Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), merupakan salah satu kabupaten dengan sejuta pesona. Kabupaten yang sebagian besar wilayahnya merupakan lautan ini memiliki delapan warisan geologi, yakni Pulau Setanau di Desa Sabang Mawang, Kecamatan Pulau Tiga; Pulau Akar di Desa Cemaga, Kecamatan Bunguran Selatan; Batu Kasah di Desa Cemaga Tengah, Kecamatan Bunguran Selatan; Objek Wisata Senubing di Kelurahan Ranai, Kecamatan Bunguran Timur; Pulau Senua di Desa Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur; Pantai Tanjung Datuk di Teluk Buton, Kecamatan Bunguran Utara, yang di sana terdapat batuan sedimen; Gua Kamak di Desa Pengadah, Kecamatan Bunguran Timur Laut; serta Pulau Sedanau, yang terletak di wilayah administratif Kecamatan Bunguran Barat.
Pulau Sedanau memiliki kehidupan masyarakat yang sangat harmonis, berlatar belakang keragaman adat istiadat, budaya, dan agama, yang hidup berdampingan dengan aman dan damai. Pulau ini juga memiliki segudang potensi alam yang menjadi daya tarik bagi pengunjungnya. Salah satunya keberadaan keramba-keramba ikan yang ada di lingkungan rumah-rumah warga. Keramba yang berjumlah 500 petak lebih ini merupakan tempat penangkaran ikan-ikan, seperti ikan napoleon, ikan kerapu, lobster, yang dibudidayakan oleh masyarakat setempat.
Marzuki, salah seorang tokoh pemuda yang juga merupakan putra daerah Natuna, mengatakan ikan napoleon merupakan salah satu kebanggan masyarakat Natuna. Ikan napoleon merupakan ikan karang berukuran besar yang hanya dijumpai di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Bagi masyarakat Natuna, keberadaan ikan napoleon merupakan suatu anugerah tersendiri. Masyarakat Natuna tidak mengonsumsi ikan ini, karena harganya yang sangat mahal. Harganya yang mahal ini jugalah yang membuat sebagian masyarakat Natuna lebih tertarik untuk menjualnya. “Jika hasil tangkapan di laut atau saat pembudidayaan, [ikan] dalam keadaan mati, baru ikan tersebut dikonsumsi. Prioritas dibudidayakan untuk dijual, diekspor keluar negeri. Pemasaran ekspor ikan napoleon memiliki nilai jual tinggi di Hongkong,” kata Marzuki kepada HMStimes.com, 17 Agustus 2020.
Marzuki, yang juga menjabat Ketua Komisi II DPRD Natuna, mengatakan ikan napoleon yang bisa dijual saat ini hanyalah yang memiliki bobot sekitar satu hingga tiga kilogram. Jika bobotnya melebihi itu, maka ikan itu akan dimanfaatkan untuk pembibitan. Ikan ini juga selalu menjadi daya tarik bagi para penyelam ketika menikmati wisata alam bawah laut Kabupaten Natuna. Selain itu, ikan napoleon juga menjadi salah satu wisata kuliner andalan yang ada di Natuna. Para wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Natuna juga diperbolehkan untuk melihat secara langsung tempat pembudidayaan ikan napoleon, dan menikmati masakan olahannya dengan bumbu khas racikan masyarakat Natuna. Juru masak di restoran-restoran di Pulau Sedanau sangat ahli mengolah kuliner berbahan baku ikan napoleon. “Biasanya dikukus dengan resep rempah-rempah lokal,” kata Marzuki.
Hal senada disampaikan Basarudin, salah seorang pembudi daya ikan napoleon, yang memiliki 40 keramba. Ia mengaku siap melayani turis lokal maupun mancanegara yang ingin membeli ikan napoleon untuk langsung diolah menjadi masakan yang lezat. “Alhamdulillah, dengan usaha budi daya ikan napoleon, bisa memberikan penghasilan tambahan selain melaut, memancing ikan tuna dan kerapu,” katanya. Basarudin juga mengatakan budi daya ikan napoleon dapat dilakukan dengan pembibitan yang bisa diperoleh dari nelayan-nelayan yang khusus mencari bibit dengan harga Rp180 ribu untuk ukuran bibit lima hingga sepuluh sentimeter.
Budi daya ikan napoleon ini terletak di Pulau Sedanau, yang lokasinya cukup jauh dari Kota Ranai. Lokasi ini dapat ditempuh dengan speedboat. Biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan laut ini tidak mahal, dan pengusaha speedboat juga menyediakan kelengkapan keselamatan selama perjalanan, seperti life jacket, sehingga jarak antara Kota Ranai dan Pulau Sedanau yang cukup jauh bukan halangan untuk dapat menikmati salah satu pesona Geopark Nasional, status yang disandang Kabupaten Natuna, yang diberikan oleh Komite Nasional Geopark Indonesia pada 29 November 2018 lalu.
Geopark Nasional ini merupakan salah satu harapan anak bangsa untuk kemajuan sektor pariwisata Kabupaten Natuna, apalagi Kabupaten Natuna merupakan salah satu kabupaten yang istimewa di Kepulauan Riau, karena berbatasan langsung dengan tujuh negara, yakni Tiongkok, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Tak heran, Natuna menjadi salah satu destinasi wisata bagi wisawatan mancanegara sehingga Pemerintah Kabupaten Natuna terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan bagi para wisman yang berkunjung ke Natuna, seperti mempersiapkan tenaga ahli di bidang pariwisata melalui pelatihan pemandu wisatawan mancanegara yang telah diselenggarakan belum lama ini.
Sejalan dengan itu, pembangunan infrastruktur pada sektor pariwisata (Geopark Natuna), mendapat dukungan yang terus mengalir dari SKK Migas melalui penyaluran dana corporate social responsibility (CSR) terhadap Geopark Nasional agar dapat menjadi Geopark UNESCO. Pjs Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut, Haryanto Safri, mengatakan konsep penyaluran dana CSR mengedepankan prinsip tanggung jawab perusahaan untuk membantu pemerintah mewujudkan kesejahteraan ekonomi masyarakat di lingkungan operasional. “Hingga saat ini SKK Migas telah membantu pemerintah dalam pengembangan Geopark Nasional, seperti sosialisasi Geopark, pengembangan fasilitas umum, pembangunan land mark, dan pemasangan rambu-rambu Geopark,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Natuna, Hardinansyah. Menurutnya, Geopark “Taman bumi” Natuna yang memiliki aspek warisan geologi (geoheritage), keragaman geologi (geodiversity), keanekaragaman hayati (biodiversity), dan keragaman budaya (cultural diversity) akan dikelola untuk keperluan konservasi, edukasi, dan pembangunan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan dengan keterlibatan aktif dari masyarakat dan pemerintah daerah sehingga dapat digunakan untuk menumbuhkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap bumi dan lingkungan sekitarnya. “Pemerintah optimis untuk mewujudkan Natuna sebagai destinasi surga wisata masa depan, yang nantinya dapat dinikmati ratusan tahun yang akan datang, dengan upaya terus membenahi fasilitas-fasilitas, proses, dan progres melalui koordinasi bersama semua pihak, serta lintas sektoral pusat dan daerah,” ujarnya.