Rian Ernest dan Yusiani Gurusinga, pasangan bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batam, gagal mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada) Kota Batam tahun 2020 melalui jalur independen setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batam memverifikasi bahwa 41.241 dari 47.299 dukungan KTP terhadap Rian-Yusiani ternyata tidak memenuhi syarat, karena pemilik KTP sudah meninggal atau tidak lagi berada di Batam, dan pencatutan secara sepihak. Pencatutan data KTP ini pun dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Batam.
Anggota Bawaslu Kota Batam, Bosar Hasibuan, mengatakan seluruh laporan tersebut telah dibahas dalam rapat kedua sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) Pilkada 2020. Namun, dari hasil penyelidikan sentra Gakkumdu yang terdiri dari Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan, terdapat perbedaan pandangan sehingga laporan yang masuk dalam kategori pelanggaran tersebut tidak dapat diproses karena tidak memenuhi unsur. “Sesuai aturannya, satu saja lembaga dari tiga unsur tadi tidak sepakat kasus ini untuk dinaikkan, maka [kasus] tidak bisa dinaikkan. Kita sudah dorong tapi ada lembaga yang berpendapat ini tidak memenuhi unsur, maka kasus ini tidak bisa naik ke penyidikan,” kata Bosar kepada HMStimes.com di kantornya beberapa waktu lalu.
Bosar Hasibuan mengatakan, salah satu lembaga yang tergabung dalam sentra Gakkumdu tersebut menolak kasus dinaikkan ke tahap penyidikan lantaran tidak diketahuinya pelaku pencatutan data KTP warga tersebut sebagaimana dalam pasal 185 UU No 1 Tahun 2015 yang menyebutkan “setiap orang dengan sengaja” yang dapat didefinisikan bahwa pelaku pelanggaran pemilu ini belum tentu diketahui atau dilakukan langsung oleh pasangan bakal calon kepala daerah tersebut. Selain itu, aturan batasan waktu penanganan pelanggaran selama lima hari yang tertuang dalam peraturan KPU menjadi kendala Bawaslu untuk memproses laporan. “Kalau dugaan, pelakunya bacalon tadi. Kita sudah paparkan kalau ini sudah ada peristiwa melawan hukum. Korban ada, dugaan pelakunya juga ada. Tapi dari unsur pasal harus kita gali. Ada bahasa ‘setiap orang dengan sengaja’ di situ. Ini pun harus dibuktikan apakah benar dia dengan sengaja menyalahgunakan dokumen B.1 KWK,” kata Bosar.
Senada dengan Bosar, anggota Bawaslu Divisi Hukum, Mangihut Rajagukguk, mengungkapkan persoalan yang menghambat proses penanganan pelanggaran ini sebenarnya dikarenakan Rian Ernest dan Yusiani Gurusinga ternyata membentuk kelompok ganda dalam tubuh tim suksesnya. Salah satu tim ditugaskan untuk mengumpulkan KTP, sedangkan tim lainnya bertugas memverifikasi data dukungan. Tim pengumpulan KTP diduga dibentuk secara tidak resmi atau tanpa surat keputusan dan sudah dibubarkan sejak proses verifikasi faktual berlangsung. Tim verifikasi yang telah diperiksa penyidik Gakkumdu mengaku tidak mengetahui perihal pencatutan data KTP tersebut dan mengaku bahwa sebagian anggota yang melakukan pengumpulan KTP berdomisili di luar Kota Batam. “Iya, jaringan mereka itu tidak dapat. Karena kalau kasusnya seperti ini, kami harus cari sampai ke tim-tim mereka. Setelah laporan masuk dan kami periksa timsesnya, barulah kami tahu kalau tim pengumpulan berbeda dengan sekarang,” kata Mangihut Rajagukguk.
Kapolresta Barelang, Kombes Pol. Purwadi Wahyu Anggoro, ketika dikonfirmasi perihal ini menyatakan penanganan dugaan pelanggaran ini sepenuhnya masih berada di kewenangan Bawaslu. Pasalnya, pengaktifan sentra Gakkumdu baru akan dimulai pada 4 September 2020 mendatang. “Sesuai petunjuk Mabes Polri, pihak kami baru mulai [bekerja] saat pendaftaran pemilih,” kata Purwadi kepada HMS melalui pesan singkat.
Praktisi hukum Ampuan Situmeang ketika dimintai pendapatnya mengatakan alasan hukum terkait penghentian proses atas laporan dugaan tindak pidana pemilu ini mesti dipelajari terlebih dahulu. Bila alasan penghentian tersebut karena tidak memenuhi syarat materiel dan melewati batas waktu, maka berarti sudah definitif. “Kalau memang itu alasannya, sebagai prosedur tenggang waktu, jika lewat memang demi hukum harus gugur. Sudah kedaluwarsa, artinya tidak ada lagi unsur pidananya,” kata Ampuan kepada HMS. Oleh karena itu, kata dia, pelapor tidak dapat berharap banyak lagi dan juga tak ada gunanya melaporkan kasus yang sama pada hari berikutnya. Menurut Ampuan, pun tidak ada hal yang aneh atau sebuah perancangan politik di sana. Kalau memang benar Bawaslu melakukan penghentian, ini murni karena alasan laporan-laporan tersebut sudah kedaluwarsa. “Ini adalah salah satu hal pasti yang diatur dalam undang-undang dan sebagian para ahli hukum di bidang pidana pemilu menganggap sistem kedaluwarsa ini harus diubah dalam Undang-Undang Pemilu yang akan datang. Kelemahan undang-undang justru itu. Sering juga ada pihak-pihak yang menggunakannya untuk kepentingannya sendiri,” ujar Ampuan.
Salah seorang pelapor, Syamsudin Ahmad alias Syam Bimbo, warga Kelurahan Tanjung Uma, Kecamatan Lubuk Baja, Batam, mengaku kecewa setelah mengetahui laporan pencatutan data pribadinya untuk kepentingan dukungan politik Rian-Yusiani akhirnya dihentikan oleh Bawaslu. “Saya sudah sempat dipanggil kemarin ke Bawaslu untuk dimintai keterangan. Saat itu katanya data laporan saya tidak lengkap dan saya sudah bawa data yang dicatut itu. Mereka minta dibawa. Saya sudah upayakan minta ke PPS tapi katanya data sudah dikirim ke KPU. Jadi pusing saya dioper-oper,” katanya. Syam Bimbo mengaku pasrah dan bersyukur Rian-Yusiani mengundurkan diri dari pertarungan Pilkada Kota Batam. Pasalnya, upaya klarifikasi yang dilayangkannya melalui WhatsApp, Twitter, dan Instagram kepada pasangan tersebut tidak ditanggapi. Hal ini menurutnya mencitrakan bahwa pasangan ini hendak kabur dan seolah-olah tidak ingin menyelesaikan masalah. Upaya klarifikasi juga dilakukannya kepada Iskandar, tim penghubung di Tanjung Uma, yang juga menghilang begitu saja.
Salah seorang timses Rian-Yusiani yang enggan namanya disebutkan mengaku tidak menyangka persoalan ini terjadi. Pihaknya telah bekerja ekstra keras siang dan malam untuk menggalang dukungan. “Saya sudah lama ikut Bang Rian [Rian Ernest]. Saya yakin dia juga kecewa. Hanya saja kalau perihal pencatutan, saya kurang tahu, karena tim sudah dibubarkan. Saya sendiri sudah tidak di Batam sejak Februari,” katanya.
Rian Ernest dan Yusiani Gurusinga mengundurkan diri dari pertarungan Pilkada Kota Batam sejak 9 Juli 2020 karena kurangnya jumlah dukungan masyarakat Kota Batam, yang merupakan persyaratan untuk maju melalui jalur independen. Rian mengatakan, berdasarkan pantauan sukarelawannya di lapangan, didapati fakta bahwa sekitar tujuh puluh persen pendukung tidak dapat ditemui petugas verifikasi faktual KPU. “Setelah kami mengamati dan berdiskusi mendalam, kami Rian dan Yosi sampai pada kesimpulan bahwa kami belum berhasil meraih tiket Batam jalur independen,” kata Rian dalam keterangan persnya beberapa waktu lalu.