Seorang warga di Kecamatan Bengkong, Batam, Kepulauan Riau, dinyatakan positif terpapar Covid-19 pada 30 September 2020 dan menjadi pasien nomor 1615. Namun, ibunya mengatakan ada banyak kejanggalan terkait dengan pemeriksaan uji usap tenggorokan, atau swab, serta penetapan anaknya menjadi pasien Covid-19.
Ibu dari pasien nomor 1615 itu mengatakan, sebelum anaknya mengalami demam pada pertengahan September 2020, si ibu lebih dulu mengalami demam. “Beda satu hari saja, tapi saya duluan,” katanya dalam wawancara dengan HMStimes.com, Rabu, 7 Oktober 2020.
Dia mengatakan anaknya memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat dan diberi obat demam ringan serta vitamin. Kemudian pada 28 September 2020 anaknya kembali bekerja karena merasa sudah sembuh. Namun, sesampainya di tempat kerja, anaknya justru diminta untuk pulang karena hasil pemeriksaan suhu tubuhnya mencapai 37 derajat Celcius. “Karena disuruh pulang, jadinya dia memeriksakan diri ke puskesmas. Di sana dia langsung disuruh swab ke Rumah Sakit Awal Bros,” katanya.
Hasil swab anaknya keluar pada 30 September 2020 dengan hasil positif Covid-19. Anaknya lantas mempersiapkan kelengkapan diri untuk segera dikarantina di tempat yang bakal ditentukan oleh Dinas Kesehatan Kota Batam. Namun, penjemputan anaknya tidak ada. Anaknya baru dikarantina di Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Galang pada 1 Oktober 2020. “Itu juga tidak dijemput petugas atau ambulans. Anak saya diantar bapaknya ke puskesmas, karena info dari dokter yang memeriksa di Awal Bros, dia harus sudah ada di puskesmas sebelum jam satu siang. Tidak ada yang menjemputnya ke rumah,” ujarnya.
Ia mengaku heran dengan hal tersebut. Kejanggalan-kejanggalan lain pun masih dialaminya sejak pengumuman hasil swab anaknya. Contohnya, semenjak anaknya dibawa ke RSKI Galang, tidak ada satu pun petugas kesehatan yang memeriksa keluarganya. Hanya dia sendiri yang pergi melakukan swab di RS Awal Bros atas rekomendasi puskesmas. Padahal, rumahnya dihuni oleh lima orang, yakni dirinya, suaminya, dan ketiga anaknya.
Kejanggalan lain, katanya, hasil swab anaknya juga tidak diberitahukan kepada pihak keluarga. Hasil swab dirinya pun tidak kunjung keluar meski sudah enam hari berlalu sejak ia melakukan uji usap tenggorokan. “Suami saya tidak diperiksa sama sekali. Padahal dialah yang menemani anak saya mulai dari berobat, tes swab, sampai mengantarnya ke puskesmas sebelum dikarantina di RSKI Galang,” kata si ibu.
Hal lainnya yang sangat janggal adalah tidak ada petugas yang datang menyemprot rumahnya dengan cairan disinfektan seperti lazimnya terjadi di daerah lain ketika ada anggota keluarga yang positif Covid-19.
Sekarang dia hanya berdiam diri di rumah dan keluar sesekali saja, dan berharap agar keluarganya bisa terus hidup sehat. Dia juga mengatakan anaknya memberi kabar setiap hari dari RSKI Galang bahwa anaknya itu masih “tetap sehat” di sana.
Meli, tetangga pasien nomor 1615, mengaku khawatir dengan minimnya tindakan dari pemerintah dalam kasus pasien Covid-19 ini, apalagi rumah Meli hanya berjarak tiga meter dari rumah pasien 1615. “Di sini tiap rumah itu jaraknya dekat. Jadi, kalau ada temuan corona, pasti penyebarannya cepat terjadi. Itu yang kami khawatirkan,” katanya kepada HMS. Saking padatnya daerah permukiman di sana, muncul anekdot “salah buka pintu, dapur orang.”
“Dia [pasien nomor 1615] itu sudah dinyatakan positif Covid, tapi kenapa keluarganya tidak ikut dibawa untuk dikarantina? Dari kemarin sampai sekarang pun takada orang puskesmas yang datang memeriksa mereka atau menyemprot disinfektan,” katanya.
Keadaan itu bertolak belakang dengan apa yang dialami kakak kandung Meli. Dia bercerita, menjelang Iduladha lalu, kakaknya hendak berangkat ke luar kota. Namun, keinginan itu tertunda lantaran hasil rapid test kakaknya “reaktif.” Kakaknya pun harus dikarantina selama sepuluh hari di RSKI Galang.
“Padahal itu rapid test yang sekarang sudah tidak bisa lagi dipakai sebagai acuan pasien positif Covid-19. Nah, ini [pasien 1615] hasil swab-nya positif Covid-19, tapi penanganannya kok seperti ini?” ujar Meli.
Menurut dia, penanganan yang lamban itulah yang membuat sebagian tetangga di sana akhirnya bersikap cuek dan mengabaikan protokol kesehatan. Bahkan, dia sendiri sudah mulai membiarkan anak-anaknya keluar rumah.
“Sekarang warga sudah mulai beraktivitas normal saja, bahkan beberapa tidak mengenakan masker. Tentu masyarakat tidak bisa disalahkan. Lah, aksi dari pemerintah yang harus punya tanggung jawab saja tidak ada kok,” katanya.
Ketua RW yang menaungi rumah pasien nomor 1615 mengatakan kepada HMS bahwa dirinya langsung memanggil seluruh ketua RT dan menggelar rapat saat mendapat informasi bahwa salah satu warganya terpapar Covid-19. “Yang dibahas ada beberapa hal. Saya sempat ingin menutup akses jalan dari dan menuju ke rumah yang bersangkutan. Tapi niat itu diurungkan karena khawatir akan menimbulkan kesan mengucilkan keluarganya,” katanya.
Ia juga mempertanyakan apakah Tim Gugus Tugas Covid-19 Kota Batam masih ada atau tidak, karena sejak awal kasus pasien 1615 muncul hingga hari ini dirinya tidak tahu harus melakukan penanganan seperti apa. Ia hanya mendapat informasi bahwa ibu dari pasien 1615 itu saja yang menjalani tes swab, dan hasilnya negatif. “Rencananya kemarin, kami dari RT dan RW akan mengumpulkan uang untuk menyemprot disinfektan di rumahnya. Tapi karena hasilnya negatif, ya sudah, tidak jadi,” ujarnya.
Ia mengatakan tidak ada koordinasi dari lurah, camat, atau puskesmas dalam menangani warga dan keluarga pasien yang terpapar Covid-19 di daerahnya itu. Makanya, yang bisa ia lakukan hanyalah berkomunikasi dengan seluruh ketua RT agar rajin mengingatkan warganya mematuhi protokol kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam, Didi Kusmarjadi, membenarkan bahwa hanya ibu dari pasien nomor 1615 yang mendapat tes swab. Hal itu, katanya, sudah sesuai dengan prosedur operasional standar. “Kalau berdasarkan SOP-nya, tes swab hanya dilakukan untuk mereka yang bergejala saja,” katanya kepada HMStimes.com melalui pesan singkat.
Didi tidak menjawab pertanyaan HMS tentang tidak adanya penyemprotan disinfektan di sekitar rumah pasien nomor 1615. Sedangkan mengenai hasil tes swab, dia mengatakan itu memang tidak diberikan kepada pasien ataupun keluarga pasien.