Kuasa hukum Asril, tersangka kasus dugaan korupsi anggaran konsumsi pimpinan DPRD Batam, meminta jaksa mengusut aliran dana ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Pasalnya, hingga saat ini, Asril tidak terima penetapan tersangka atas dirinya tersebut oleh Seksi Pidana Khusus, Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam.
“Kemarin ada pemeriksaan tambahan. Beliau minta agar jangan hanya dirinya sendiri saja yang ditetapkan sebagai tersangka. Beliau tidak terima kalau hanya beliau saja,” kata Khairul Akbar, kuasa hukum Asril kepada wartawan, Selasa, 11 Agustus 2020.
Khairul menjelaskan, menurut pengakuan kliennya, aliran dana anggaran konsumsi pimpinan DPRD Batam tersebut tidak mengalir kepadanya, melainkan dikelola oleh PPA dan KPA, sesuai dengan kegiatan yang digelar. Ia juga mengaku keberatan atas pernyataan jaksa yang menyebutkan seluruh kegiatan tersebut merupakan kegiatan fiktif. Menurut Khairul, berdasarkan pengakuan kliennya, kegiatan-kegiatan yang memasukkan konsumsi pimpinan DPRD Batam tahun 2017-2019 itu berlangsung seperti yang sudah diagendakan dan seluruh mekanismenya berada di tangan KPA dan PPK. “Kegiatan makan minum itu ada. Karena kalau tidak ada konsumsi pada kegiatan-kegiatan itu, maka Pak Asril yang ditanyakan sama pimpinan (DPRD). Mekanismenya, KPA dan PPK yang tahu,” ujar Khairul.
Menurut Khairul, ia menduga pihak KPA dan PPK sengaja tidak disinggung dalam kasus ini. Ia mengatakan ada dugaan bahwa KPA dan PPK diback up oleh oknum tertentu. Selain itu, Khairul juga mempertanyakan sikap jaksa yang tidak mengusut pihak-pihak yang telah mengembalikan uang hasil kejahatan dengan total Rp160.072.000, dari sebelas orang saksi. “Dari situ saja sudah tahu kan aliran dananya ke mana saja. Kenapa mereka tidak diusut juga. Yang jadi aneh, sampai saat ini, bagaimana status KPA dan PPK? Kalau jaksa mau ngusut aliran dananya, ya dari KPA dan PPK ini. Dan kalau disebutkan kegiatan itu fiktif, artinya aliran dana itu kan ke Asril. Tapi sampai sekarang ini kan jaksa tidak bisa membuktikan uang itu di Asril,” ujar Khairul.
Saat ini, Khairul mengaku belum mempersiapkan langkah-langkah hukum yang akan ditempuh dalam waktu dekat. Menurutnya, ia dan kliennya akan menunggu proses pemeriksaan yang dilakukan jaksa selama masa penahanan enam puluh hari ke depan, hingga akhirnya dilimpahkan ke pengadilan. Khairul mengaku akan mempersiapkan langkah hukum untuk menghadapi persidangan kelak.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Batam, Hendarsyah Yusuf Permana, yang dimintai tanggapannya atas hal itu, mengatakan bahwa Asril bertanggungjawab penuh atas perkara ini. “Sabar, entar ya, habis sertijab. Kami pastikan bahwa pengguna anggaran yaitu inisial AL, adalah intelektual pelaku tindak pidana dalam perkara ini dan yang menikmati hasil kejahatan. Sebagian besar hasil kejahatan, AL yang menikmati,” katanya saat dihubungi melalui pesan singkat whatsapp, Selasa siang. Saat ditanya mengenai proses penyidikan yang tengah berlangsung atas perkara ini, Hendar mengaku pihaknya tengah mempersiapkan berkas penyidikan untuk selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Tanjungpinang. Menurutnya, pelimpahan berkas penyidikan perkara ini akan dilakukan dalam waktu dekat.
Sementara itu, diketahui juga, beberapa orang saksi telah mengembalikan uang hasil kejahatan yang sempat dinikmati. Para saksi tersebut yakni saksi RG selaku rekanan atau penyedia sebesar Rp9,8 juta dan Rp22 juta, LR selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) sebesar Rp10 juta, RFS sebagai (PPTK) sebesar Rp16 juta, TRJ yang merupakan rekanan senilai Rp3 juta, DRTS yang juga merupakan pihak rekanan sebesar Rp8.412.000, MRL selaku PPTK sebesar Rp15 juta, AWN sebagai rekanan sebesar Rp3,7 juta, RRD sebagai penyedia sebesar Rp14 juta dan TF sebagai PPK sebesar Rp41 juta.
Selain itu, salah seorang saksi yang juga disebut telah mengembalikan uang hasil kejahatan tersebut adalah Muhammad Kamaluddin, Wakil Ketua I DPRD Batam.
Pengembalian tersebut dibenarkan oleh Kamaluddin. Melalui pesan singkat whatsapp, beberapa waktu lalu, Kamaluddin menjelaskan, pada pengadaan konsumsi pimpinan DPRD tahun anggaran 2017-2018, dirinya belum menjadi anggota DPRD Kota Batam. Namun kala itu, ia memiliki perusahaan yang bergerak di bidang kuliner, yakni PT Wisata Bhakti Madani. Di perusahaan tersebut, Kamaluddin menjabat sebagai direktur utama dan jabatan komisaris diisi oleh temannya yang saat ini sudah meninggal dunia. “Salah satu komisaris, teman saya, almarhum. Beliaulah yang pakai badan hukum untuk dapat kerjaan konsumsi di Sekwan,” kata Kamaluddin.
Menurut Kamaluddin, seluruh teknis pekerjaan dilakukan oleh sang komisaris tersebut. Dan di tengah perjalanan, temannya tersebut meninggal dunia. “Karena saya Dirutnya, saya yang tanda tangan, tapi teknis semua ada di almarhum. Di tengah perjalanan, beliau meninggal. Karena sudah kontrak, ya saya teruskan persentasi 30 persen pekerjaan,” kata Kamaluddin lagi.
Dalam kasus ini, Kamaluddin tak menampik dirinya telah dimintai keterangan sebagai saksi. Namun Kamaluddin mengaku tidak dapat memberikan keterangan mengingat pekerjaan tidak dikerjakan olehnya. “Sejujurnya saya takbisa memberi keterangan, karena yang pegang pekerjaan tersebut, tidak saya. Saya berfikir, almarhum sudah meninggal, maka daripada saya salah memberikan kesaksian, maka saya minta dihitung fee yang selama ini diperoleh. Jumlah fee Rp9.700.000, saya kembalikan, selain saya bukan pelaksana, hanya tanda tangan karena dirut, dan yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Demikian,” jawabnya.