Paskah Ginting (40) masih sempat bertemu dan bertegur sapa dengan Boru Sinukaban, pedagang sayur yang meninggal karena, menurut pemerintah setempat, terpapar Covid-19. Lapak jualan Paskah hanya sekitar tiga meter dari lapak Sinukaban di Pajak Melati di Jalan Flamboyan Raya, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Sumatra Utara.
“Memang sudah ada sakitnya, sudah lama itu, sakit asam lambung. Tapi aku ragu itu karena Covid,” kata Paskah saat ditemui HMStimes.com di sela-sela kesibukannya melayani pembeli, 3 Oktober 2020.
Paskah mengatakan Boru Sinukaban dikenal ramah dan suka menegur sesama pedagang. “Waktu itu Jumat [18 September 2020), dua minggu lalu, kami masih sempat bicara sebentar. Kemudian Senin ada berita [Sinukaban] sudah meninggal di Rumah Sakit Bina Kasih,” katanya.
Paskah tidak percaya Sinukaban meninggal karena Covid-19 walaupun memiliki riwayat penyakit asam lambung dan acap kali mengalami sesak napas jika sakitnya kambuh. “Asam lambung ini ciri-cirinya sesak napas. Jadi, orang yang sudah sesak napas sering dikategorikan Covid, itu yang saya ragukan,” kata Paskah.
Adik ipar Paskah sendiri pernah dilarikan ke Rumah Sakit Elisabeth, Medan, karena sesak napas. Pihak rumah sakit sempat mendiagnosis dia terpapar Covid-19. Namun, keluarga bersikeras mengatakan bukan Covid-19 dan meminta dia diperiksa kembali. Hasil diagnosis terakhir, ternyata dia hanya sakit asam lambung. “Jadi, saya pun ragu kalau dia [Boru Sinukaban] itu Covid,” ujarnya.
Sehari setelah kematian Boru Sinukaban yang disebut karena terpapar Covid-19, seluruh pedagang di Pajak Melati diimbau untuk tidak berjualan hingga waktu yang tidak ditentukan. “Bersama dengan ini kami mengimbau pada seluruh pedagang Pasar Melati Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, untuk tidak berdagang/beraktivitas di Pasar Melati berhubung dikarenakan ada salah seorang pedagang yang meninggal dunia akibat terpapar Covid-19, dan untuk berjualan/aktivitas akan kami informasikan kembali,” begitu isi surat yang ditandatangani Lurah Tanjung Selamat tertanggal 21 September 2020. Setelah surat itu sampai kepada para pedagang, seluruh lapak di Pajak Melati disemprot dengan cairan disinfektan.
Karena surat imbauan lurah itu, Paskah Ginting pun tidak berjualan selama sepuluh hari. Dia hanya berada di rumah, makan, tidur, dan menonton televisi. “Bosan. Uang keluar terus, pemasukan takada. Lagi pula stok ikan masih banyak yang tidak terjual,” katanya. Sepuluh hari kemudian dia kembali beraktivitas di pasar setelah terlebih dahulu menjalani rapid test yang dilakukan pihak Kecamatan Medan Tuntungan.
Bukan hanya Paskah yang ragu bahwa kematian Boru Sinukaban adalah gara-gara Covid-19. Pedagang lain juga tidak percaya sehingga mereka tetap berjualan walaupun ada imbauan agar tidak berjualan.
Seorang pedagang, Boru Sembiring, mengatakan kepada HMS, “Mana ada itu karena Covid-19. Memang sebelumnya dia sudah lama sakit.” Dia tidak mau termakan isu Covid-19 yang disebarkan melalui surat edaran. Keyakinannya itu semakin kuat ketika seluruh pedagang di Pajak Melati diharuskan menjalani tes rapid, dan ternyata semuanya dinyatakan negatif. Sempat ada enam pedagang yang dinyatakan positif, tetapi setelah menjalani tes swab, hasilnya negatif.
Pedagang lain, Ningsih, mengatakan sempat tidak berjualan selama tiga hari karena surat imbauan dari pemerintah itu. Setelah menunggu hasil rapid test, yang hasilnya negatif, dia pun kembali berjualan bersama dengan suaminya. “Pengeluaran banyak kalau di rumah saja,” katanya.
Seorang penjual ikan yang lapaknya berdekatan dengan lapak Boru Sinukaban juga tidak percaya bahwa almarhumah meninggal karena virus corona. Menurut dia, Boru Sinukaban terlalu letih bekerja. “Bayangkanlah, di pasar induk Lau Chi dia jualan. Habis itu dia ke sini. Kan, capek kali,” katanya.