Ronald Panjaitan pergi ke SD Yayasan Theresia di MKGR, Blok Kekeluargaan, Nomor 26 Kibing, Batu Aji, Batam, Kepulauan Riau, untuk mengambil buku anaknya. “Istri saya lagi di kampung, di Siantar, jadi saya yang mengambil buku anakku,” kata Ronald Panjaitan. Ia baru kali itu berurusan dengan sekolah Theresia. Sejak anak pertama, kedua, dan ketiganya bersekolah, istrinyalah yang selalu terlibat dengan kegiatan sekolah anaknya.
Hujan mulai turun, kemudian Ronald Panjaitan bersama orang tua lainnya yang kebetulan sudah berada di tempat itu bergegas mencari tempat perteduhan. “Namanya kehujanan, kita asal lari saja mencari tempat berteduh,” katanya. Kurang lebih 30 orang tua murid nimbrung, mencari tempat perteduhan ke salah satu ruangan kelas.
Kepada HMStimes.com warga Kampung Gentawa, Buliang, Kecamatan Batu Aji, itu berkisah bahwa seorang petugas sekuriti yang sudah berumur di atas 40 tahun menghampiri mereka ke ruangan kelas dan menyuruh para orang tua yang ada di dalam ruang kelas itu untuk membubarkan diri dan keluar. Karena hari masih hujan, lalu ia meminta pengertian sekuriti, “Ini masih hujan deras, sebentar lagi kami keluar.”
Berdalih tidak ada kegiatan untuk berkumpul di sekolah dari pihak yayasan, sekuriti itu bersikeras untuk menyuruh mereka keluar dari ruangan kelas. “Karena adanya guru kurang lebih 6 orang di situ, makanya kami berteduh di situ,” kata Ronald Panjaitan. “Tidak boleh ada di sini, tidak boleh ada rapat-rapat di sini, kata sekuriti tua itu sama kami,” kata Ronald Panjaitan.
Mendengar hardikan sekuriti, beberapa orang guru yang ada di ruangan itu pun langsung beranjak ke luar satu per satu. Suasana menjadi kisruh setelah Ronald mengucapkan, “Kok, kejam kali kalian, memaksa kami orang tua keluar. Hari masih hujan.” Menurut penjelasan Ronald, sekuriti langsung memukulnya dan tangan sekuriti mengenai mata pelipisnya setelah dirinya menyebut sekuriti itu kejam tak berpengertian. Dari orang tua murid yang hadir, kebetulan hanya dia sendiri laki-laki pada waktu itu. Suara ibu-ibu di ruangan itu meletus otomatis begitu melihat sekuriti tiba-tiba memukul Ronald Panjaitan.
Sesaat setelah dirinya terkena pukulan, ia sengaja membiarkan dirinya dipukul lagi. Pasalnya, ia berencana melaporkan tindakan sekuriti tersebut kepada pihak kepolisian. Memang niat ibu-ibu hendak melerai waktu itu, kata Ronald Panjaitan, tetapi posisi Ronald yang sudah terpegang ibu-ibu menjadikan ia tak bebas bergerak untuk melakukan perlawanan, dan kesempatan itu dipergunakan sekuriti untuk terus menyerang dirinya.
Seorang sekuriti lainnya, Benedictus Emiliano (23), datang dari arah pintu gerbang sekolah menghampiri mereka. “Tetapi ikut membantu temannya untuk memukul saya, langsung menendang perut saya,” kata Ronald Panjaitan. Kemudian ada guru menyerukan kepadanya, “Keluarlah kita, Ito.” Dalam pergumulan dua lawan satu, meskipun posisinya dalam keadaan terjepit, akhirnya ia berupaya melawan dan membela diri terhadap pukulan kedua orang sekuriti.
Setelah itu Ronald Panjaitan ditemani tiga orang tua murid langsung melaju ke Rumah Sakit Graha Hermin di Batu Aji. Namun, pihak rumah sakit menyarankan kepada Ronald untuk meminta surat rekomendasi terlebih dahulu dari pihak kepolisian setempat bila ingin membikin visum di rumah sakit itu. Akhirnya, sekitar pukul 10.00, Ronald dan temannya mendatangi kantor Polsek Batu Aji.
Pertama sekali ia mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Batu Aji. Sesudah dirinya dibawa ke salah satu ruangan, seorang polisi mengatakan kepadanya, “Kami sudah tahu itu,” tatkala Ronald menjelaskan niatnya hendak membuat laporan atas perlakuan dua orang sekuriti terhadap dirinya. Lalu Ronald meminta surat rekomendasi untuk membuat visum di Rumah Sakit Hermina, tetapi polisi mengatakan, “Tidak bisa, tunggulah dulu dimediasi.”
Merasa tidak puas dengan pelayanan anggota polsek tersebut, di hadapan si polisi, Ronald sempat menelepon salah satu keluarganya. “Paman, saya mau membuat laporan di Polsek Batu Aji, tetapi laporan saya belum diterima,” katanya. Belum selesai berbicara dengan pamannya, kata dia, polisi itu meminta telepon tersebut dari Ronald dan berkata, “Sini, nanti lain laporanmu.”
Polisi tersebut mengatakan kepada Ronald agar dimediasi dulu, sebab membuat laporan itu mudah. Sebaliknya, Ronald mengatakan ia hendak melapor dulu dan menginginkan surat rekomendasi dari kepolisian untuk membuat visum.
Ronald akhirnya membuat pengaduan di Polresta Barelang, didampingi beberapa orang tua murid. Jajaran kepolisian unit III SPKT Polresta Barelang langsung menerima dan memproses laporannya. “Saya divisum, dan hasil visum nanti akan diambil pihak kepolisian,” kata Ronald.
Andri Kurniawan, Kasat Reskrim Polresta Barelang, membenarkan laporan Ronald atas tindak pidana pengeroyokan. “Benar diterima laporannya. Saat ini masih proses lidik. Kami kabari perkembangan selanjutnya,” katanya kepada HMS, 13 Juli 2020.
Tak berselang lama, pada hari yang sama, petugas sekuriti Benedictus dibawa ke kantor Polsek Batu Aji. “Saya dijemput oleh petugas kepolisian ke kantor polisi dan perangkat RT,” kata Benedictus, yang berusia 23 tahun itu. Dia dijemput bukan karena diamankan, tetapi untuk membuat laporan pengaduan di Polsek Batu Aji. Ditanya mengapa polisi mendatanginya untuk membuat laporan, Benedictus mengatakan tidak tahu.
Berbeda dengan penuturan Ronald, Benedictus mengatakan bahwa saat perkelahian mereka itu hujan belum turun. Tetapi ia sengaja mendatangi Ronald, sebab ia sudah mengenali Ronald sebagai provokator. Dalam pandangannya, kata Benedictus, Ronald adalah seorang provokator yang kerap membuat onar dan memimpin aksi demo ke sekolah. Di matanya, Ronald adalah pembuat keributan jika datang ke sekolah. Ia membeberkan, sebagai sekuriti sekolah, ia pernah mendatangkan Babinkamtibnas hanya untuk mengamankan demo yang dipimpin oleh Ronald.
“Saya bertanya halus duluan, ‘Bapak keperluannya apa? Siapa mau ditemui?’” tanya Benedictus. Lalu Ronald menjawab, “Kau diam saja dulu. Kau tidak usah ikut campur. Sekarang aku memang belum mau bikin ribut. Tapi sebentar lagi aku akan bikin ribut!” Selepas itu, Benedictus langsung menjauh sambil berjaga-jaga dan berjalan menuju pintu gerbang, sedangkan Ronald menuju ke ruangan kelas, dan hari mulai hujan.
Sesampai di pintu gerbang, Benedictus menceritakan kepada rekannya perihal percakapan yang baru saja dilontarkan Ronald terhadapnya. Lalu rekannya pergi menuju ruangan kelas tempat Ronald berkumpul dengan para orang tua murid. Sekuriti itu menegur dan membubarkan kumpulan orang tua tersebut, karena tempat itu bukan tempat berkumpul orang tua. Tak terima dengan kedatangan petugas sekuriti sekolah itu, Ronald langsung berdiri sembari mendorong meja dan mengucapkan, “Apa kapasitasmu di sini?” Menurut Benedictus, Ronald terlebih dahulu memukul rekannya. Dirinya juga terkena pukulan ketika melerai Ronald dan rekannya.
Leonora Kudubun, pemilik Yayasan Theresia, tidak menanggapi HMStimes.com yang menanyakan masalah ini lewat telepon dan pesan WhatsApp kepadanya.
Kapolsek Batu Aji, Kompol Jun Chaidir, mengatakan kepada HMS pada 27 Juli 2020 bahwa prosedur mediasi bisa saja dilakukan kepolisian. Tentang Ronald Panjaitan yang sempat mendatangi Polsek Batu Aji untuk membuat laporan, Jun Chaidir mengatakan, ia baru mendengar hal itu. Kemudian ia menyarankan HMStimes.com menemui Kanit Reskrim Polsek Batu Aji, Iptu Thetio, yang sudah menangani kasus laporan Benedictus.
Thetio mengatakan kepada HMS, Polsek Batu Aji tidak pernah menolak laporan masyarakat dan di mana pun masyarakat dapat melapor. “Di polsek, polres, bahkan polda, itu hak masyarakat,” kata Thetio. Menurutnya, pelapor tetap memiliki hak untuk melanjutkan laporannya secara hukum ketika pelapor tidak bersedia untuk dimediasi dengan pihak yang dilaporkan.
Tentang polisi yang menjemput Benedictus dari kediamannya untuk membuat laporan di Polsek Batu Aji malam itu, spontan seorang polisi yang kebetulan tidak jauh berdiri dari Thetio mengatakan, “Malam itu sekuriti itu melapor ditemani oleh pihak yayasan, bukan polisi.”