Seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun memukul temannya yang berusia 15 tahun dan berujung dengan kematian. Kasus di Batam, Kepulauan Riau, ini bermula dari korban yang merundung pelaku, yang bertubuh gemuk, dengan sebutan “gajah.”
HMStimes.com mewawancarai ayah pelaku di Kawasan Batu Ampar, 17 Agustus 2020 lalu. Dia menceritakan kronologi pemukulan yang dilakukan anaknya terhadap korban, 8 Agustus 2020, hingga akhirnya meninggal dunia.
Menurut cerita yang dia dengar dari anaknya dan beberapa saksi, anaknya itu dirundung oleh korban dengan ejekan “gajah” saat korban bertemu dengan pelaku sehari sebelum kejadian pemukulan. Kala itu korban membantu perangkat RT dan RW setempat untuk membagikan sembako kepada warga. Setelah itu, ketika korban mendatangi musala untuk menjalankan salat Magrib, dia kembali bertemu dengan pelaku. Entah bagaimana awalnya, pelaku menumbuk pipi korban. Saat itu takada gejala apa pun yang dirasakan korban hingga ia pulang ke rumahnya.
“Selepas isya, anak saya pulang dan bilang ke mamaknya, ‘Mak, tadi Adek mukul anak orang.’ ‘Kenapa Adek pukul? Pukul apa? Jangan main pukul-pukul, Nak. Kasih tahu saja,’ kata mamaknya. Kami orang tua ini, biasalah. Entah pukul apa, kami cuek saja karena tidak mengerti. Pelaku bilang [pukul] di pipi. Kami enggak open, tidak terpikir ke sana. Kalau dia [pelaku] bilang korban dalam bahaya, pastilah kami ke sana,” kata ayah pelaku.
Setelah korban pulang ke rumah, korban mengalami muntah-muntah. Awalnya ayah korban mengira anaknya masuk angin. Akan tetapi, lama-kelamaan kondisi korban makin parah hingga sempat kejang-kejang. Korban pun langsung dibawa ke Rumah Sakit Budi Kemuliaan. Kondisi korban makin memburuk, hilang kesadaran, hingga dirawat di ruang ICU. “Besoknya, sekitar jam 11.00 siang, dokter tanya ke orang tuanya, ada enggak korban ini jatuh atau kena benturan. Awalnya takada yang tahu, karena korban sempat bilang ke kawan-kawannya agar tak kasih tahu mak dan bapaknya, takut dia kena marah. Setelah kondisi parah, barulah kawannya bilang ke mamaknya korban kalau korban ini kena pukul. Ada abang angkat saya datang ke rumah dengan muka pucat, bilang bahwa korban koma. Saya langsung kaget dan bergetar. Mamaknya pun langsung lemas,” kata ayah pelaku.
Setelah mengetahui anaknya melakukan kekerasan dan menyebabkan korban mengalami koma, keluarga pelaku mendatangi keluarga korban dan membesuk korban di rumah sakit. Keluarga pelaku memberikan uang santunan kepada keluarga korban untuk membantu biaya pengobatan. “Kami jumpai orang tuanya, bagaimana jalan keluarnya. Saya peluk dia. Saya bilang masalah ini semua tidak tahu, tapi tetap tanggung jawab, karena [pelaku] anak kita. Orang tuanya masih nangis. Setelah itu, kami ada uang [hasil] pinjam, kami serahkan ke orang tua korban untuk membantu. Pas itu bagus, menerima enak, dicatat juga di buku, disaksikan banyak orang, ada Pak RT. Normal, bagus, sudah tidak nangis. Orang tua korban berterima kasih. Lepas setengah jam, [keluarga pelaku] pulang, peluk-peluk, baik, tidak ada menyakiti. Menyampaikan bantuan dengan hormat. Itu setelah anak saya dilaporkan ke Polsek Batu Ampar. Orang tua korban tidak mau damai. Malamnya keluarga korban ada bilang kekurangan biaya. Di situlah baru bisa kami temui dan ngasih bantuan,” ujar ayah pelaku.
Saat proses diversi, upaya penyelesaian perkara anak di luar peradilan pidana, di Mapolsek Batu Ampar, ayah korban datang bersama dengan paman korban. Ayah korban ingin menempuh jalur hukum sebagai pembelajaran. Paman korban meminta agar keluarga pelaku bertanggung jawab, dan jalur hukum tetap berjalan. Akhirnya, 11 Agustus 2020 malam, pelaku dibawa ke Mapolsek Batu Ampar untuk ditahan.
Sebelum dibawa polisi, pelaku sempat mengobrol dengan orang tuanya. “Saya bilang ke anak saya, ‘Kenapa Adek tumbuk? Kenapa tidak sentil telinga?’ ‘Sakit hati, Yah, saya di-bully terus.’ Entah siapa-siapa orang bilang, ‘Gajah! Gajah!’ Dia memang gemuk. Main sekitar sini saja dengan anak-anak kecil itu, enggak ada main ke mana-mana. [Pada] 29 Agustus ini [usianya] baru 16 tahun. Otak ada, tapi pikiran takada. Belum ada terasa malunya, masih jiwa anak-anak. Bayangkan saja, kalau dia mau mandi, dia buka semua baju sampai celananya di dapur, barulah dia masuk ke kamar mandi. Takada rasa malunya. Dia sudah sering di-bully dan jadi sasaran bully,” kata ayah pelaku.
Sebelum peristiwa pemukulan itu, pelaku sudah sering mengeluh kepada orang tuanya bahwa dirinya kerap diledek dengan sebutan “gajah” karena tubuhnya yang sangat besar, dengan bobot lebih dari 100 kg. Namun, kendati badannya besar, dia masih memiliki karakter kekanak-kanakan. Sehari-hari dia selalu bermain dengan anak-anak yang usianya lebih muda darinya. Dia termasuk anak yang patuh kepada orang tua, rajin sekolah, salat, dan mengaji. Dia tidak pandai berkelahi dan tidak pernah berkeliaran ke mana-mana. “Kalau dia main HP, badannya ditimpa-timpa anak-anak kecil itu, dia takpeduli,” kata ayahnya.
Saat ini ayah pelaku hanya mampu berharap agar keluarga korban mau berdamai. “Ada informasi rumah mau dibakar, jadi pihak yang berwajib suruh kami menghindar dulu. Itu setelah korban meninggal, suasana memanas. Beberapa hari ini saya tidur di tempat adik, pagi pulang. Tapi kami berharap, kalau bisa, damailah. Kalau memang tidak bisa damai, yang terbaiklah untuk anak saya, soalnya dia masih sekolah, baru masuk SMK. Semoga ada jalan keluarnya, kami pasti bertanggung jawab. Kami tidak menghindari kenyataan. Tapi kalau memang bisa segera selesai dan anak saya bebas, saya berencana masukkan dia ke pondok pesantren. Semoga orang tuanya bisa memaafkan dan berdamai, karena memang anak saya itu anak baik,” ucap ayah pelaku.
Pada 25 Agustus 2020, HMStimes.com menemui ayah korban untuk wawancara di kawasan Batu Ampar, Batam. Dia mengaku akan tetap menempuh jalur hukum meskipun keluarga pelaku beriktikad baik untuk bertanggung jawab atas biaya pengobatan korban selama dirawat di rumah sakit hingga akhirnya meninggal dunia pada 14 Agustus 2020. Hal ini sebagai bentuk keadilan bagi putranya, anak semata wayang yang sangat disayanginya. “Dari awal, sejak anak saya kritis, saya berusaha memayungi hukum anak saya. Waktu itu saya tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bagi anak saya. Sekarang anak saya sudah meninggal, maka anak saya sudah terpayungi hukum, dan saya akan terus mencari keadilan sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar ayah korban, yang ditemui di rumahnya.
Dia bercerita tentang hari nahas terjadinya pemukulan. Siang hari itu dia membawa putranya ke sebuah acara yang digelar temannya. Sore harinya korban berpamitan untuk pergi ke masjid guna menjalankan salat, dan korban kembali setelah isya. “Kayak biasa, enggak ada apa-apa. Habis makan, dia tidur-tiduran di sini. Tiba-tiba dia muntah. Saya pikir dia masuk angin. Saya kerokin dia. Sudah selesai, dia tiduran lagi. Tapi muntah-muntah lagi sampai akhirnya dia kejang. Langsung saya bawa ke rumah sakit,” katanya.
Saat korban tiba di rumah sakit, dokter mengatakan bahwa tingkat kesadaran korban sudah menurun. Akhirnya korban dinyatakan koma dan dirawat di ruang ICU. Pada waktu itu keluarga korban sempat ditanyai oleh dokter apakah korban memiliki riwayat jatuh atau terbentur di bagian kepala. Namun, karena tidak mengetahui kejadian pemukulan itu, keluarga mengatakan bahwa kondisi awal anaknya baik-baik saja dan tidak ada riwayat jatuh ataupun terbentur. “Mungkin pas dia [pelaku] numbuk itu, kena bagian leher belakang ini. Karena bagian vital mungkin, makanya anak saya jadi begitu. Dan memang badan pelaku ini besar sekali, jari-jarinya saja besar. Anak saya ini kecil badannya, cuma tinggi,” ujar ayah korban.
Dia sendiri tidak mengetahui pasti alasan pelaku memukul anaknya. Dari cerita warga yang dia dengar, anaknya sempat mengejek pelaku dengan sebutan “gajah.” Kendati demikian, anaknya sudah berusaha minta maaf kepada pelaku. “Katanya anak saya ngejek dia, gajah-gajah, gitu. Anak saya sudah minta maaf, cuma dia enggak terima. Namanya anak-anak, biasalah ngejek-ngejek gitu. Tapi, anak saya tetap dipukul,” kata ayah korban.
Menurut ayah korban, anaknya itu baik dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Di tempatnya tinggal, sang anak kerap membantu warga yang tengah memiliki acara pesta. “Angkat piring kosonglah, atur kursilah. Kalau ada orang kemalangan, meninggal dunia, dia juga sering bantu. Kadang ada orang ujung sana lewat, bawa tentengan berat, dia bantu bawakan dan diantar sampai rumahnya sana. Saya lihatin dari jauh sambil senyum-senyum. Dalam hati saya ucap, ‘Alhamdulillah, anak saya jadi anak yang baik, peduli sama orang lain. Semoga dia tetap begitu sampai dewasa.’ Itu pikir saya,” katanya.
Akan tetapi, apa hendak dikata, korban telah meninggal dunia setelah beberapa hari berjuang di ruang ICU. Dia telah dimakamkan di TPU yang tak jauh dari rumahnya. Kepergian korban meninggalkan luka dan duka bagi keluarga, teman, dan gurunya. Bahkan, salah seorang guru korban rela mendampingi korban sejak menjalani perawatan di rumah sakit hingga meninggal dunia dan proses autopsi.
Perihal informasi bahwa keluarganya sempat melakukan intimidasi terhadap keluarga pelaku, ayah korban membantah. Namun, dia tak menampik bahwa hingga saat ini dia masih enggan bertemu dengan keluarga pelaku. “Saya bukan enggak mau. Siapa yang tidak emosi, anak kita digituin sampai meninggal. Makanya saya bilang, enggak usah ketemu saya dulu, karena saya masih kebawa emosi. Takutnya nanti saya berbuat hal-hal yang tidak diinginkan. Bukan saya tidak mau baik dengan keluarga pelaku. Kami kenal baik dengan mereka karena satu kampung juga. Tapi memang saya bilang, nanti dululah, biar saya tenang dulu,” ujar ayah korban, yang sering mendatangi kuburan anaknya itu.
Tentang proses hukum dalam kasus pemukulan yang berujung dengan kematian ini, Kapolsek Batu Ampar, AKP Nendra Madya Tias, mengatakan prosesnya sudah masuk tahap penyidikan, yaitu pemeriksaan saksi-saksi dan kelengkapan berkas perkara. Katanya, pelaku masih diamankan.
Menurut Kapolsek, dalam kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana harus dilakukan diversi sesuai dengan ketentuan undang-undang. “Namun, untuk kasus ini, diversi tidak menemukan titik temu atau kesepakatan antara keluarga sehingga perkara tetap dilanjutkan ke proses penyidikan lebih lanjut,” kata Nendra kepada HMS melalui pesan singkat, 28 Agustus 2020.