Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti kematian terduga pelaku narkoba, Hendri Alfreed Bakari (38) alias Otong, pada 8 Agustus 2020 lalu, yang diduga mengalami penganiayaan pasca diamankan Satres Narkoba Polresta Barelang, Batam, Kepulauan Riau. KonstraS pun melakukan siaran pers melalui Zoom Meeting dengan mengundang Christy Bakari, selaku perwakilan keluarga Otong.
Dalam video yang disiarkan langsung itu, Christy mengisahkan kronologi penangkapan Otong pada 6 Agustus 2020 lalu. Christy menjelaskan, Otong sempat dibawa kembali ke Belakang Padang, sehari setelah ditangkap. Saat itu, dengan kondisi tangan diborgol, Otong berjalan dengan kepala tertunduk lemas. Dan sekitar pukul 04.00 sore, Otong dibiarkan di atas pompong, saat beberapa anggota polisi menggeledah rumahnya. “Penggeledahan itu bahkan tanpa disertai surat apapun, dan tidak didampingi oleh perangkat RT atau RW,” kata Christy.
Pada saat penggeledahan pun, kata Christy, tidak ada orang di dalam rumah Otong, selain anaknya yang berusia 13 tahun. Tidak lama setelah itu, Amah, istri Otong melihat suaminya yang tertunduk lemas di atas pompong. Menurut Christy, bercak darah telihat jelas di baju Otong yang berwarna putih. Penggeledahan tersebut berlangsung hingga pukul 09.00 malam, tanpa menemukan barang bukti apapun. Setelah itu, Otong dibawa kembali, entah ke mana oleh polisi. Christy menjelaskan, Otong kemudian dibawa kembali ke Belakang Padang sekitar pukul 01.00, Sabtu, 8 Agustus 2020, menuju ke rumah rekannya. Polisi menduga, Otong menyembunyikan narkoba miliknya di rumah rekannya tersebut. “Dari penjelasan warga yang melihat, kondisi Kak Otong saat itu lemas. Bahkan untuk berdiri saja sudah tidak sanggup. Tapi tetap dipaksa jalan sama polisi. Kak Otong bahkan mengaku kehausan dan minta minum ke warga,” kata Christy.
Penggeledahan di rumah rekan Otong pun tidak membuahkan hasil dan polisi memutuskan untuk kembali ke Mapolresta Barelang. Setelah itu, sekitar pukul 11.00 siang, keluarga Otong didatangi beberapa anggota polisi untuk mengabarkan bahwa pihak keluarga sudah bisa menjenguk Otong di Mapolresta Barelang. Bahkan, begerapa perwakilan keluarga diminta untuk membawa baju ganti dan KTP. Sesampainya di Polresta Barelang, keluarga justru menerima kabar duka, yang menyebutkan Otong sudah meninggal dunia sejak pukul 07.00 pagi, dan jenazahnya berada di Rumah Sakit Budi Kemuliaan (RSBK), Seraya. “Jenazah Kak Otong, buat keluarga heran. Kepalanya diperban dan wrapping. Dari paha sampai ujung kaki juga banyak lebam,” kata Christy. Permintaan keluarga untuk melakukan autopsi, kata dia, mendapat sedikit halangan dari polisi. Sebab, pihak keluarga harus mendapatkan persetujuan penyidik Satres Narkoba Polresta Barelang.
Staf hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldy, mengatakan bahwa setidaknya terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan praktik-praktik penyiksaan masih terjadi di Indonesia. Ia berpendapat, praktik-praktik penyiksaan masih kerap dilakukan sebagai bentuk penghukuman atau bentuk balas dendam terhadap para tersangka. “Selain itu, salah satu faktor lainnya, ialah polisi yang terindikasi melakukan penyiksaan, minim diberi sanksi tegas. Sering kali, proses melakukan penghukuman terhadap pelaku penyiksaan hanya berhenti pada proses disiplin atau etik,” kata Andi. Padahal menurutnya, penyiksaan merupakan tindakan kejahatan, dan seharusnya penyidik melakukan pemeriksaan secara pidana terhadap para terduga pelaku dengan dasar hukum. “Kami memandang polisi selama ini belum memiliki komitmen dan kemauan serius dalam menyelesaikan kasus-kasus penyiksaan yang kerap dilakukan anggotanya. Sehingga dapat disimpulkan, Institusi Polri hari ini terkesan melindungi para pelaku penyiksaan dan melanggengkan impunitas,” ucapnya.