Langit tampak mendung di atas tumpukan sampah di area tempat pembuangan akhir (TPA) Telaga Punggur di Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau, 3 November 2020, ketika seorang perempuan dengan keranjang besar di punggungnya berjalan pelan melewati lumpur menuju kerumunan pemulung, dan menunggu truk sampah memuntahkan muatannya.
Dengan cekatan para pemulung mengayunkan ganco, alat utama yang digunakan untuk mengais rezeki sehari-hari. Lengan mereka tak henti-hentinya memilah tumpukan sampah menggunakan benda yang mirip kail besar tersebut. Sementara bau busuk menusuk indra pencium, truk sampah hilir mudik berdatangan sedari pagi. Truk-truk itu menurunkan sampah yang diangkut dari seluruh kawasan di Kota Batam.
Bagi pemulung di TPA Telaga Punggur, sampah adalah benda yang bernilai ekonomis. Mereka bisa menjual botol plastik kepada pengepul seharga Rp2.500 per kilogram. Kantong kresek kotor dihargai Rp700 per kilogram, sedangkan jika masih bersih, harganya Rp1.000.
Dengan mengais sampah, mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan, menurut Sukojo, seorang petugas yang menjaga kawasan TPA Telaga Punggur, para pemulung di sana juga sering mendapat rezeki nomplok. Katanya, pernah seorang bernama Budi Ompong menemukan perhiasan emas di balik tumpukan sampah yang harganya ditaksir Rp15 juta.
“Kadang ada nemu mayat kayak kemarin, kadang emas kayak si Budi. Uang juga sering nemu di sana. Tiap hari pasti ada saja, sepuluh ribu, dua puluh ribu, sampai seratus ribu. Kayak mencari mutiara dalam tumpukan sampah. Ini bagus jadi judul berita Abang,” kata Sukojo sambil tertawa kepada HMS. Pemulung di TPA Telaga Punggur juga sering menemukan benda-benda berharga lainnya, seperti power bank yang masih bagus, dan alat pencukur kumis yang masih berfungsi utuh.
Menurut Sukojo, terdapat sekitar 400 orang pemulung di sana, yang rata-rata berasal dari kawasan kaveling di Punggur dan dari ruli yang didirikan di sekitar wilayah pinggiran TPA. “Dari pagi jam 6 mereka sudah datang ke sini. Hampir semua kenal dengan saya,” katanya.
Meski masyarakat kerap menyematkan stigma buruk terhadap aktivitas pemulung, “Bagi aku, yang penting halal. Aku, kan, tidak mengemis,” kata Erni, seorang pemulung sampah.
Selain berpotensi menemukan mutiara di balik tumpukan sampah, nyatanya mengais rezeki di kawasan TPA Telaga Punggur juga berbahaya. Pada November 2017 silam, contohnya, kawasan itu longsor dan seorang perempuan tewas tertimbun tumpukan sampah. Pada 2019 lalu TPA tersebut selama lima hari dikepung asap karena kebakaran.
Faisal Novrieco, Kepala Bidang Persampahan di Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, mengatakan kepada HMS bahwa sepanjang masa Covid-19 ini, tepatnya Januari hingga Agustus 2020, volume sampah di Batam menurun 30 persen hingga 40 persen.