Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mempertanyakan sanksi ringan yang diberikan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam atas kasus pembuangan (dumping) limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Rempang Cate, Galang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) beberapa waktu lalu. Menurut Ditjen Gakkum, kasus dumping limbah jenis palm acid oil itu sudah masuk dalam ranah tindak pidana.
“Kami tidak mengerti apa yang menjadi pertimbangan DLH memberikan sanksi administrasi ini. Namun, penerapan sanksi administrasi ini juga harus jelas dan berjalan dengan pengawasan ketat karena kalau dari keseluruhan poin dalam sanksi administrasi tersebut, ada satu poin saja yang dilanggar, maka ada jeratan pidana paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp1 miliar yang bisa langsung dikenakan. Kami akan berkoordinasi dengan DLH, sampai kapan batas sanksi administrasi diberikan dan akan kita lihat, taat atau tidak. Kalau tidak, maka akan kita kenakan pasal 114 UUPLH [Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup],” kata Anton Sardjanto, Kasubdit Penyidikan Pencemaran Ditjen Gakkum KLHK, melalui sambungan telepon, Sabtu, 11 Juli 2020.
Anton menilai, kasus dumping limbah B3 yang berlokasi di Rempang Cate bukan merupakan ranah administrasi lagi. Menurutnya, pelaku pembuangan puluhan ton limbah B3 jenis palm acid oil ini harusnya dapat langsung dijerat dengan pidana dan sanksi denda mencapai Rp3 miliar. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Sedangkan bagi perusahaan penghasil limbah B3 tersebut dapat dikenakan delik formil tindak pidana lingkungan hidup dengan hukuman penjara maksimal tiga tahun dan denda maksimal Rp3 miliar sesuai pasal 102 UUPPLH bila terbukti ikut serta dalam praktek ini.
“Saya tidak tahu itu perusahaannya apa, apakah limbahnya dari perusahaan sendiri, atau orang lain. Tapi kalau dia tidak punya izin pengelolaan, izin dumping tidak ada, izin penyimpanan tidak ada, maka dia harus dikenakan pasal berlapis, pasal 104 dan 102 UUPLH,” ujar Anton.
Azhari Hamid selaku Ketua Komite Peduli Lingkungan Hidup Indonesia (KPLHI) Batam mengatakan, sumber limbah B3 yang ada di lokasi dumping diduga berasal dari PT Musim Mas, sebuah perusahaan pengolahan minyak sawit di Kabil, Nongsa. Hal itu diketahui berdasarkan label dan stiker kemasan yang diperoleh di lokasi dumping. Sementara pengangkut limbah ditengarai dilakukan oleh PT Desa Air Cargo (PT DAC). Tim Penyidik Balai Gakkum KLHK pun diketahui telah meninjau lokasi penimbunan dan pembuangan limbah B3 ini. Peninjauan ini dilakukan pasca sanksi ringan yang diberikan DLH kepada pelaku beberapa waktu lalu dan dalam rangka menindaklanjuti laporan dari KPLHI.
“Tim penyidik Gakkum KLHK telah berada di Batam sejak 7 Juli 2020 lalu dan sudah mendatangi lokasi penimbunan dan pembuangan limbah B3 tersebut. Dari hasil peninjauan, tim penyidik KLHK memutuskan untuk tetap melanjutkan pendalaman terhadap kasus dugaan kejahatan lingkungan itu,” kata Azhari.