Sekelompok aktivis LSM berunjuk rasa di depan gedung Pemerintah Kota Batam, Kepulauan Riau, 27 Agustus 2020, menuntut agar Pemko Batam segera memenuhi kewajibannya membayar pekerjaan seorang pemborong bernama Nuranis (58), yang sudah menang dalam sengketa perdata pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Adapun pekerjaan Nuranis yang belum dibayar oleh Pemko itu ialah paket pengadaan meja dan kursi untuk posyandu senilai Rp194.250.000.
Dalam orasinya, aktivis Akhmad Rosano mengatakan apabila Pemko Batam tidak memenuhi kewajibannya membayar paket proyek Nuranis, yang juga ikut berdemonstrasi, pihaknya akan membawa kasus ini ke ranah hukum pidana. “Tolong jangan zalimi rakyat. Kalau hari ini tidak selesai, saya akan laporkan Anda ranah tindak pidana dan Undang-Undang Tipikor terkait penggelapan. Kalau Anda tidak mau menyelesaikan baik-baik, saya akan laporkan Anda ke Mabes Polri dan Polda Kepri,” kata Rosano.
Nuranis, yang datang bersama dengan putra tunggalnya, Ardi Alif Salim (20), juga ikut berorasi. Dia juga meminta Pemko Batam segera membayarkan hak-haknya dan mengembalikan citranya sebagai pemborong karena tertundanya pembayaran tersebut selama tiga tahun. “Karena permasalahan ini, saya tidak ada lagi kesempatan untuk bekerja. Saya dizalimi selama tiga tahun. Saya mohon keadilan,” kata Nuranis dengan air mata berderai.
Dia mengatakan tidak tahu lagi mau mengadu ke mana. Semua langkah sudah dia ambil, tetapi pembayaran tak kunjung dilakukan. “Saya rakyat kecil, dan saya tidak tahu harus ke mana. Saya tidak punya niat macam-macam. Demi keadilan, keluarlah, Pak Wali Kota. Saya mohon, Bapak. Sudah lama saya memohon untuk dibayar, tetapi sampai sekarang belum ada,” kata Nuranis.
Namun, sayangnya, sampai aksi unjuk rasa usai, tidak ada satu pun pejabat Pemko Batam yang datang menemui Nuranis.
Menurut salah satu petugas keamanan yang mengawasi aksi, jumlah peserta unjuk rasa tersebut sekitar 15 orang saja, karena pembatasan aktivitas sesuai dengan protokol Covid-19. Durasi demonstrasi pun hanya sekitar 45 menit. “Mereka tertib aturan, tetapi tidak ada orang Pemko Batam yang jumpai,” katanya.
HMStimes.com berupaya berkali-kali mencari kesempatan wawancara dengan Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, untuk meminta tanggapannya atas demonstrasi yang ditujukan terhadap dirinya, dan akhirnya berhasil pada 29 Agustus 2020 di Alun-Alun Engku Putri meskipun Rudi hanya menjawab singkat. “Kok tanya saya? Tanyalah ke dia tanggapannya gimana,” kata Rudi, sembari tersenyum kepada HMS, ketika ditanya tentang aktivis Rosano yang mendemonya, yang dalam pilkada sebelumnya dikenal sebagai pendukung Rudi.
HMS juga mengajukan pertanyaan kepada Wali Kota Rudi soal kelanjutan putusan MA yang memenangkan kontraktor Nuranis, bagaimana proses pembayaran biaya proyek pengadaan yang tertunda selama tiga tahun itu, dan apakah sudah ditentukan jadwal pencairannya. “Kalau soal itu, coba langsung tanya ke Pak Kadis [Kepala Dinas Kesehatan] saja, ya, agar dapat keterangan lebih jelas,” kata Rudi. Namun, sampai laporan ini diterbitkan, HMS belum berhasil mewawancarai Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam.
Wakil Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, yang juga sempat diwawancarai HMS di Alun-Alun Engku Putri, mengatakan dirinya baru mengetahui masalah pemborong versus Dinas Kesehatan Kota Batam baru-baru ini. “Terus terang kalau terkait persoalan itu, saya tidak mengikuti sedemikian detail. Justru saya baru tahu ini ketika tiba-tiba viral diberitakan,” katanya.
Tentang demonstrasi terhadap Wali Kota Rudi itu, “Kalau ditanya apakah mengandung unsur politik, iya, terasa kental nuansa politiknya. Nah, itulah jawabannya,” kata Amsakar.