah memperoleh putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA). Namun, sejak putusan kasasi Nomor 191/Pts.PHI/V/407 K/Pdt.Sus-PHI/2020 tanggal 13 Mei 2020 lalu, Maria belum memperoleh hak-haknya sesuai putusan tersebut.
Dalam putusan kasasi MA disebutkan bahwa EMDEE Clinic Batam (PT Citra Melati Selaras) diharuskan membayar pesangon untuk Amelia sebesar Rp22.425.000 dan memberikan surat pengalaman kerja serta sertifikat pelatihan yang pernah diikuti oleh Amelia dengan biaya sendiri. Akan tetapi, perusahaan tersebut tidak memenuhinya, dan Amelia menilai perusahaan tempatnya bekerja dulu tidak memiliki iktikad baik dalam penyelesaian perkara ini.
Kuasa hukum Amelia, Sofumboro Laia, mengatakan perkara hubungan industrial antara Amelia dengan pihak manajemen EMDEE Skin Clinic Batam terjadi pada tahun 2017, dan berproses mulai dari perundingan bipartit, tripartit di Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Tanjungpinang, hingga gugatan kasasi ke MA yang dimenangkan oleh Amelia.
“Sebelumnya Amelia bekerja sebagai marketing. Pada tanggal 27 November 2017, klien kami di-PHK oleh pihak manajemen dengan alasan telah melakukan pelanggaran, namun hak-hak normatifnya sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak diberikan,” Sofumboro Laia kepada HMStimes.com saat ditemui pada 10 Agustus 2020.
Sofumboro menjelaskan, setelah kejadian PHK tersebut, kliennya berusaha meminta haknya sesuai aturan yang ada, termasuk sertifikat yang belum diserahkan oleh pihak manajemen dari kegiatan pelatihan yang digelar oleh perusahaan pusat (EMDEE Skin Clinic) di Surabaya, dan diikuti oleh Amelia dengan biaya pribadi secara sistem potong gaji. Namun, karena tidak menerima hak-haknya itu, Amelia melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Batam dan berujung pada putusan MA.
“Harusnya perusahaan legawa. Perusahaan sekelas itu [EMDEE Skin Clinic] tidak punya hati nurani untuk membayar pesangon yang merupakan hak mantan karyawannya. Sudah jelas putusan MA sudah ada, perusahaannya kalah, kasasinya ditolak. Harusnya perusahaan langsung bayar setelah ada pemberitahuan salinan putusan MA. Tidak perlu harus aanmaning [surat teguran] dari pengadilan, sebab nilainya tidak besar, hanya Rp22 juta. Semestinya urusan pesangon dan dokumen tidak perlu sampai di pengadilan. Harusnya bisa selesai di tingkat mediasi. Di sini kelihatan egoisme pengusaha,” katanya.
HMStimes.com berusaha mengonfirmasi perihal putusan kasasi MA itu kepada EMDEE Skin Clinic Cabang Batam. Riyawati selaku manajer di sana tidak mau berkomentar dan mengarahkan HMS ke penasihat hukum mereka. “Benar kasus ini ada dan sudah di Mahkamah Agung. Pastinya masing-masing pihak diwakili oleh pengacara. Perusahaan sudah tidak ada sangkut pautnya lagi, masing-masing sudah punya pengacara. Amelia juga punya pengacara, artinya sudah urusan pengacara,” kata Riyawati.
Suasa Ginting, kuasa hukum PT Citra Melati Selaras, mengatakan putusan MA itu sudah keluar, tetapi pihak perusahaan belum mendapat salinannya. “Benar bahwa dari informasi yang kami dapat dari kuasa hukum saudari Maria Amelia, putusan kasasi dari Mahkamah Agung itu sudah dikirim ke para pihak dari Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, tetapi sampai hari ini kita belum menerima salinan putusan itu,” kata Ginting kepada HMS.
Suasa Ginting menambahkan bahwa pihaknya akan kooperatif dan mengikuti aturan hukum yang ada. Menurutnya, kliennya akan melaksanakan putusan hukum tersebut jika salinan putusan telah diterimanya. “Kalau nanti salinan itu kami terima, dan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang nanti akan mengeluarkan surat, memerintahkan kepada kami agar ini dibayarkan, ketika ini ada, pasti kita bayarkan,” ucapnya.