Epi Elpilarosa (27), mantan karyawati PT Racer Technology Batam di Kawasan Industri Hijrah, Batam Center, Kota Batam, Kepulauan Riau, mengakui perselisihan hubungan industrial antara dirinya dengan pihak perusahaan belum selesai. Bahkan, kasusnya sudah sampai ke tahap tripartit, perundingan yang dimediasi oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, setelah perundingan bipartit, perundingan antara perusahaan dan karyawan, tidak membuahkan hasil. “Belum selesai. Nanti juga mau ke Disnaker pada 3 Agustus,” katanya kepada HMStimes.com via telepon seluler, 18 Juli 2020.
Sebelumnya Epi menyampaikan perselisihan hubungan industrial antara dia dengan perusahaan berawal ketika mandornya bernama Suwarsih mengetahui dia sedang hamil. Hari itu juga, 14 Mei 2020, Epi dipanggil ke kantor lalu disuruh membuat surat pengunduran diri yang dipandu oleh Ilham, rekan satu kerjanya, untuk membuat surat tersebut.
Epi mengakui terpaksa membuat surat pengunduran diri karena desakan pihak manajemen, padahal dia tidak ada niat untuk mengundurkan diri dari perusahaan.
Senyawan Harefa, yang akrab dipanggil Wawan, dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Nasional selaku pendamping Epi mengatakan, “Selain disuruh mengundurkan diri, hak-hak normatifnya sesuai Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang seharusnya ia terima, juga diabaikan perusahaan, termasuk sisa gajinya mulai tanggal 26 April 2020 sampai 13 Mei 2020, tunjangan hari raya, dan ijazahnya yang belum dikembalikan tanpa alasan yang jelas.”
Menurut Wawan, alasan pihak perusahaan menyuruh kliennya untuk mengundurkan diri karena hamil sangat bertentangan dengan Pasal 153 poin e UU No 13 Tahun 2003. “Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya,” ucapnya kepada HMStimes.com.
Wawan mengatakan setelah tiga kali mengadakan bipartit dengan pihak manajemen perusahaan, dan mereka tidak setuju memberikan hak normatif kliennya, dia memilih melanjutkan laporan kliennya ke Dinas Tenaga Kerja Kota Batam untuk dimediasi. Dia menunjukkan bukti tanda terima surat panggilan dari Dinas Tenaga Kerja Kota Batam kepada perusahaan yang diterima dan ditandatangani oleh satpam.
Dia menambahkan, kliennya mengakui telah mendapatkan bukti slip pembayaran tunjangan hari raya tahun 2020 yang dikirim oleh pihak perusahaan via email pada tanggal 8 Juni 2020, tetapi uangnya tidak ada masuk ke rekening Epi.
Ketika HMStimes.com mendatangi perusahaan itu pada Jumat, 17 Juli 2020, untuk konfirmasi, satpam perusahaan menanyakan tujuan kedatangan HMStimes.com. Kemudian Endri selaku komandan satpam PT Racer Technology Batam masuk ke gedung perusahaan. Berselang lima menit, Endri keluar dan menyampaikan pesan manajemen kepada HMStimes.com bahwa masalah tersebut sudah beres. “Pihak manajemen sudah mengatakan itu sudah selesai, kok, sudah ditangani. Itu saja katanya,” ucap Endri menirukan omongan pihak manajemen.
Mochamat Mustofa, anggota Komisi IV DPRD Kota Batam, mengatakan tindakan pihak manajemen PT Racer Technology Batam sangat bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “Di-PHK karena hamil itu tidak boleh. Tidak ada satu pasal pun di Undang-Undang Nomor 13 yang menyatakan bahwa orang hamil dilarang bekerja walaupun di masa kontrak dilarang hamil. Kontrak pun dilarang mengandung satu item yang melanggar pasal UU yang di atasnya,” katanya kepada HMStimes.com di ruang Fraksi PKS DPRD Kota Batam, 30 Juni 2020.
Terkait penahanan ijazah Epi Elpilarosa oleh pihak manajemen PT Racer Technology Batam, Mustofa mengatakan hal itu tidak diperkenankan. “Ijazah tidak boleh ditahan. Dokumen-dokumen negara yang berhubungan dengan pribadi seseorang, contoh akta kelahiran, surat nikah, itu tidak bisa dijaminkan karena dokumen itu tidak bisa dinilai harganya. Berbeda halnya dengan BPKB,” kata Mustofa.
Aldrien S.P., analis di Pallugada Group Consulting HRD, yang berkantor di Jakarta menanggapi kasus yang dialami oleh Epi. Menurut dia, kalau perusahaan melakukan penahanan ijazah, ini berarti telah terjadi kegagalan dalam sistem proses rekrutmen dan sistem employee retention, dan hal ini tentu bisa menjadi preseden buruk dalam aplikasi hukum ketenagakerjaan. “Saya mendorong pekerja membuat laporan polisi terkait penggelapan, laporan ke Kanwil Kementerian Hukum dan HAM, rapat dengar pendapat dengan DPRD,” katanya kepada HMS.
Matias Juni Ladopurap, praktisi hukum di Law Center Institute, Jakarta, mengatakan penahanan ijazah oleh perusahaan merupakan perbuatan melanggar hukum. “Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak ada secara khusus yang membolehkan perusahaan menahan surat-surat berharga milik karyawan. Kalau perusahaan nekat, artinya itu perbuatan melanggar hukum dan dapat digugat melalui pengadilan negeri. Perlu dipertanyakan kepentingan perusahaan menahan ijazah karyawan tersebut sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan kerja antara karyawan dengan pihak PT Racer,” kata Matias kepada HMStimes.com.
Zalfriman, pengawas Bidang Pengawasan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Kepri, mengatakan orang hamil dan orang sakit tidak bisa di-PHK. Makanya ada cuti hamil dan cuti melahirkan, katanya kepada HMS via telepon seluler, 20 Juli 2020.
Ketika ditanya terkait tindakan yang akan diambil pengawasan, Zalfriman menyampaikan bahwa Disnaker akan menegur perusahaan tersebut berdasarkan undang-undang. “Kita periksa, kita follow up nanti dengan melakukan pemeriksaan ke lapangan. Kalau memang terbukti nanti ada unsur pemaksaan, ada pidananya. Tapi jika akibat ketidaktahuan mereka, ya kita suruh pekerjakan kembali,” katanya.