Apartemen Queen Victoria Imperium di Batam Center, Kota Batam, Kepulauan Riau, menawarkan pengalaman menginap yang sekilas serupa tapi sebenarnya berbeda dari apartemen lain. Demi mengamankan aset perusahaan dari dampak sepinya industri pariwisata, pihak pengelola mengubah peruntukan 23 unit apartemennya menjadi hotel. Apartemen ini cukup ramai didatangi pengunjung yang keluar masuk secara bergantian.
Dua orang wartawan HMStimes.com mencoba menikmati layanan hotel di Queen Victoria selama satu malam. Pada 16 Juli 2020, setelah berhasil memesan satu kamar hotel dari salah satu aplikasi penginapan online, sekitar pukul 14.00 siang HMStimes.com menyambangi lokasi. Tidak ada sambutan seperti layaknya pelayanan hotel pada umumnya. Pengunjung harus berjalan sendiri menuju meja penerima tamu atau resepsionis.
“Sudah check-in sebelumnya? Kalau sudah atas nama siapa?” tanya perempuan penerima tamu itu kepada HMS sambil mengotak-atik komputernya.
Saat proses check-in, sebelum diantar ke dalam unit yang sudah dipesan, tamu diwajibkan menandatangani surat perjanjian sebagai tanda bersedia membayar uang jaminan. Besaran nominal yang harus dibayarkan cukup besar, sejumlah Rp400 ribu atau sekitar 50 persen dari biaya pembayaran hotel. Lalu, untuk apa sebenarnya kegunaan uang ini?
Menurut petugas front office, uang jaminan keamanan itu untuk melindungi aset persedian (inventori) condotel atau kondominium yang tersedia di dalam unit. Maklum, setiap unit yang ada di apartemen ini nantinya bakal menjadi milik perseorangan pembelinya, tetapi sementara dioperasikan dulu layaknya penginapan hotel biasa. Alasannya, tentu saja karena belum ada yang beli.
“Lalu, tidak boleh merokok di dalam unit [kamar]. Boleh merokok tetapi hanya di koridor saja. Nanti saya jelaskan waktu mengantar ke atas,” kata perempuan ini sambil mengantar HMStimes.com menuju lantai 23, lantai teratas, tempat kami bakal menginap satu malam.
Seperti yang ia ungkapkan, uang deposit bakal kembali 100 persen jika tamu tidak merusak fasilitas dalam unit ruangan, seperti memecahkan gelas, piring, merusak panci, handuk, bantal, seprai, bed cover, kunci, dan peralatan elektronik lainnya. Nominal potongan kalau merusak barang-barang tersebut Rp20 ribu sampai Rp200 ribu. Sementara khusus untuk kelakuan tamu yang tidak dapat ditoleransi, kata dia, adalah kalau salah satu penghuni kedapatan menyalakan rokok dalam unit ruangan. Satu kali saja ketahuan, ancamannya Rp400 ribu uang jaminan tadi bakal hangus.
“Kalau asap rokok pasti bakal ketahuan, karena beda dengan asap memasak. Kita ada pendeteksi asap dan itu terkoneksi langsung dengan ponsel kami. Lalu untuk pelayanan lain, kami ada laundry [penatu], dengan minimal kain seberat tiga kilogram, buka dari jam 7 pagi sampai 5 sore,” ujarnya sebelum pamit meninggalkan HMS di dalam unit ruangan.
Meski harganya terjangkau dan fasilitas lengkap, di kamar itu ternyata tidak tersedia sandal jepit. Bermodal nomor telepon layanan yang ditinggalkan, HMS langsung saja menghubungi pihak Queen Victoria.
“Memang seperti itu, tidak ada, Pak. Kalau mau, di depan ada minimarket. Bisa dibeli di situ,” kata salah satu pihak manajemen ketika dihubungi melalui telepon.
Akhirnya setiap tamu terpaksa berjalan kaki sendiri beberapa ratus meter ke minimarket hanya untuk membeli sandal, benda yang seharusnya sudah disediakan manajemen ataupun pengelola.
Salah satu petugas sekuriti mengungkapkan, keluhan seperti itu memang sudah umum terjadi dalam dua tahun belakangan. Banyak polemik yang ia dengar pada masa-masa itu. Alih fungsi peruntukan apartemen menjadi hotel mungkin adalah penyebab utamanya.
“Hotelnya bintang kejora entah bintang berapa enggak tahu juga, ya. Ini hotel belum lama, dulu apartemen semua, Mas. Maklumlah,” kata dia saat dijumpai di lantai dasar.
Peralihan fungsi ini, kata dia, terjadi karena beberapa tahun lalu apartemen sepi dari penghuni. Hal itu juga yang dijadikan salah satu strategi manajemen dalam kembali menarik pelanggan, serta untuk menjaga keuangan perusahaan.
“Kalau apartemen sudah 15 tahun, sementara hotel baru dua tahunan berdiri, itu pun cuma 23 unit saja. Sisanya masih berstatus apartemen. Sedangkan untuk letak kamar [unit ruangan] hotel diacak di setiap lantai,” katanya.
Selanjutnya terkait aturan uang jaminan tadi ia mengatakan, hal itu juga memang sudah lama jadi polemik antara manajemen dan pengunjung Queen Victoria. Bahkan, katanya, tidak jarang ketika tamu hendak check-out terjadi keributan karena banyak yang kaget atau tidak terima tetiba uang depositnya hangus hanya karena masalah sepele, seperti ketahuan merokok.
“Lagian sebelum masuk harus tanda tangan perjanjian dulu, mau ikut peraturan sini atau tidak. Kalau melanggar, ya didenda langsung,” ujarnya.
Sebelum kondisi wabah Covid-19, pelancong atau pebisnis yang menginap di hotel ini rata-rata berasal dari negeri sebelah, yaitu Malaysia dan Singapura. Manajemen mempromosikan hotelnya dengan cara berkolaborasi dengan para agen travel yang membuka jaringan di negeri-negeri tersebut.
“Sebagian dulu juga ada dari Tanjung Pinang dan Tanjung Balai Karimun. Kan, ada kerja sama dengan travel agen juga untuk menggaet tamu hotel,” kata dia lagi.
Selain itu, kata dia, situasi pandemi yang berlarut-larut juga membuat perusahaan yang digawangi oleh PT Sinar Geliga Bestari ini keteteran. Manajemen kesulitan mengatur keuangan perusahaan. Alhasil, pilihan merumahkan dan memecat karyawan pun diambil. Sampai saat ini sudah ada puluhan pekerja di sana yang terpaksa kena PHK.
“Sekuriti ada delapan orang saja sekarang. Sebelum Covid-19 sekuriti ada 20-an orang. Sekarang kami yang tersisa hitungan jari ini bekerja dalam tiga sif,” katanya.
Sebelum obrolan sore itu usai, HMStimes.com menanyakan soal spanduk yang menempel di dinding dekat pintu utama parkiran gedung, berisikan informasi dengan judul “Tugas-Tugas Sri”. Saat hal tersebut ditanyakan, petugas sekuriti ini malah tertawa. Rupanya tawa pria itu dikarenakan ada kisah lucu di balik pemasangannya.
Usut punya usut, sebutan “Sri” yang dimaksud ternyata bukanlah sebuah singkatan ataupun kode khusus milik perusahaan, melainkan nama seseorang karyawati yang berposisi sebagai staf human resource department. Nama lengkapnya Sri Purwanti. Tugasnya adalah sebagai kepala pengawasan yang mengawasi delapan tugas penting para karyawan di sana. Mulai dari pengawasan tata laksana kolam renang, pembuangan air limbah, kebersihan, keamanan, keahlian teknik (engginering), genset, penatu condotel, sampai dengan pengawasan tugas seseorang bernama Arwin. Dari penugasan krusial itu kuat dugaan kalau Sri memiliki koneksi langsung dengan pemilik hotel, yang belakangan disorot karena memiliki usaha penginapan bermobilitas hotel tetapi cuma bayar pajak apartemen saja.
“Lucu, Mas, ya. Begitulah manajemennya. Kalau masih mau berenang jam 9 malam terakhir. Setelah itu tidak boleh lagi, bukan dilarang tetapi ini karena keamanan. Memang ada juga yang mengeyel. Terus kalau mau pesan makan, bisa online saja, karena di sini tidak disediakan,” katanya sambil pamit berlalu setelah menerima panggilan dari rekan sekuritinya dengan kode khusus Elang 7.
Setelah mengistirahatkan badan selama beberapa jam di unit ruangan lantai 23, sekira pukul 9 malam wartawan HMStimes.com beranjak kembali ke lobi untuk mengetahui bagaimana situasi dan aktivitas malam hari di Queen Victoria Apartment. Terlihat ruang teras di dekat pintu masuk hotel ini sepi. Hanya ada dua orang penghuni saja di sana. Keduanya pun sulit diajak mengobrol. Mereka sedang duduk bersantai dan asyik dengan layar ponselnya masing-masing.
Seorang pria yang diwawancarai HMS mengaku sudah tinggal di salah satu unit apartemen ini selama kurang lebih satu tahun. Dia tinggal di sana bersama ibu dan adik angkatnya, sedangkan ayahnya bekerja di Singapura. Kalau sedang tidak ada kerjaan atau suntuk dalam kamar, acap kali dia menghabiskan waktu dengan bersantai di lorong lobi itu.
“Kalau di lobi bebas merokok, Mas. Saya sudah setahun menyewa di sini dan sebentar lagi pindah, rencananya melanjutkan pendidikan ke Malang,” katanya tanpa mengalihkan pandangannya dari HP.
Malam itu terlihat pula petugas di meja resepsionis telah berganti. Kali ini yang berjaga laki-laki. HMStimes.com pun mencoba mulai melakukan penggalian informasi perihal harga dan tipe setiap unit ruangan yang disediakan di Queen Victoria. Dari obrolan singkat itu diketahui bahwa harga sewa per bulan penginapan dipatok mulai dari harga Rp4 jutaan hingga sampai Rp15 jutaan. Harga tidak tetap atau sewaktu-waktu dapat berubah tergantung situasi dan kondisi.
Ada beberapa tipe apartemen yang bisa dipilih. Akan tetapi, sebenarnya tempat ini hanya menyediakan dua model ruangan. Yang paling banyak tersedia adalah Unit 2BR yang terdiri dari dua kamar tidur terpisah. Sementara satunya lagi ialah Unit 3BR yang terdiri dari tiga kamar tidur terpisah. Perbedaan masing-masing unit hanya terletak pada luas dan ruangan kamar tambahannya.
“Kalau sewa per dua minggu itu masih harga normal, tapi kita kasih diskon 20 persen, sedangkan biaya sewa satu bulan itu diskon 40 persen. Kalau mau lihat unitnya dulu juga boleh. Besok pagi bisa kita antar,” kata pria itu.
Karena hari sudah terlalu larut, HMStimes.com pun memutuskan membuat janji temu untuk melihat masing-masing unit ruangan pada esok hari. Beberapa saat melihat-lihat keadaan malam, HMS beranjak kembali ke lantai teratas gedung, masuk ruangan nomor 23 B15 tempat menginap.
Pagi hari keesokan harinya, 17 Juli 2020, niat HMStimes.com bertemu dengan para petinggi Queen Victoria Apartment tidak dapat terlaksana. Salah satu petugas penerima tamu menyatakan pimpinan perusahaan alias Direktur Utama Queen Victoria Apartment, bernama Iteng, sedang berada di Australia. Sedangkan anaknya bernama, Arwin, yang diangkat sebagai manajer hotel, belum juga kelihatan berada di lokasi.
Alhasil, kesempatan melihat satu per satu tipe ruangan kamar hanya ditemani petugas front office saja. Ada tiga model yang sempat dilihat hari itu. Semua unit tampak dilengkapi AC, ruang makan, ruang tamu dengan televisi kabel layar datar. Terdapat juga dapur kecil dengan kulkas dan ruang makan. Tersedia kompor gas, dispenser, perabotan rumah tangga, handuk, pengering rambut, serta perlengkapan mandi yang memiliki pancuran air panas dan dingin.
“Tipe kamar tersedia ada 2BR standar, 2BR premium, 3BR standar, dan 3BR premium. Untuk harga menginap per malamnya pada setiap tingkatan hanya berbeda sekitar Rp200 ribuan saja,” kata petugas front office itu.
Untuk tata letak unit 2BR premium, ketersediaannya terbatas dan rata-rata ruangannya berukuran 45 meter persegi, berada di di lantai 17, 22, dan 23. Sementara untuk tiga BR premium dengan luasan 55 meter persegi hanya terdapat di lima lantai. Semua unit ruangan ini memiliki pemandangan kota dari dalam kamarnya.
“Iya benar, kalau hotelnya cuma 23 unit. Selebihnya apartemen masih kosong, sudah disewa, ada yang sudah dibeli, dan beberapa ada pula yang masih tahap renovasi. Kalau untuk harga jual apartemen kita kurang tahu, karena itu ada marketingnya sendiri. Penjualan langsung sama dia. Nanti saya kasih kartu namanya saja ya,” katanya.
Informasi lain yang didapatkan soal 3BR premium, yang ternyata hanya tersedia satu ruangan saja. Itupun selama ini ditempati oleh Direktur Utama Queen Victoria Apartment, Iteng, yang kepada HMS pernah menyebut Imperium “hotel coba-coba.” Hal itu pula yang menjadi alasan pria ini enggan mengajak HMStimes.com melihat situasi dalam ruangan tersebut. “Kalau mau lihat unit 3BR premium untuk sekarang belum bisa, tunggu direktur kita pulang saja,” katanya.
Selesai melihat-lihat beberapa unit ruangan, HMStimes.com diajak kembali ke lantai 1. Karena jam sudah menunjukkan hampir pukul 12 siang, proses check-out pun langsung dilakukan kala itu juga. Resepsionis meminta HMS menunggu sebentar sebelum uang jaminan dikembalikan. Pihaknya wajib memastikan dulu kondisi kamar apakah ada barang-barang yang rusak atau hilang setelah kami keluar.
“Baik, Pak, sudah selesai. Ini sekuriti depositnya dan terima kasih. Kalau jadi ingin membeli atau sekadar bertanya, bisa langsung menghubungi kami ke nomor ini,” kata dia sembari memberikan dua kartu nama berbeda. Satu yang biasa dipajang di meja resepsionis, dan satunya lagi yang disimpan di bawah meja kasir.