Peran Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam pembangunan daerah takbisa dianggap enteng. Maju-tidaknya satu daerah tak terlepas dari keberadaan pelaku usaha yang telah banyak berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Pascapandemi covid-19 mengglobal, pelaku UMKM takluput dari dampak tekanan wabah.
Selain mampu membuka lapangan pekerjaan, sektor UMKM juga menyumbangkan pendapatan asli daerah, UMKM digadang-gadang menjadi solusi di tengah impitan ekonomi. Tetapi, apa jadinya ketika kelesuan menimpa pelaku UMKM yang tadinya sebagai lokomotif pembangunan, gulung tikar tatkala pandemi covid-19 telah menimbulkan resesi ekonomi di semua sektor.
Dalam diskusi webinar, Minggu, 9 Agustus 2020, pukul 20.00, Ikatan Alumni Universitas Indonesia Kepulauan Riau (Ulinu-UI Kepri), mengangkat topik Penataan UMKM di Era new normal Untuk Masa Depan Kepri, bersama pemerintah Provinsi Kepri, sejumlah narasumber dan pelaku UMKM. Untuk mengurangi beban tekanan dampak wabah covid-19, pemerintah melalui Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, memberikan dana stimulan kepada 12 juta pelaku usaha UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia. Melalui diskusi ini, sejalan dengan dana stimulan Rp2,4 juta per UMKM itu dapat membangkitkan semangat para pelaku usaha.
Febriansyah Muswar, pelaku UMKM, mengatakan dampak covid-19 tak bisa dihindari kecuali melakukan yang extraordinary untuk keluar dari keterpurukan ekonomi. Menurut lulusan teknik metalurgi UI ini, sektor pariwisata adalah unit yang mengalami penurunan drastis sejak bulan Maret 2020. “Sempat dari mulai Maret itu sampai satu bulan yang lalu, sektor pariwisata itu bisa dibilang nol,” kata Ferbriansyah Muswar. Pada saat kondisi tourism terpuruk, beralih ke sektor bisnis lain adalah salah satu solusi yang bisa dilakukan pelaku usaha misalnya, memasarkan produk kuliner. Selain itu, ia juga menekuni usaha kurir untuk menghindari pemutusan hubungan kerja dengan karyawan. Baginya, sangat berat untuk mem-PHK-kan karyawan yang telah lama bekerja, lebih-lebih jika karyawan yang di-PHK itu sudah berkeluarga, tanpa pesangon, dan tanpa gaji.
Mau tak mau, kata dia, para pelaku usaha dituntut untuk lebih kreatif. Kemudian dukungan pemerintah, kolaborasi, dan kemudahan yang diterapkan Bank Indonesia diharapkan bisa menjadi jalan keluar di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk saat ini. Ia mengatakan, di masa pandemi ini, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk menggerakkan orang, menggerakkan barang atau logistik dan menggerakkan uang, agar perekonomian berangsur pulih dan tidak stagnan. “Yah, inilah kondisi yang harus kita hadapi, tetapi tetap semangat,” kata Febriansyah.
Dari tujuh puluh enam responden pelaku usaha kuliner yang disurvei Bank Indonesia di Kepri selama dua minggu, 96 persen pelaku usaha menyatakan jumlah karyawannya kurang dari sepuluh orang; 92,1 persen pelaku usaha masih menjalankan usaha; 69,7 persen telah menjalani usahanya selama 5 tahun; 64,5 persen pelaku usaha menggunakan pinjaman bank; 81,6 persen menyatakan tidak mendapatkan keringanan bunga pinjaman dari bank; 89,5 persen menyatakan tidak mendapat insentif pajak dari pemerintah; 97,4 persen menyatakan tidak mendapatkan bantuan langsung tunai dari pemerintah; 77,6 persen mengatakan tidak mendapatkan pembinaan dari dinas terkait untuk meningkatkan penjualan selama pandemi covid-19.
Wesky Putra Pratama, Analisis Bank Indonesia, mengatakan sebanyak 84 persen para pelaku usaha menggunakan media online untuk memasarkan produknya. Di tengah pandemi ini, sebanyak 38,2 persen usaha UMKM harus tutup; 23,7 persen menurun tajam dan melakukan efisiensi; 19,7 persen arus kas terganggu sehingga mempengaruhi usahanya. Selain itu 89,5 persen responden menyatakan pihak BUMN atau instansi terkait tidak memberikan bantuan berupa pendampingan selama masa pandemi; 93,4 persen menyatakan BUMN atau instansi terkait tidak ada membeli produk maupun jasa untuk menyerap anggaran dan membantu usaha para pelaku usaha selama pandemi. Sementara itu, 97,4 persen responden menyatakan setuju bila pemerintah melakukan upaya kebijakan new normal dengan membolehkan kegiatan usahanya di tengah pandemi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Ada beberapa pendapat yang diajukan para responden. “Perlu modal usaha, dana, santunan, bantuan pemerintah, training, dan pelatihan,” kata Wesky. Bahkan, 81,6 persen responden menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam menerapkan kegiatan usahanya dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Dari ketujuh puluh enam responden; 66,7 persen lokasi usahanya berada di Kota Batam; 15,3 persen di Bintan; selebihnya berada di Tanjung Pinang, Karimun, Dabo, Natuna, Lingga, dan Singkep.
Sry Handoyo, Ketua Tangan Di Atas (TDA), salah satu organisasi bidang UMKM wilayah Kepri dan Jambi, mengatakan daya beli masyarakat adalah kendala yang mereka hadapi, baik di Kota Batam, Kepri pada umumnya, dan Jambi. Pengenaan pajak masih cukup memberatkan dalam kondisi saat ini. Sebagai pelaku UMKM, Sry Handoyo mengaku belum merasakan bantuan pemerintah melalui programnya untuk menyokong pelaku usaha selama ini. “Dari mulai Januari akhir sampai sekarang, memang mulai ada peningkatan, tetapi belum ada dampaknya,” kata Sry Handoyo.
Sementara itu, Eky, Sekretariat Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) Kepri, mengatakan jumlah UMKM di Kepri sebanyak 112.155. Dari data tersebut, yang terdampak covid-19, adalah sebanyak 13.990. Ia tidak menampik jika data yang dimiliki saat ini sangat dinamis. Selain spektrum pelaku usaha di Kepri yang sangat luas, pelaku UMKM di Kepri juga kurang menggeliat untuk mendaftarkan diri di dinas terkait. “Kadang-kadang pelaku usaha juga sulit sekali kita dorong untuk mendaftar. Tidak tahulah apa alasannya,” kata Eky. Data sementara yang sudah dikirimkan ke Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sejalan dengan dana stimulan yang akan digelontorkan Kementerian tersebut adalah 13.990. “Tentunya akan ada lagi verifikasi dari Kementerian, sehingga mudah-mudahan adalah beberapa UMKM kita yang memang sesuai dengan kriteria Kementerian,” kata Eky. Satu kabupaten yang belum mengirimkan data-data, kata dia, adalah Anambas. Ia tidak tahu kesulitan yang dihadapi kabupaten Anambas, sehingga sampai saat ini, Anambas belum mengirimkan data-data pelaku UMKM-nya.
Eky menerangkan, lima permasalahan UMKM yang terdampak covid-19 di tujuh kabupaten/kota seperti, penjualan yang menurun, sulitnya bahan baku, distribusi yang terhambat, permodalan, dan produksi yang terhambat. “Kita sudah mengindentifikasi apa saja permasalahan yang terjadi dengan pelaku UMKM,” kata Eky. Terkait permasalahan tersebut, Eky mengatakan provinsi Kepri telah merancang kebijakan terhadap UMKM yang terdampak covid-19. Untuk masalah permodalan, pemerintah akan menggalakkan program beli produk UMKM, pelatihan digital marketing, dan penjualan daring. Sedangkan untuk permodalan, katanya, pemerintah akan memberikan bimbingan teknis penyusunan kelayakan usaha, fasilitas ke lembaga keuangan dan fasilitas bantuan modal Kementerian KUKM. Koordinasi dengan stakeholder yang terlibat dalam transportasi, adalah upaya untuk mengatasi pendistribusian terhambat. Guna mengatasi produksi yang terhambat, Eky menyebutkan, pelatihan motivasi usaha di new normal seperti peralihan produk dan efisiensi adalah langkah yang akan diambil. Sementara, pelatihan budidaya pengelolaan sumber daya alam lokal dan mencari sumber-sumber alternatif bahan baku, adalah kebijakan lain untuk mengatasi pelaku usaha di masa pandemi.
Menyoroti kebijakan pemerintah untuk UMKM di tengah pandemi covid-19, Jibriel Avessina, Ketua Policy Center ILUNI UI, bersaran kepada pemerintah dalam menangani jenis bantuan. Selain melibatkan Kementerian untuk mengimplementasi kebijakan UMKM, pemerintah perlu memberikan bantuan yang berfokus pada permasalahan likuiditas, seperti penjaminan kredit modal kerja, restrukturisasi kredit UMKM, fasilitas PPh, subsidi melalui KUR, UMi serta lembaga penyalur lainnya. Jibriel mengatakan stimulus seperti insentif pajak dan bantuan modal kerja haruslah dibarengi dengan kebijakan sisi permintaan. Sedangkan untuk mengatasi permasalahan penerima bantuan yang menyasar, ia mengatakan perlu sistem satu basis data dan tambahan verifikasi data dengan survei lapangan, dan melakukan metode menyasar dan memverifikasi data berbasis komunitas. Pada saat menyalurkan bantuan sosial, secara bersamaan pemerintah dapat melakukan perbaikan data.
“Targeting, sistem data kita dengan di lapangan masih belum sempurna. Basic data masih harus dipenuhi,” kata Jibiel. Untuk pengawasan dan implementasi kebijakan, pembentukan SOP monitoring dengan melibatkan kejaksaan, KPK dalam satgas pengawasan bantuan sosial perlu dilakukan. Pemerintah, kata dia, juga harus menyediakan keterbukaan informasi perkembangan penyaluran bantuan sosial, baik melalui aplikasi, sms/informasi terpusat, media massa. “Catatan dari kami, perlu perbaikan data. Kita harapkan yang dua juta empat ratus ini harus dilakukan perbaikan data yang lebih baik lagi,” kata Jibriel. Pertemuan untuk bertukar pikiran mengenai masalah penataan UMKM lewat webinar ini dimoderatori, Timbul Dompak, bersama Febrian Hermawan sebagai host dan Syahiswendy selaku co-host.