Lalu lintas di Jalan Batu Ampar di Kota Batam, Kepulauan Riau, tampak sibuk. Selain kendaraan pribadi, sejumlah truk bermuatan peti kemas pun lalu-lalang. Debu beterbangan ke segala arah tatkala jalan itu dilindas truk peti kemas. Waktu menunjukkan pukul 11.00 wib, Sabtu, 11 Juli 2020.
Bambang, dengan kaos lengan pendek berwarna oranye berkombinasi hitam, tampak semakin elegan dengan topi yang warnanya selaras dengan warna kaos. Persis seperti peternak. Setelan celana panjang berwarna krem dengan sepatu bot hitam membuat Bambang lebih percaya diri meskipun kaos di pundak kirinya bolong. Ia memakai topinya sengaja terbalik. Sembari memegang kertas berwarna cokelat dan pena hitam, ia bersama rekannya, Natal, tampak serius menyisir satu persatu barisan sapi. Tulisan sapi Bali, menunjukkan jenis sapi, yang diikat melintang pada tengah tenda terpal di antara tiang penyangga.
Sambil melihat tulisan angka di tripleks kecil yang melingkar di leher sapi, Natal sesekali berjalan sembari merobek kantong plastik biru dan mengikatkannya di leher sapi, menandakan sapi itu usai didata oleh Bambang. “Fungsinya untuk menandai bobot sapi agar mudah membedakan harga,” kata Bambang.
Bambang rutin mendata sapi milik bosnya, Surya. Aktivitas mencatat itu tidak setiap hari dilakukan Bambang. Ia akan mencatat sapi yang baru datang dan langsung dipamerkan di tenda etalase yang dibangun di sisi kiri Simpang Batu Ampar.
“Sapi-sapi ini baru datang dari Lampung. Ada beberapa jenis sapi di sini, ada jenis Bali, Metal, PO, dan Limosin. Tapi nanti tanya saja langsung sama bos, ” kata Bambang sambil berjalan di deretan sapi.
Bambang begitu telaten saat menjelaskan satu per satu perbedaan berbagai jenis sapi yang ada di tenda sambil mengelus kepala sapi-sapi itu. Bambang menjelaskan, “PO, sapi yang putih besar itu. Kalau sapi Bali, kakiknya putih. Limusin warnanya keemasan kayak bule, tulangnya besar, dan ukurannya bisa gede banget dan gemuk.”
Pekerjaan mengurus ternak sapi dan kambing bukanlah pekerjaan utamanya. Ia melakukan pekerjaan ini lantaran mendekati Hari Raya Iduladha. Biasanya, menjelang Iduladha banyak para peternak sapi mencari tenaga tambahan untuk membantu menjual sapi.
Tak jauh dari situ, tepatnya di sebelah tenda kambing, sebuah tenda kecil yang tertata meja kayu biasa, dan sebuah kursi. Di tempat itulah pemilik ternak, Surya, mengatur negosiasi dengan calon pembeli.
Hingga saat ini penjualan ternaknya masih terbilang cukup tinggi. Tercatat selama dia berjualan sejak 1 Juli lalu, dia berhasil menjual 100 ekor kambing dan 10 ekor sapi dari berbagai jenis. Bahkan, di tengah pandemi Covid-19, penjualannya meningkat. “Saya rasa di tengah pandemi kemarin banyak orang yang ingin berbagi dan memang para peternak tak terpengaruh dengan kondisi pandemi,” katanya.
Menurut Surya, tahun ini sangat berbeda dengan tahun lalu. Selama 8 tahun, menjelang Iduladha, ia berjualan di pinggir jalan. Setidaknya, cukup banyak ia menampung pesanan pembeli dari negara tetangga seperti Singapura. Dari pembeli luar negeri, ia mengakui omsetnya cukup besar. Walau tak menyebutkan angka, namun dari total omset 100 persen, ia mendapat 30 persen dari pembelian yang di luar negeri.
“Tahun ini yang paling meningkat adalah pembeli lokal, mungkin Singapura sedang lockdown [karantina], jadi saya belum ada terima pesanan dari sana,” katanya.
Selain berjualan di pinggir jalan, Surya tetap menjalankan bisnisnya. Ia juga memiliki kandang sendiri yang lokasinya tak jauh dari Simpang Batu Ampar, tepatnya di kawasan Melcem. Di kandang itu, jenis sapi mulai dari sapi Bali, Metal, Limosin, dan PO serta berbagai jenis kambing mulai dari Rambon, Etawa, Blaster, dan PX, ia pasarkan.
Harga kambing pun bervariasi, mulai dari Rp2 juta sampai Rp8 juta. “Yang mau datang ini, 4 ekor. Jenis PX bobotnya 100 kg perekor, harganya Rp10 juta,” katanya. Sedangkan untuk sapi jenis Bali, harganya mulai dari Rp19 juta sampai Rp23 juta dan Rp22 sampai Rp30 juta untuk ketiga jenis sapi lainnya.
Pada musim Iduladha, Surya mengaku cukup kesulitan untuk mencari pakan ternaknya, terutama rumput. Pasalnya, pada musim ini para peternak lain juga bermunculan dan berlomba-lomba mencari rumput untuk ternak mereka. Untuk mendapatkan pakan ternak jenis rumput, para peternak biasanya akan berpacu. Namun, untuk jenis pakan ampas tahu, ia tinggal membelinya dengan harga perkarungnya di kisaran Rp15 ribu sampai Rp20 ribu per karung.
Sedangkan untuk jam operasional penjualan ternak, Surya tidak membatasi, seperti yang sudah ia lakukan di pinggir jalan saat ini. Bahkan, ia siap melayani pembeli selama 24 jam. Saat ini karyawannya berjumlah 10 orang. “Pada hari biasa cuma dua orang, jadi bisa melayani 24 jam,” katanya.
Saat ini Surya memiliki 250 ekor kambing dari berbagai jenis, 100 ekor di antaranya dipasarkan di pinggir jalan, 150 ekor berada di kandang. Surya memiliki 30 ekor sapi, 20 ekor dipasarkan di pinggir jalan, 10 ekor lainnya masih berada di kandang.
“Semua ternak saya asalnya dari Lampung. Jadi, 99 persen ternak sapi dan kambing di Batam ini berasal dari Lampung,” kata Surya.