Setelah dituntut dengan hukuman satu tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU), terdakwa pencurian dengan kekerasan berinisial MK merasa senang sehingga dia tersenyum simpul dalam persidangan secara virtual, 19 Oktober 2020, yang digelar di Pengadilan Negeri Batam, Kepulauan Riau.
JPU Karya So Immanuel melalui jaksa pengganti Nurhasaniati mengatakan terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan. “Perbuatan terdakwa telah melanggar pasal 365 Ayat (1) KUHPidana,” kata Nurhasaniati dalam persidangan di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Batam, yaitu Taufik Hidayat Nainggolan, Yona Lamerosa Ketaren, dan Dwi Nuramanu.
Nurhasaniati mengatakan terdakwa dituntut dengan hukuman penjara selama satu tahun. Begitu mendengar tuntutan yang disampaikan oleh jaksa, terdakwa langsung tersenyum bahagia.
“Saudara terdakwa, ada permohonan sebab dituntut oleh jaksa selama satu tahun penjara?” tanya hakim Taufik Hidayat Nainggolan.
“Izin, Yang Mulia, saya mohon keringanan. Saya sebagai tulang punggung keluarga,” kata terdakwa.
“Bagaimana menurut JPU? Apakah tetap pada tuntutannya?” tanya Taufik Hidayat Nainggolan sebelum menutup persidangan.
“Tetap pada tuntutan, Yang Mulia,” jawab Nurhasaniati.
Taufik Hidayat Nainggolan langsung menutup persidangan dengan mengetuk palu. Namun, dengan tiba-tiba JPU Nurhasaniati berteriak bahwa tuntutan yang tadi diucapkannya ternyata salah, dan dia pun meralatnya.
“Dua tahun enam bulan penjara tuntutannya, Yang Mulia. Itu yang benar tuntutannya, Yang Mulia,” kata Nurhasaniati.
Mengenai tuntutan jaksa yang salah baca itu, HMS mewawancarai Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Batam, Novriadi Andra, pada Rabu, 21 Oktober 2020, di kantornya. “Awalnya jaksa pengganti Nurhasaniati salah membaca tuntutan, tetapi langsung dilakukan renvoi,” kata Novriadi.
Menurut Novriadi, kesalahan pembacaan tuntutan itu terjadi karena Nurhasaniati dalam kondisi tidak sehat pada saat berlangsungnya sidang di PN Batam. Nurhasaniati sedang sakit tifus, kata Novriadi, maka wajar salah membaca. “Beliau tidak ada berniat untuk melakukan pelanggaran aturan. Bicara KUHAP, pembacaan tuntutan tidak boleh lebih satu kali,” katanya.
Menurut praktisi hukum Isfandir Hutasoit, tuntutan yang dibacakan oleh JPU dalam persidangan sebelum ditutup oleh majelis hakim merupakan tuntutan sebenarnya. “Jadi majelis hakim Pengadilan Negeri Batam yang menyidangkan perkara tersebut harus bertolak dari tuntutan jaksa dalam persidangan sebelum ditutup. Kalau awalnya dituntut satu tahun lalu diubah jaksa, setelah majelis hakim menutup persidangan, menjadi dua tahun enam bulan penjara, maka tidak berlaku,” kata Isfandir kepada HMS di Pengadilan Negeri Batam, Kamis, 22 Oktober 2020.
Isfandir menyebutkan hukum tidak boleh dipermainkan dengan alasan bisa dilakukan renvoi. “Kalau mau renvoi, harus ada kesepakatan bersama. Seandainya tidak ada kesepakatan bersama maka jaksa yang bersangkutan bisa dituntut atau digugat dan dilaporkan,” katanya.
Mengenai alasan pihak Kejaksaan Negeri Batam bahwa jaksa yang salah baca itu lagi dalam kondisi sakit, Isfandir mengatakan, “Harus dibuktikan jaksa bersangkutan sedang sakit hari itu. Jika benar-benar tidak sehat, seharusnya jangan menerima perkara tersebut.”
Isfandir Hutasoit meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Batam untuk memutuskan perkara tersebut berdasarkan tuntutan JPU yang pertama kali, yaitu satu tahun penjara, bukan dua tahun enam bulan penjara. (Joni Pandiangan, calon reporter HMS)