Wagirin Arman, politisi senior Sumatra Utara (Sumut) dari Partai Golkar, berkomentar menanggapi sistem pemilihan kepala daerah yang terjadi saat ini. Anggota DPRD Sumut itu mengusulkan agar sistem pilkada dikembalikan seperti sistem lama, yakni kepala daerah dipilih oleh para wakil rakyat di DPRD.
“Apakah demokrasi kita saat ini sudah betul?” kata Wagirin kepada HMStimes.com sebelum dia memasuki ruang kerjanya di gedung DPRD Sumut, Selasa, 15 September 2020, di Medan.
Dia menyinggung pernyataan Menko Polhukam, Mahmud MD, baru-baru ini bahwa hampir 92 persen calon kepala daerah di seluruh Indonesia dibiayai oleh cukong. Menurut Wagirin, pernyataan Menko itu muncul karena sistem pilkada saat ini sudah tidak lagi berpedoman pada Pancasila, seperti tertuang dalam sila keempat.
“Akibat kebebasan memilih, membuat proses demokrasi membutuhkan biaya tinggi saat pilkada, terutama pada saat calon kepala daerah harus mencari partai pengusung,” kata Wagirin Arman.
Dia mengatakan, apabila ingin diusung partai, seseorang yang ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah harus mengeluarkan ongkos politik. Sehingga, pada sistem itu, layak tidaknya calon kepala daerah tidak ditentukan secara objektif oleh rakyat, melainkan oleh partai.
“Memangnya apa bisa cukup bilang, ‘Assalamualaikum, Ketua Partai, aku mau maju jadi bupati.’ Apa bisa begitu?” kata mantan ketua DPRD Sumut ini.
Oleh karena itu, pemilihan kepala daerah saat ini sudah tidak objektif. Sulit mencari pemimpin yang objektif sesuai dengan pilihan rakyat, katanya, karena ada peran partai dalam proses pilkada.
Yang terjadi ialah rakyat memilih siapa yang ditentukan partai. Rakyat pun akan memilih seorang calon kepala daerah apabila menganggap ada sesuatu yang bakal didapatkannya dari si calon kepala daerah.
Wagirin berpendapat bahwa sistem pemilihan kepala daerah perlu dikembalikan ke sistem yang sesuai dengan asas Pancasila, sesuai dengan sila keempat.
Ketika ditanya HMS apakah yang dia maksudkan supaya kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD seperti zaman dulu, Wagirin Arman mengatakan, “Ya, sebaiknya memang begitu. Kalau dicurigai keuntungannya ada pada DPRD, kan, ada KPK.”