Pada tanggal 16 September 2020, Lisa dan suaminya, Jefri Wijaya, baru saja pulang dari Kota Pematangsiantar, Provinsi Sumatra Utara. Di perjalanan menuju ke Kota Medan, seorang teman Jefri menelepon dan memberitahukan bahwa ada temannya mencarinya di tempat hiburan.
Mereka sampai di Medan sekitar pukul 02.30 dini hari. Karena merasa sudah lelah, Lisa mengajak suaminya beristirahat. Esok harinya, sekitar pukul 12.00, dia turun dari lantai dua rumahnya dan mengetahui dari anaknya bahwa suaminya sudah pergi. Dia pun menelepon suaminya.
“Papa ke mana?” kata Lisa.
“Ini mau ke showroom, ambil mobil Terrios, ada mau beli,” kata Jefri, seperti ditirukan Lisa saat bercerita kepada HMStimes.com, 29 September 2020, mengenai pertemuan terakhirnya dengan suaminya.
Sekitar pukul 13.00, Jefri mengirim pesan kepada istrinya melalui WhatsApp dengan bahasa seloroh, “Cepat sembahyang dulu, Badut, biar lewat [laku] Terrios ini.” Lisa pun bersembahyang.
Tak lama kemudian, Jefri kembali mengirim pesan bernada canda memberitahukan bahwa dia sedang duduk-duduk dengan temannya. “Lagi nunggu corona,” begitu isi pesannya.
Pada hari yang sama, kebetulan kanopi rumahnya rusak dan diperbaiki tukang. Sekitar pukul 15.00, tukang selesai bekerja. Lisa bertanya kepada suaminya berapa upah tukang yang harus dibayar. Dia menelepon dua kali dan mengirim pesan, tapi Jefri tidak membalas. Ketika anaknya menanyakannya via pesan singkat, Jefri membalas, “Bayar gopek [Rp500 ribu].”
Pukul 16.30 Jefri pulang ke rumah, mandi, dan makan. Setelah siap menemani suaminya, Lisa naik ke lantai dua dan tidur di sofa. Pukul 18.10 Lisa turun dan menanyakan kepada anaknya ke mana ayahnya. Anaknya memberi tahu bahwa ayahnya baru saja pergi. Tidak ada rasa curiga sedikit pun, dan Lisa kembali ke atas. Pukul 19.00 mertua Lisa bertanya siapa yang akan menjemput anak-anak karena cuaca menunjukkan bakal hujan. Kemudian Lisa menghubungi Jefri karena dia membawa mobil keluar. “Siapa tahu dia bisa sekalian jemput anak-anak,” kata Lisa. Namun, ketika Lisa menghubunginya, tidak ada jawaban dari Jefri. Pesan WA juga tidak dibalas.
Setelah menjemput anak-anak, Lisa kembali menghubungi ponsel suaminya pada pukul 01.00 dini hari. Pesan WA yang dikirimnya hanya bertanda centang satu, yang artinya pesan itu tidak masuk ke ponsel Jefri. “Dari situ dia sudah tidak aktif. Sampai hari Jumat kutunggu-tunggu, kok tidak pulang-pulang. Kalau dia pergi malam, paling subuh pulang. Kalau tidak, jam 11 atau jam 12 sudah pulang,” kata Lisa.
Sepanjang hari dia menunggu kabar. Malamnya dia menelepon seorang temannya dan memberi tahu bahwa suaminya belum pulang. Dia sempat minta didoakan supaya suaminya baik-baik saja. Malam itu dia tidak bisa tidur.
Pada pukul 03.00 dini hari dia merasa bahwa suaminya sudah pulang. Dia merasa pintu terbuka, suaminya sudah masuk rumah, dan terdengar suara raket nyamuk. “Biasanya sebelum tidur dia suka pukul nyamuk pakai raket itu,” kata Lisa. Akan tetapi, ternyata tidak, suaminya belum pulang. Dia menunggu kabar dari suaminya hingga pukul 05.00 pagi, tetapi tidak ada kabar. “Hatiku sudah tidak enak. Cuma [saya] tanya sama siapa-siapa, tidak ada yang tahu,” katanya.
Semakin khawatir, pagi harinya Lisa menghubungi teman kerja suaminya di showroom dan menanyakan apakah ada komunikasi setelah keduanya bertemu di kedai kopi pada tanggal 17 September 2020. Teman suaminya itu mengatakan tidak. Setelah bertemu dan mengopi, katanya, sekitar pukul dua siang mereka berpisah.
Tak lama kemudian, seorang teman suaminya menghubungi Lisa, memberitahukan kabar buruk. “Asiong [panggilan Jefri] ciri-cirinya ada kutil tidak di punggungnya?” tanyanya. Lisa menjawab ya, memang ada. Lisa penasaran ada apa, dan perasaannya sudah mulai tidak enak. “Kamu jangan panik dulu, ya,” kata teman suaminya itu, lalu mengirimkan foto seorang laki-laki dengan kondisi mengenaskan.
“Sudah tidak salah lagi, ini lakiku,” kata Lisa. Dia menangis menjerit-jerit, dan temannya menenangkannya. Temannya mencoba memastikan apa benar itu suaminya.
Lisa menghubungi adik Jefri dan memintanya mendatangi Polsek Pancur Batu dan RSUP Adam Malik, tetapi jasad suaminya tidak ada di sana. Kemudian Lisa sempat pergi ke Kabanjahe, tetapi dia mendapat info bahwa jasad suaminya sudah dibawa RS Bhayangkara di Jalan Wahid Hasyim, Medan. Sesampai di sana, Lisa sempat ditanyai ciri-ciri suaminya. Dia mengatakan suaminya punya kutil di punggungnya. Dia juga ditanya, terakhir kali suaminya pakai baju seperti apa. “Pakai celana ponggol warna cokelat, baju putih corak-corak,” katanya. Dia pun semakin yakin ketika petugas medis menunjukkan celana yang sebelumnya dipakai Jefri. Dia pun melihat jasad suaminya dan berasa sesak.
Kondisi tubuh suaminya sungguh mengenaskan. Kedua matanya lebam. Pada pipi sebelah kanan ada goresan. Dagu terluka. Tangan dan kakinya lebam. Ada bekas luka terbakar di bagian pahanya. “Ada luka seperti karena terbakar. Ada kulit [di bagian paha] melepuh dan terkoyak,” kata Lisa kepada HMStimes.com.
Tiga bulan sebelum Jefri Wijaya dibunuh dan jasadnya ditemukan di jurang di Jalan Medan-Berastagi KM 54-55 Desa Ndolu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Tanah Karo, Provinsi Sumatra Utara, Jefri berkenalan dengan DN. Sebelumnya Lisa diperkenalkan kepada DN melalui mantan pacarnya. Dulu DN dan mantan pacar Lisa bekerja di perusahaan yang sama. Namun, setelah menikah, Lisa tidak pernah lagi berkomunikasi dengan mantan pacarnya itu. DN dan Jefri pun menjadi teman, bahkan DN menjadi akrab dengan keluarga Lisa. Kadang DN membawa anak-anak Lisa jalan-jalan ke mal untuk membelikan mainan. Itulah alasan Jefri membela DN hingga nyawanya hilang.
“Jefri sangat setia kawan,” kata Lisa. Menurut dia, Jefri tidak pernah terlibat judi online, seperti dituduhkan terhadap almarhum suaminya itu. “Koko [Jefri] tidak ada main judi, dia hanya menjembatani,” katanya. Lisa juga membantah Jefri ikut bermain judi bersama dengan DN. Hubungan Jefri dengan DN, katanya, hanya sebatas teman.
Istri DN sempat menanyakan kepada salah satu tersangka pembunuh Jefri kenapa mereka menyiksa Jefri sebelum membuangnya ke jurang. Tersangka itu menjawab karena Jefri tidak mau menunjukkan di mana DN, yang memiliki utang judi kepada orang yang memerintahkan para pelaku pembunuhan. Jadi, kata Lisa, tidak benar Jefri punya utang. “Tidak! Jefri tidak punya utang kepada pelaku-pelaku maupun otak pelakunya,” kata Lisa.
Jefri hanya ingin menjembatani, membantu DN berbicara kepada orang yang menagih utangnya. Jefri mencoba menjembatani supaya utang DN dalam bentuk chip judi online dipotong. Namun, pada saat berbicara melalui telepon, tidak ada kesepakatan. Telepon Jefri diputus. Setelah itu, Jefri menyarankan agar DN bersembunyi. Sejak itulah Jefri yang justru menjadi incaran.
Lisa memohon agar kasus pembunuhan suaminya diungkap tuntas, dan para pembunuh dan orang yang menyuruh membunuh supaya dihukum seadil-adilnya. “Kok tega sekali, suami saya disiksa sampai mati,” katanya.
Kasubbid Penmas Bid Humas Polda Sumatra Utara, AKBP M.P. Nainggolan, diwawancarai HMStimes.com mengenai siapa sebenarnya yang punya utang judi online. Nainggolan mengatakan Jefri hanya sebagai penjamin, dan dia tidak punya utang kepada otak pembunuhan.
“Contohnya begini. Kamu punya utang sama saya. Saya tagih sama kamu. Datanglah kawanmu, itulah si [Jefri] Wijaya ini, ‘Tolonglah, itu temanku, janganlah. Nanti aku jaminlah, pasti dibayar.’ Kira-kira begitu. Jadi, sebenarnya para eksekutor itu mencari kamu [DN], tapi tidak dapat. Lalu dicarilah si [Jefri] Wijaya ini,” kata Nainggolan kepada HMS, 30 September 2020.
Dia mengatakan Polda Sumut telah menangkap tujuh orang tersangka pembunuh Jefri. Enam di antaranya ditangani oleh Polda Sumut. Satu tersangka diproses secara terpisah, yaitu seorang oknum perwira TNI. Sekarang polisi masih mencari satu orang lagi yang terlibat dalam pembunuhan Jefri Wijaya.