Kawin culik, atau dalam bahasa Sasak disebut merariq, merupakan tradisi menculik pasangan sebelum menikah, yang masih dijalankan oleh masyarakat suku Sasak yang berada di Lombok, Nusa Tenggara Barat, sampai hari ini. Menculik bukan hanya sekadar mengambil, tetapi ada aturan yang sudah ditetapkan mengenai hal itu oleh lembaga adat setempat.
Lalu Awal, seorang tokoh adat dan penembang di Lombok Tengah, menceritakan via telepon kepada HMS mengenai proses menculik dalam suku Sasak. “Awalnya tentu dimulai dengan suka dulu. Dimulai dari pandang-padangan barangkali, lalu tumbuh rasa suka itu, akhirnya menjalin hubungan. Kalau sekarang orang bilangnya pacaran,” kata Lalu Awal, 17 November 2020.
Setelah menjalin hubungan, dan mereka mantap, lalu memutuskan untuk menikah, di sinilah proses mencuri dimulai. Menculik juga memiliki aturan. Ada beberapa hal dalam menculik yang tidak diperbolehkan. Jika itu dilanggar, akan ada sanksi denda oleh kepala adat di desa masing-masing. Salah satunya, menculik tidak bisa dilakukan di tempat kerja, dan tidak bisa dilakukan pada siang hari.
Menculik seorang yang masih duduk di bangku sekolah diperbolehkan, tapi si penculik harus membayar denda sesuai jumlah yang ditetapkan oleh sekolah. Jumlahnya beragam, ada Rp2 juta, dan ada yang lebih banyak dari itu. Hal tersebut merupakan upaya untuk menekan pernikahan di bawah umur yang terjadi di Lombok, tapi nyatanya masih banyak yang melakukannya.
“Menculik itu biasanya setelah salat Isya, di malam hari intinya, menghindari keributan. Selain itu, untuk menghindari saingan si pria yang juga ingin menculik. Ada juga mereka yang memang sudah janjian terlebih dahulu, jadi si wanita menunggu untuk diambil saja. Ada juga yang tidak disetujui, bisa saja nanti dihalangi, bisa sulit juga. Mungkin karena tidak suka dengan si pria atau hal lainnya. Makanya kalau bisa, yang tahu hanya si pria dan wanita dan kerabat yang diminta bantuannya,” kata Lalu Awal.
Setelah wanita itu diculik, ia akan dibawa ke rumah orang tua si penculik. Namun, apabila tidak disetujui, atau khawatir menimbulkan keributan, dia akan dibawa ke rumah kerabat si penculik, yang nantinya akan membantu mengurus segala proses pernikahan sampai selesai.
Setelah wanita tersebut berada di rumah penculik, warga yang berada di desa tersebut malam itu akan diberi tahu mengenai penculikan. Hal ini merupakan pertanda bahwa si pria berhasil menculik dan akan menikah. Itu juga untuk memperkenalkan si wanita agar nantinya tidak ada lagi yang menculiknya. Para pemuda di desa itu, yang mendengar kabar tersebut, akan datang ke rumah si penculik dengan membawa seekor ayam untuk dimasak dan disantap bersama. Masyarakat Sasak di Lombok menyebutnya “mangan merangkat.”
Wanita yang diculik hanya boleh berada di rumah si penculik paling lama 3 hari. Lebih dari itu dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum. Setelah 3 hari, keluarga pria yang menculik bersama dengan tetua adat akan mendatangi rumah si wanita untuk memberi kabar bahwa anaknya telah diculik oleh pria tersebut, dan di situlah mereka akan membicarakan proses selanjutnya. Selain secara adat, pernikahan tersebut nantinya akan disahkan menurut agama.
Lili Mandriani, seorang wanita Sasak yang menikah pada 22 Agustus 2020 lalu, menceritakan kepada HMS pengalamannya menikah dengan proses adat suku Sasak Lombok. Ia mengatakan orang tuanya tidak memberi izin jika ia menikah dengan cara dilamar. Orang tuanya menginginkan proses adat, yaitu diculik. “Kalau saya pribadi memang inginnya pakai adat diculik,” kata Lili kepada HMS, 17 November 2020.
“Dari seminggu sebelum diculik, saya sudah persiapkan apa yang mau dibawa. Saya berunding sama kakak saya. Jadi, diculiknya dari sana [rumah kakaknya],” kata Lili.
Sebelum Lili diculik, pihak keluarga laki-laki yang menculiknya telah mengetahui rencana tersebut. Namun, orang tua Lili tidak mengetahuinya. Selama proses menculik, tidak ada halangan. “Alhamdulillah lancar-lancar saja. Ibu saya nangis sampai hari saya akad nikah. Bapak saya terima. Mertua saya juga terima. Nangislah, anak bungsu nikah,” katanya.
Saat dia diculik dengan menggunakan kendaraan milik pasangannya, perasaan Lili bercampur aduk antara senang, sedih, dan deg-degan. “Menurut saya sih ribet. Tapi orang tua tidak kasih kalau pakai lamaran,” katanya.
Tradisi kawin culik ini berawal dari cerita pada zaman dahulu. Konon seorang raja punya putri yang sangat cantik, dan banyak pria yang ingin menikahinya. Lalu raja tersebut membuat sebuah tempat yang dijaga ketat oleh penjaga kerajaan. Siapa pun yang bisa menculik si putri dari tempat itu, ia akan menikahinya.
Karena itulah, menurut masyarakat suku Sasak di Lombok, menikah dengan cara menculik dianggap kesatria.