Gedung mentereng Queen Victoria Imperium berdiri tegak di Jalan Imperium Superblok, Taman Baloi, Kecamatan Batam Kota, Kota Madya Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Apartemen yang beralih fungsi hotel ini menjadi pilihan sebagian orang yang berkunjung ke Kota Batam sebagai tempat bermalam. Imperium berpromosi lewat media online untuk menggaet para pengunjung hotel. Traveloka, misalnya, menawarkan harga penginapan hotel Queen Victoria Imperium dengan tarif bervariasi.
Sejumlah penyimpangan di Imperium terkuak, yang bermula dari gaji petugas sekuriti yang tidak dibayar oleh Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP), yang berafiliasi dengan PT Sinar Geliga Bestari (PT SGB) selama tiga bulan. PT Sastra Aryatama Security Service sebagai BUJP dan PT SGB sebagai pengelola Queen Victoria Imperium. Seiring dengan berjalannya waktu, imbas penyimpangan di Imperium semakin meluas. Tak hanya masalah gaji karyawan sekuriti, tetapi juga masalah kontrak kerja, BPJS, tunjangan hari raya, dan masalah kepemilikan izin. “User yang belum membayar, makanya kita telat membayar gaji sekuriti,” kata Sumarno Gareng, Direktur Utama PT Sastra Aryatama Security Service, kepada HMStimes.com, 5 Juni 2020.
Iteng, Direktur Utama PT SGB, mengundang HMStimes.com ke kantornya di Ruko The Capital Superblok Imperium Blok B Nomor 51/52, Taman Baloi, Kecamatan Batam Kota, untuk memberikan klarifikasi terkait dugaan penyimpangan yang ditemukan HMS di Imperium. Ia memberikan klarifikasi melalui telepon. “Sudah lima bulan saya di Jakarta. Saya tidak bisa terbang ke Batam sekarang karena corona,” kata Iteng membuka percakapannya, 5 Juni 2020.
Berdalih apartemen banyak yang kosong karena tidak laku, Iteng mengalihfungsikan apartemennya menjadi hotel. Ia menyebutnya “hotel coba-coba,” yang hasilnya dipakai untuk menggaji karyawan, membayar listrik, air, dan jasa pengamanan. “Mem-PHK-kan karyawan, berdosa saya. Saya nombok terus. Maka saya coba bikin hotel,” kata Iteng.
Pada awalnya bicaranya bersahabat. Ia mengucapkan kata-katanya dengan pelan. Namun, sesudah dirinya panjang lebar curhat ke sana kemari tentang Imperium, gaya bicaranya langsung berubah setelah HMStimes.com bertanya berapa jumlah keseluruhan karyawan di Imperium. Sontak Iteng mengatakan, “Kamu bukan jaksa, kamu bukan pengacara. Saya tidak mau menjawab.” Ia berkata tidak takut sama dinas-dinas di Kota Batam apabila kemudian dinas menanyai dirinya tentang masalah di Imperium. “Bila perlu, panggil, panggil! Sekalian wali kota bila perlu. Saya tidak takut,” kata Iteng.
Tujuh hari setelah itu, 12 Juni 2020, PT Sastra Aryatama Security Service mengundurkan diri. Dewi, HRD PT SGB, datang untuk memperlihatkan surat pengunduran diri jasa pengamanan itu. “Saya disuruh Pak Iteng untuk menunjukkan surat pengunduran diri PT Sastra ini. Itu saja,” kata Dewi sambil menyerahkan selembar surat kepada HMStimes.com.
Apartemen Queen Victoria Imperium beroperasi sejak tahun 2004. Semenjak sebilangan penyimpangan mencuat, instansi-instansi terkait pun saling berbalas tudingan, bukti betapa karut-marutnya pengawasan di Imperium selama belasan tahun. Para pejabat instansi itu tidak bisa menunjukkan data-data Imperium secara terperinci. Bila dikonfirmasi, setiap instansi cenderung mengarahkan ke instansi lain yang dianggap lebih dominan untuk mengurusi masalah Imperium. Antarinstansi tampak saling melontarkan tanggung jawab.
Misalnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batam menyelimpat di balik izin yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Batam. “Tidak boleh. Alih fungsi tidak boleh semuanya,” kata Ardiwinata, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam, 10 Juni 2020.
Ia tidak menampik pengawasan jasa usaha wisata ada di instansinya. Tetapi, katanya, awal pemeriksaan Disbudpar harus dilihat dari perizinan yang diterbitkan DPMPTSP. Manakala izin itu tidak sesuai dengan usaha yang dijalankan pengusaha, barulah Disbudpar akan melakukan pengawasan.
Ditanya soal apartemen Imperium, yang sebagian unitnya itu berubah menjadi hotel, Ardiwinata mengatakan, “Nanti kita cek.” Dijelaskannya, pengecekan di Pemkot Batam lazimnya dilakukan menurut tim yang di dalamnya ada Satpol PP, DPMPTSP, Bina Marga, Cipta Karya, dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam. Kendati demikian, ia mengatakan Disbudpar kerap melantaskan pengawasan di Imperium, tetapi ia tidak melafalkan pengawasan apa yang pernah dilakukan dan pelanggaran apa yang pernah ditemukan Disbudpar dari bangunan yang berdiri di lahan seluas kira-kira 15 hektare itu.
Verbian, Kepala Bidang Promosi, Data, dan Informasi DPMPTSP Batam, menafikan pernyataan Ardiwinata. DPMPTSP, kata Verbian, hanya memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin, bukan pengawasan. “Sesuai dengan Peraturan Wali Kota Batam Nomor 23 Tahun 2019, Disbudpar tidak harus menunggu izin dari PTSP untuk melakukan pengontrolan,” kata Verbian, 19 Juni 2020.
Sebagaimana termaktub dalam Peraturan Wali Kota Nomor 23 Tahun 2019, tentang Pengawasan dan Pembinaan pasal 7 ayat 1, Dinas Pariwisata melakukan pengawasan atas kegiatan pariwisata yang dilakukan oleh orang, wisatawan, dan pelaku usaha pariwisata yang mempunyai potensi menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat luas.
“Pegangan PTSP hanya Perwako 23 itu,” kata Ridwan Nur Salatsa, Kasi Perizinan DPMPTSP, kepada HMStimes.com, 22 Juli 2020. DPMPTSP hanya sebagai aspek administrasi dan perizinan, tetapi untuk mengontrol unjuk kerja apartemen Imperium, ada dalam kendali pengawas organisasi perangkat daerah (OPD) teknis, yakni Disbudpar Kota Batam.
Verbian bahkan baru kali itu mendengar nama PT SGB sebagai pengelola bangunan tinggi Imperium. “Ketika mereka tidak ada izin, tim pengawasan Pariwisata itu hendaknya melaporkan ke kita, ‘Ini tidak sesuai nih,’” kata Verbian.
Seketika, dari salah satu ruangan, seorang staf DPMPTSP menghampiri Verbian dan memberitahukan bahwa PT SGB tidak terdaftar di sistem mereka. “Tidak ada ditemukan di sistem, Bu,” kata Verbian kemudian.
Setelah mendengar keterangan dari instansi DPMPTSP, HMStimes.com kembali menyambangi kantor Disbudpar. Sayangnya, Ardiwinata tidak berada di kantornya. Ardiwinata tidak merespons ketika HMS hendak mengonfirmasi ulang tahapan apa yang telah dilakukan Disbudpar sebagai pengawas, setelah penyimpangan di Imperium tersampaikan kepadanya. Dari informasi yang dihimpun HMStimes.com, sejak alih fungsi apartemen Imperium menjadi hotel mencuat, Disbudpar bersama tim pengawas yang ia sebutkan akan turun mengecek belum memperlihatkan diri di Imperium.
Dari aspek ketenagakerjaan, PT SGB teledor memperlakukan karyawannya, seperti mem-PHK-kan karyawannya tanpa pesangon, tidak mengikutsertakan karyawannya sebagai peserta BPJS, dan tidak membuat perjanjian kontrak kerja dengan karyawannya. Kesemuanya itu sudah lama beroperasi tanpa pengawasan instansi terkait terhadap Imperium.
Akan hal itu, Budi Sudianto, Kepala Pengawas Dinas Tenaga Kerja Batam, mengatakan bahwa sanksi hukum bagi pengusaha dalam mempekerjakan karyawannya diatur dalam Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor dari perusahaan pelaku usaha. Persis seperti yang disampaikan oleh Verbian, Budi Sudianto juga baru kali itu mendengar nama PT SGB. “Perusahaan atas nama PT Sinar Geliga Bestari belum pernah melapor,” kata Budi Sudianto.
Setiap pengusaha yang mempekerjakan karyawan dan menjalankan perusahaan, baik itu milik perseorangan, persekutuan, atau badan hukum, kata Budi Sudianto pada 11 Juni 2020, wajib melaporkan ketenagakerjaan di dalam perusahaan tersebut selambat-lambatnya dalam jangka 30 hari setelah didirikan.
Ironinya, kontribusi yang diberikan Imperium ke pemerintah daerah pun simpang siur. Iteng pernah menyebutkan bahwa PT SGB selalu membayar pajak ke pemerintah daerah. Guna memastikan pajak atas nama PT SGB itu, HMSTimes.com menghampiri kantor Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD), 24 Juni 2020. Ayu Rahma, Kasubdit Pendataan dan Pendaftaran Kota Batam, membenarkan bahwa PT SGB selalu membayar pajak. Pada konfirmasi pertama, Ayu Rahma mengatakan bahwa pajak yang dibayarkan Imperium adalah pajak apartemen. Namun, pada konfirmasi kedua, Ayu Rahma mengatakan bahwa pajak yang dibayarkan oleh PT SGB adalah pajak lahan.
Sebelumnya, Ayu Rahma pernah mengatakan bahwa PT SGB selalu membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) meski tidak dijelaskan secara mendetail pajak PBB apa yang dibayarkan PT SGB. Tetapi, ketika HMSTimes.com mengatakan baru saja media ini mendapat keterangan dari DPMPTSP bahwa perusahaan atas nama PT SGB tidak terdaftar di perizinan dan izin mendirikan bangunan (IMB) pun tidak ada, Ayu Rahma terlihat bingung. Menyoal PT SGB yang tidak memiliki izin, Ayu Rahma hanya mengatakan itu ranah DPMPTSP.
Faktanya di lapangan, selain menyediakan apartemen, Queen Victoria Imperium juga beroperasi sebagai hotel coba-coba kurang lebih 3 tahun. “BP2RD akan memberikan sanksi jika satu perusahaan telah terdaftar tetapi tidak membayar pajak,” kata Ayu Rahma.
Menyorotoi masalah Imperium, 5 Juni 2020, Muhammad Mansur, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batam, mengatakan bila difungsikan sebagai hotel seharusnya Imperium memenuhi berbagai persyaratan terlebih dahulu. Ia menyesalkan pengembang ataupun pihak developer membuat apartemen yang tidak laku beralih fungsi menjadi hotel tanpa prosedur perhotelan. Pasalnya, kehadiran hotel tanpa izin ini menjadi ancaman bagi dunia perhotelan di Kota Batam.
Muhammad Mansur mengimbau agar Pemerintah Kota Batam bertindak tegas akan hal ini. “Karena dengan adanya penyalahgunaan fungsi akan berdampak pada persaingan antarhotel di Kota Batam, seperti persaingan tidak sehat yang justru akan merugikan Kota Batam dari segi pendapatan asli daerah,” kata Muhammad Mansur.
Menjelang berita ini diterbitkan, Disbudpar sangat sulit dikonfirmasi. Berulang kali dihubungi melalui seluler, Ardiwinata tidak bersedia mengangkatnya. Demikian juga dengan pesan WhatsApp, Ardiwinata hanya membacanya tanpa membalas pertanyaan yang diajukan HMStimes.com.
Sampai saat ini aktivitas hotel coba-coba Queen Victoria Imperium masih terus berjalan. Pengawasan yang tidak efektif serta pembiaran terhadap sejumlah masalah di Imperium berpotensi merugikan pendapatan asli daerah Kota Batam dan menjadi preseden buruk bagi dunia perhotelan di Kota Batam.