Dalam demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di Medan, Sumatra Utara, yang berlangsung sejak Kamis, 8 Oktober 2020, sebanyak 253 orang pengunjuk rasa ditangkap Polrestabes Medan karena terlibat kerusuhan. Sebanyak 32 polisi terluka akibat lemparan benda tumpul, dan satu mobil ambulans juga ikut diamankan karena membawa pedemo. Demikian menurut Kapolrestabes Medan, Kombes Pol. Riko Sunarko, yang turun ke lokasi demo.
Besoknya, Jumat, 9 Oktober 2020, mahasiswa kembali turun ke jalan setelah salat Jumat. Mereka berkonvoi dengan menunjukkan poster dan membagikan pamflet berisi seruan protes dan petisi. Pagi harinya, sebelum aksi demo hari kedua itu dimulai, polisi menangkap sejumlah orang yang diduga sebagai provokator.
Di sela-sela penyampaian orasi, mahasiswa membawa bunga mawar dan memberikannya kepada polisi yang sedang berjaga. Tak lama kemudian, polisi membagikan air minum kemasan kepada para mahasiswa.
“Terima kasih, Pak Polisi, kalian adalah pelindung kami. Jangan pukuli demonstran, ya,” kata mahasiswa.
Mahasiswa juga memberikan bunga kepada anggota DPRD Sumut yang turun menerima aspirasi demonstran, yang disampaikan lewat orasi, puisi, dan lagu.
…mereka berlomba-lomba ingin duduk di kursi yang mewah itu // kenapa? kenapa? kenapa? // karena hanya lima tahun jabatan mereka meraih jabatan sampai tujuh turunan…
Itulah potongan puisi seorang mahasiswi yang dibacakan dari atas mimbar orasi di mana berdiri sejumlah pemimpin organisasi mahasiswa, di antaranya Ketua DPP GMNI Imanuel Cahyadi, Ketua GMKI Medan Meliana Gultom, Ketua DPD GMNI Sumut Paulus Peringatan Gulo, dan Ketua PMII Aziansyah Hasibuan.
Meski mahasiswa terkadang lantang menghujat wakil rakyat, tidak terjadi pelemparan batu dan perusakan properti gedung DPRD Sumut seperti yang terjadi dalam demo sehari sebelumnya. Sesekali pemimpin aksi mengingatkan rekannya mahasiswa agar berhati-hati terhadap provokator yang menyusup. “Jangan mau terpancing dengan aksi-aksi memprovokasi rekan-rekan sekalian,” kata Suen Saragih dari GMNI Sumut.
Dalam aksi demo menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, mahasiswa Medan mengecam sejumlah pasal yang dinilai merugikan kaum pekerja. Dua di antaranya adalah pasal 151 dan pasal 151A tentang prosedur dan mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK) yang lebih dilonggarkan, serta kompensasi PHK yang direduksi dengan dihapusnya ketentuan 15 persen uang penggantian hak.