Seorang ayah di Kecamatan Sagulung, Kota Batam, Kepulauan Riau, memerkosa anak gadisnya sendiri yang masih berumur 16 tahun. Laku biadab itu dilakukan si ayah setelah keduanya terpisah selama 13 tahun.
Ibu kandung korban (34), yang masih berada di Yogyakarta, terdengar begitu mendalam meratapi nasib putrinya. Dalam wawancara HMStimes.com dengan ibu korban melalui telepon, 17 September 2020, dia tak habis pikir dengan kelakuan mantan suaminya yang tega memerkosa putri tunggal dari pernikahan mereka.
Ibu dan ayah kandung si korban menikah pada tahun 2003, dan kemudian bercerai tahun 2010. “Saya sama ayahnya dari tahun 2007 sudah pisah rumah. Ayahnya itu suami pertama saya. Ketika awal berpisah, putri saya masih umur 3 tahun dan langsung dibawa sama ayahnya,” kata ibunya bercerita, kemudian permisi kepada HMS untuk melakukan wawancara sambil menidurkan dua anaknya, berumur satu tahun dan enam tahun, dari pernikahan keduanya. “Saya sudah menikah lagi dengan suami kedua dari tahun 2011. Sekarang kami tinggal di Yogyakarta,” katanya.
Dia bercerai dari suami pertama karena tidak tahan menerima perlakuan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Mantan suami yang dia kenal sangat ramah pada saat masa-masa pacaran itu baru kelihatan punya sikap temperamental setelah menikah. “Nakalnya itu suka mukulin saya. Kalau main perempuan setahu saya tidak ada. Minum-minum [alkohol] pun hanya di luar rumah. Waktu itu memang berapa kali coba rujuk, tapi bapaknya ulang-ulang terus [melakukan KDRT]. Orangnya begitu, tetapi sama putri saya itu dulunya sayang banget,” katanya.
Sewaktu mantan suaminya pergi merantau ke Batam tahun 2008, korban tidak diperbolehkan tinggal bersama dengan ibunya, tetapi tinggal di rumah kakeknya, orang tua pelaku.
Korban lahir dan menghabiskan seluruh masa-masa kecilnya sampai masa remaja di Kulon Progo, Yogyakarta. “Dia tinggal bersama kakek neneknya. Umur 3 tahun sudah ditinggal sama bapaknya. Di sana satu rumah itu ramai orang, rumahnya tidak terlalu besar. Yang tinggal di sana ada omnya [adik ayah korban] yang sudah punya istri dan anak,” kata ibu korban.
Akan tetapi, walaupun tinggal di daerah yang sama, dia mengaku sulit bertemu dengan anak gadisnya itu. Untuk sekadar melihat wajah putrinya, dia hanya diizinkan beberapa kali saja dalam setahun. “Saya itu kalau mau ketemu anak harus mondar-mandir jalan ke rumah mbahnya. Cuma lewat saja, tidak mampir. Nanti misal anak kebetulan lagi main di luar rumah, barulah bisa lihat. Kalau tidak begitu, jangan harap,” katanya.
Dulu dia berpikir putrinya pasti akan baik-baik saja kalau tinggal bersama dengan keluarga mantan suaminya itu. “Pernah saya beranikan dulu ke sana [rumah mertua], tetapi anak selalu diumpetin, tidak pernah bertemu. Susah, Mas. Jadi, saya tidak tahu apa yang terjadi kepada anak saya,” katanya.
Dalam beberapa kali pertemuan, anaknya tidak pernah bercerita kepada ibunya tentang kesulitan apa yang dia alami semasa tinggal bersama kakek dan neneknya. Korban berperilaku biasa dan terlihat seolah-olah selalu gembira. Tidak ada wajah sedih. “Anak saya itu di sekolah selalu juara. Dia humoris juga. Dia itu selow [kalem] anaknya, dan temannya banyak,” katanya.
Setelah putrinya lulus SMP pada tahun 2020 ini, tiba-tiba mantan suaminya, yang sudah lama tidak berbicara dengannya, langsung menghubunginya. Ayah si korban itu mengaku sudah teramat rindu dan ingin segera membawa putri semata wayang mereka pindah ke Kota Batam untuk tinggal bersama dengannya. “Empat bulan lalu tiba-tiba ayahnya hubungi saya. Dia bilang kalau dirinya sekarang sudah ada di Batam, sudah punya istri lagi dan bekerja di bengkel kapal,” ujar ibu korban kepada HMS.
Mantan suaminya itu meminta dia segera memberikan ongkos tiket pesawat kepada korban supaya dapat melanjutkan pendidikan SMA di Batam. “Sebagai gantinya, semua biaya keperluan sekolah, dirinya yang tanggung,” kata ibu korban.
Dia mengiakan permintaan itu karena mendengar mantan suaminya, yang dulunya hanya menjadi pemain sepak bola kelas kampung, sekarang sudah memiliki pekerjaan tetap di Batam. Kemudian dia menghubungi putrinya. “Saya tanyakan, ‘Kamu yakin mau tinggal sama Ayah?’ Terus dia jawab yakin,” katanya.
Karena merasa anaknya sudah beranjak dewasa, dia pun setuju dan memberi nasihat. “Saya bilang jangan lupa salat. Rajin belajar dan jangan aneh-aneh. Saya pinjam uang Rp1,5 juta buat ongkosnya. Sekitar Rp700 ribu untuk ongkos, sisanya untuk rapid test dan bagasi. Anak saya baru sekali itu naik pesawat,” katanya. Namun, dia lupa tanggal berapa putrinya berangkat ke Batam.
Kata dia, sesampainya di Batam, korban masih sempat mengabari perihal aktivitasnya sehari-hari melalui pesan singkat. Tidak ada hal yang aneh, dan sang ibu juga tidak khawatir.
Perlakuan keji mantan suaminya terhadap putrinya itu baru dia ketahui pada 15 September 2020, ketika anaknya menelepon dia pada tengah malam sambil menangis-nangis minta segera dibawa pulang ke Yogyakarta. Malam itu putrinya mengatakan dirinya telah diperkosa oleh ayah kandungnya di Batam. “Saya langsung syok. Saya kaget bukan kepalang mendengar ceritanya. Saya hubungi nomor bapaknya, tapi tidak aktif,” katanya.
“Bu, saya takut, saya mau pulang,” katanya menirukan ucapan korban.
“Berulang-ulang dia bilang mau pulang. Saya panik. Terus saya tanya pelan-pelan ada apa. Barulah dia cerita. Ayahnya itu mabuk, lalu seperti itulah, Mas. Tidak sanggup saya bilangnya,” katanya, terdengar mulai terisak menahan tangis. “Hancur perasaan saya, tersambar petir rasanya. Gimana ya bilangnya. Biasanya saya melihat seperti itu cuma di berita-berita, sekarang saya malah ngerasain sendiri. Anak saya sendiri yang ngerasain. Sakit hati saya, Mas, perih,” katanya.
Dalam percakapan malam itu semua kejadian kelam yang dialami anak gadisnya terkuak. Korban mengaku kepada ibunya bahwa sebenarnya dia juga diperkosa oleh kakeknya ketika masih tinggal di Yogyakarta. Dia diperkosa berulang-ulang dari tiga tahun yang lalu. Karena itulah sebenarnya korban mau pindah ke Batam untuk tinggal bersama dengan ayahnya.
“Saya benar-benar hancur mendengarnya. Kakeknya sendiri, loh, ya ampun,” kata ibu korban.
Sampai sekarang dia belum menghubungi mantan mertuanya itu, karena dia masih sedang berunding dengan keluarga soal langkah hukum apa yang akan diambil. Yang terutama dia menginginkan masalah anaknya di Batam selesai terlebih dahulu. Dia sedang berupaya mencari ongkos untuk membawa anaknya pulang ke Yogyakarta agar bisa tinggal kembali bersama dengan dirinya. “Saya sama sekali tidak punya biaya untuk menyusulnya ke Batam,” katanya.
Ketika HMS bertanya apa pendapatnya tentang mantan suaminya yang saat ini sudah mendekam di Mapolsek Sagulung, Batam, ibu korban terisak-isak mengatakan, “Saya berharap dia … sebenarnya ini tidak pernah menjadi bagian dari doa untuk bapaknya yang pernah saya ucapkan, Mas. Saya kayak ada rasa sakit. Saya tidak pernah berkesempatan merawat dia. Menyesal saya membiarkan anak ke Batam, merasa ‘ngasih ikan ke kucing.’ Bapaknya janjikan mau nyekolahin, 13 tahun tidak bertemu, tidak pernah mengirim uang. Kemarin saya pikir mungkin bapaknya ingin menebus kesalahannya, ternyata malah seperti ini. Sudah diperlakukan keji oleh kakeknya, ini sama ayahnya juga. Sakit rasanya, Mas.”