Majelis hakim di Pengadilan Negeri Batam marah kepada jaksa penuntut umum (JPU) saat berlangsungnya sidang pemeriksaan saksi, 3 November 2020, yang dilaksanakan secara virtual. Jaksa, kuasa hukum terdakwa, dan para saksi berada di gedung Kejaksaan Negeri Batam, sedangkan terdakwa berinisial RK berada di tahanan Polsek Sagulung.
Ketika saksi tengah bicara, memberikan keterangan kepada majelis hakim, suaranya sama sekali tidak terdengar oleh majelis hakim yang berada di ruang sidang Pengadilan Negeri Batam.
“Saudara saksi lahir di Sagulung, Kota Batam, 14 Januari 1994, beragama Kristen, belum ada pekerjaan, dan alamat tinggal Buana Impian. Betul, Saudara Saksi?” ucap ketua majelis hakim, David Sitorus, yang didampingi oleh hakim anggota Hendri Agustian dan Yona Lamerosa Ketaren.
Dengan sigap saksi Jonedi Silalahi menjawab pertanyaan hakim David Sitorus. Namun, saat mengucapkan jawaban itu, Jonedi tidak mendapatkan mikrofon sehingga suaranya tidak terdengar sama sekali oleh majelis hakim di ruang persidangan.
Hal tersebut membuat David Sitorus terlihat kesal. “Jaksa, kasih dulu mikrofon kepada saksi itu biar kedengaran suaranya. Bilang sama kajari kalian supaya disediakan mikrofon sepuluh sehingga setiap saksi punya mikrofon satu orang satu,” kata David.
Terlihat dengan jelas melalui layar besar di Pengadilan Negeri Batam bahwa di ruang sidang para jaksa terdapat satu unit mikrofon. Untuk memperlancar dan melanjutkan persidangan, mikrofon tersebut dipakai secara bergantian oleh dua saksi, yaitu Anggiat Febrianto Silalahi dan Jonedi Silalahi, kuasa hukum terdakwa, yaitu Mangara Sijabat, dan JPU Samuel Pangaribuan.
Mengenai pernyataan hakim David Sitorus soal permintaan 10 mikrofon itu, HMS mewawancarai Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri Batam, Novriadi Andra, di ruang kerjanya pada 3 November 2020. “Memang maunya hakim banyak-banyak ya mikrofon? Memang dipikir itu home teather butuh mikrofon banyak-banyak?” kata Novriadi.
Menurut dia, “Tidak mungkin kita siapkan 10 mikrofon sementara laptop hanya satu supaya bisa setiap saksi dapat satu mikrofon untuk bersidang. Kalau nanti jadi 10 unit dipasangkan sementara teknologi laptop hanya 1 unit saja maka mungkin 10 mikrofon tidak berfungsi atau tidak menghasilkan suara. Artinya itu sama saja tidak berguna. Jadi, bicaralah yang wajar-wajar saja.” (Joni Pandiangan, calon reporter HMS)