Menjelang pemilihan kepala daerah 2020, dua gelar akademik Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, mendadak ramai dibicarakan. Lawan politiknya beranggapan ijazah Rudi aspal, asli tetapi palsu, karena beredar empat ijazah atas nama Rudi dari empat kampus yang berbeda, yakni dua gelar sarjana (S-1) dan dua gelar magister (S-2), semuanya dari jurusan manajemen bisnis.
Sebenarnya HMStimes.com sudah mendapatkan informasi soal ijazah ini sejak 18 Agustus 2020, tetapi beritanya belum bisa diterbitkan pada saat itu karena HMS belum berhasil mewawancarai Rudi. Akhirnya, dalam dua wawancara, pada 29 Agustus 2020 dan 19 September 2020, HMS berkesempatan menanyakannya secara langsung kepada Rudi meskipun dia hanya menjawab singkat.
Pada wawancara pertama, di Alun-Alun Engku Putri Batam, Rudi meminta HMS menanyakan langsung perihal isu tersebut kepada orang yang menyebarkannya. Waktu itu ada beberapa tuduhan lawan politik terhadap Rudi, salah satunya perihal ijazah, yang ditanyakan HMS kepada Rudi. “Kok tanya saya? Tanyalah ke dia bagaimana tanggapannya,” kata Rudi sembari tersenyum dan terus berjalan.
Dalam wawancara kedua, di restoran 111 FoodPoint, Kelurahan Teluk Tering, Kecamatan Batam Kota, Rudi juga hanya menjawab singkat. Ketika itu dia baru saja selesai makan, dan berjalan menuju ke mobilnya. “Kenapa harus ditanggapi, ya?” kata Rudi. Dia terlihat ingin berbicara lebih banyak untuk merespons pertanyaan HMS. Akan tetapi, ajudannya langsung memagari dengan menaruh lengannya ke dada HMS, dan dengan sopan menahan HMS agar menjauh dari Rudi. “Maaf, ya,” kata ajudan Rudi kepada HMS. Meskipun begitu, Rudi, yang sudah berada di dalam mobil, tiba-tiba berkata, “Yang memverifikasi KPU. Silakan ke KPU saja. Sudah, ya.”
Permintaan wawancara kepada KPU Kota Batam sebenarnya sudah disampaikan HMS sejak 14 September 2020. Pada saat itu beredar kabar bahwa pihak KPU Batam berangkat ke Jakarta pada 10 September 2020 untuk melakukan verifikasi soal legalitas ijazah-ijazah Rudi.
Ketua KPU Batam, Herrigen Agustin, lewat pesan instan mengatakan kepada HMStimes.com, “Keberangkatan KPU dalam rangka verifikasi terhadap persyaratan calon bapaslon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam tahun 2020. Adapun hasil dari verifikasi telah kami sampaikan kepada bapaslon melalui petugas penghubung bapaslon atau LO pada tanggal 13 September 2020 jam 08.00 di kantor KPU Batam.” Ketika ditanya apa saja syarat pendaftaran yang harus diverifikasi, dan apakah benar Rudi mendaftar ke KPU Batam dengan memakai ijazah SMA, Herrigen tidak menjawab.
Karena pertanyaan via ponsel itu tidak mendapat jawaban, HMS mendatangi kantor KPU Batam pada 16 September 2020. Di sana semua pertanyaan HMS mengenai ribut-ribut keaslian ijazah Rudi dijawab Herrigen secara diplomatis. Menurut dia, KPU tidak pernah mengatakan ada salah satu bakal calon Wali Kota Batam yang mendaftar hanya dengan melampirkan berkas dokumen pelengkap setara SLTA, seperti yang beredar di banyak media sekarang. “Kita tidak pernah berbicara mengenai persyaratan ijazah calon … ijazah SMA. Mungkin diklarifikasi saja kepada siapa yang menyampaikan. KPU menyampaikan kalau verifikasi itu terhadap dokumen secara keseluruhan, bukan hanya soal ijazah,” kata Herrigen. Menurut aturan KPU, calon kepala daerah harus menyertakan ijazah minimal setara ijazah SMA. “Jadi, KPU tidak menyampaikan kalau ini [salah satu pasangan calon] mendaftar pakai ijazah SMA, tidak,” katanya.
Ketika ditanyakan apakah ada peraturan tertentu yang melarang KPU mengumumkan ijazah terakhir yang dipakai kandidat kepala daerah untuk mendaftar ke KPU, Herrigen menjawab peraturan itu ada. “Kita tidak bisa menyampaikan seperti itu [ijazah terakhir], hanya bisa menyampaikan calon ini memenuhi syarat atau tidak. Kan, syarat calon cukup banyak, mulai dari KTP, NPWP, dan syarat-syarat lainnya. Jadi, kita berbicara secara keseluruhan selagi memenuhi syarat. Ada yang bisa kita umumkan dan ada yang tidak,” katanya.
Mengenai ijazah Rudi ini, HMS juga sudah berupaya meminta tanggapan dari sejumlah politikus tim sukses pasangan Rudi dan Amsakar, yaitu Hendra Asman, Lik Khai, Utusan Sarumaha, dan Hendra Yana, serta ketua tim sukarelawan, Sudirman Dianto. Akan tetapi, mereka tidak bersedia menanggapinya. Sedangkan ketua tim sukses Rudi, Muhammad Kamaluddin, yang sudah diupayakan HMS untuk diwawancarai sejak 15 September 2020, akhirnya bersedia berbicara pada 19 September 2020.
Kamaluddin mengatakan tudingan ijazah Rudi palsu adalah fitnah. Dia tidak mau ambil pusing dengan isu yang sengaja diviralkan oleh lawan politik untuk menjatuhkan kredibilitas calon petahana serta menggagalkan pendaftaran pasangan Rudi dan Amsakar. “Tidak ada masalah, biasa saja. Kita sedang persiapan melakukan kampanye yang baik. Kampanye-kampanye yang gembira, tidak mau yang sifatnya politik-politik fitnah. Ijazahnya kenapa? Wong tidak bermasalah,” kata Kamaluddin melalui sambungan telepon.
Dia menyarankan, jika ada pihak yang meragukan keaslian ijazah Rudi, silakan menanyakannya kepada KPU. “Kami di NasDem itu memang tidak pakai gelar. SK NasDem itu tidak pakai gelar, baik SK pengurus dari pusat sampai ranting, itu nama lengkap saja. Terus SK untuk paslon pilkada itu juga tidak ada gelarnya. Tradisi di NasDem tidak perlu pakai gelar,” katanya.
Kamaluddin mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada sandungan terhadap pendaftaran Rudi di KPU. “Kita tetap melakukan kegiatan-kegiatan pasangan Rudi-Amsakar ini agar programnya diterima oleh masyarakat. Selebihnya kita berharap pemilu damai, terus menjalankan pilkada yang bagus. Soal itu [ijazah] tidak menjadi persoalan,” katanya.
Mengenai pertanyaan sekelompok pihak atas hilangnya dua gelar akademik Rudi dalam siaran pers Pemerintah Kota Batam, Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan baliho Rudi di sepanjang jalan Kota Batam, Kamaluddin mengatakan, “Memang tidak ada, kok, memang sengaja tidak ada. Semenjak masuk NasDem tahun 2016, itu memang tidak pakai gelar, karena SK dari NasDem memang tidak memakai gelar. Contoh, Surya Paloh, Johnny G. Plate, itu tidak memakai gelar. Terus NasDem ini mengeluarkan SK untuk paslon pilkada dalam bentuk Form B1-KWK seperti KPU persis, itu juga tidak ada gelarnya. Kalau kita mendaftarkan gelar, nantinya tidak sama dengan SK, gitu loh.”
Sebagai ketua tim sukses Rudi dalam pilkada Batam, Kamaluddin melarang keras seluruh pendukung Rudi melakukan fitnah terhadap lawan politik. Pihaknya menginginkan Rudi menang besar tanpa mengecilkan orang lain, tanpa merendahkan orang lain. “Sudahlah, kita ini berpolitik secara gembira, secara santun, secara ramah. Tidak usah pakai fitnah-fitnah, tidak usah menjelekkan. Pasangan lawan juga sahabat kami, mereka itu juga baik. Tidak ada kami punya keinginan untuk menjatuhkan, kami tak mau,” katanya.
Di akhir wawancara, HMS kembali bertanya apakah ijazah sarjana Rudi palsu seperti dikatakan lawan politiknya? Kamaluddin menjawab, “Coba tanyakan langsung saja kepada orangnya [Rudi]. Tidak masalah, tanyakan langsung saja.”
Masalah ijazah sarjana Rudi ini pertama kali disuarakan oleh Ketua DPP Suara Rakyat Keadilan (SRK), Rosano. Menurutnya, kejanggalan ini sudah didapati pihaknya sejak Agustus 2020. Pihaknya juga sudah mendesak KPU Batam memeriksa semua ijazah calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam, termasuk dua gelar sarjana Rudi. Menurut Rosano, dulu pada tahun 2015, Rudi mendaftar ke KPU Batam dengan mencantumkan nama “Rudi” tanpa titel Sarjana Ekonomi Manajemen dan Magister Manajemen. “Karena dulunya mendaftar atas nama Rudi, kenapa yang jadi Wali Kota Batam H. Muhammad Rudi, S.E., M.M.? KPU harus bongkar ini barang, atau saya yang bongkar?” kata aktivis yang dalam pilkada sebelumnya dikenal sebagai pendukung Rudi ini ketika diwawancarai kembali oleh HMS pada Senin, 21 September 2020.
Sesuai dengan formulir BB.1-KWK KPU yang didapat HMS dari laman web resmi kpud-batamkota.go.id, tercatat bahwa Rudi menempuh pendidikan S-1 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Tribuana selama satu tahun, 2016-2017. Pendidikan S-2 ditempuh di STIE Ganesha selama kurang lebih 4 tahun, 2016-2019. Sedangkan menurut laman resmi bpbatam.go.id, Rudi menempuh S-1 di STIE Adhy Niaga dan S-2 di STIE Bisnis. Namun, tidak tertulis tahun berapa mantan Kepala Samsat Batam ini kuliah di kedua kampus tersebut.
Perihal ijazah-ijazah tersebut, Rosano, yang kini menjadi pendukung calon wali kota Lukita Dinarsyah Tuwo, mengatakan apabila pencalonan petahana Rudi diterima, pihaknya akan menggugat KPU dan Sentra Gakkumdu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena dianggap menyembunyikan fakta-fakta pelanggaran soal ijazah itu.
“Saya bertanya kembali kalau Rudi mendaftar S-1 Tribuana, kenapa pakai gelar yang itu? Sementara yang S-1 di Adhy Niaga sudah ada. Apa boleh satu orang itu punya dua ijazah S-1 dan S-2 yang berbeda? Kalau tidak diperbolehkan, berarti ini sudah termasuk pelanggaran. Kenapa tidak pakai yang lama saja ijazahnya? Kan, ada arsip di KPU itu. KPU dan Bawaslu jangan main kotor, 48 jam setiap hari saya monitor, dan kami tidak main-main,” kata Rosano.
Arif Bangun, yang juga pendukung pasangan Lukita dan Basyid, mengatakan Rudi sebagai pemimpin seharusnya segera mengklarifikasi kemunculan empat ijazah tersebut, karena sudah menjadi pembicaraan publik di Kota Batam. “Apalagi kita tahu kalau ijazah S-1 Adhy Niaga dipakai pada saat pendaftaran ke KPU tahun 2015. Ini harus terang, karena STIE Adhy Niaga, Bekasi, sudah dibekukan Kemendikti pada 2015 dengan alasan ada temuan dokumen yang tidak dilengkapi, seperti data mahasiswa, pembelajaran, hingga jadwal kuliah tidak ada. Kecurigaan kita berdasarkan dari situ,” kata Arif kepada HMS, Senin, 21 September 2020.