Kasus korupsi suap pada bantuan sosial di era bencana Covid yang dilakukan Kementerian Sosial mendapat tanggapan keras dari Azmi Syahputra selaku Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha). Menurutnya dalam kasus ini pelaku sudah harus dikenakan hukuman mati.
Hal ini sebagaimana aturan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Azmi Syaputra melalui pesan tertulis kepada HMStimes, 6 Desember 2020, mengatakan, bahwa operasi tangkap tangan (OTT) kasus korupsi bansos terjadi di tengah situasi bencana nasional. Maka sangat tepat bila Komisi Pemberantasan Korups (KPK) menerapkan Pasal 2 ayat 2 pada Undang-undang Tindak Pidana Korupsi karena syarat untuk menerapkan pasal tersebut untuk kasus bansos sudah terpenuhi. Dimana, dilakukan oleh penyelenggara negara atau siapapun ia pada keadaan tertentu. Dalam hal ini saat terjadinya bencana nasional sebagaimana Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 yang menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional karena Pandemi Covid-19 ini disebut sebagai bencana nonalam.
Secara yuridis maupun fakta, rangkaian kejahatan ini dilakukan secara sistemik, terorganisir karena uang fee dari paket bantuan sudah diterima berkali-kali dan secara sosiologis tindakan Menteri yang begini mencoreng kewibawaan pemerintah. Dimana diketahui saat ini pemerintah sedang dan terus berupaya maksimal guna melawan penyebaran Covid-19, namun dirusak oleh Menteri Sosial dan oknum pegawai serta pengusaha yang “bermental maling dan rakus. Nyata-nyata minta fee untuk keuntungan pribadinya dan diambil dari anggaran paket bantuan sosial. Padahal paket bantuan ini sangat dibutuhkan masyarakat, malah dikorupsi,” kata Azmi
Ini bentuk nyata kejahatan sistemik. Dalam hukum penanggulangan kejahatan yang sistematik harus dikenakan hukuman mati. Kejahatan yang sudah sistemik dapat dimusnahkan dengan hukuman mati (asas crimina morte extinguuntur)
“Ini para gerombolan manusia yang gak ngerti makna cukup, rakus, sadis dan virusnya sudah parah sehingga tidak ada tawaran lagi bagi mereka, karena bahayanya dampak perbuatan pelaku, maka tepatlah bagi mereka diterapkan hukuman mati bagi para pelaku ini,” tegasnya.
Selanjutnya ia mendorong KPK harus semakin terarah, mengembangkan secara objektif dari keterangan saksi dan bukti-bukti dalam penyusunan berita acara pemeriksaan serta dakwaan dengan lebih berani menerapkan hukuman mati.
Karenanya kalaulah KPK masih menerapkan klausula, hukuman berupa tindak pidana suap yang ancamannya masih dengan sanksi badan dan denda, maka tidak akan pernah habis para koruptor, justru semakin tumbuh subur di era Covid ini karena berlindung dibalik atas nama kebijakannya.