PT Moya Indonesia, anak usaha Moya Asia Holding Limited, ditunjuk sebagai pemenang dalam pemilihan langsung mitra kerja sama penyelenggaraan operasi dan pemeliharaan selama masa transisi sistem penyediaan air minum (SPAM) oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam. Penunjukan itu diduga melanggar aturan perjanjian konsesi pengelolaan air baku di Batam, yang selama 25 tahun telah dikelola oleh PT Adhya Tirta Batam (ATB).
Presiden Direktur PT ATB, Benny Andrianto, mengatakan BP Batam ingin mengambil langsung SPAM Kota Batam dengan rencana pembentukan strategic bussiness unit (SBU). BP Batam, katanya, telah melakukan proses orientasi sejak tanggal 15 Mei 2020 lalu. Salah satu bentuk orientasi tersebut adalah janji Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, dalam kegiatan yang dilaksanakan pada 13 Mei 2020 lalu di Stadion Tumenggung Abdul Jamal. Dalam kegiatan itu, terjadi pertemuan dengan ratusan karyawan PT ATB yang dijanjikan akan direkrut ke dalam SBU yang terbentuk.
“Sayangnya, proses pembentukan SBU itu tidak berjalan lancar sehingga dilanjutkan dengan proses lelang yang berujung pemilihan operator transisi atau pemilihan langsung,” kata Benny kepada wartawan di lokasi Instalasi Pengelolaan Air (IPA) Duriangkang, Senin, 7 September 2020.
Benny menjelaskan, adanya penunjukan langsung PT Moya Indonesia ini, BP Batam terindikasi melanggar sejumlah aturan, salah satunya Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 mengenai Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. “Dalam aturan itu, tidak ada istilah pemilihan langsung. Yang ada adalah tender, penunjukan langsung, atau pengadaan langsung. BP Batam harusnya menjalankan sesuai peraturan yang ada,” kata dia.
Dalam proses lelang itu, kata Benny, BP Batam juga memberikan prasyarat khusus bagi ATB yang diharuskan mematuhi dan melaksanakan notisi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) paling lambat tanggal 31 Oktober 2020. “Untuk menunjukkan kepatuhan, maka ATB diminta menandatangani pernyataan di atas materai. Jika menolak, maka ATB tidak dapat diikutsertakan dalam proses lelang pemilihan langsung,” katanya.
Menurut Benny, BP Batam telah menyalahgunakan kewenangannya dengan menggunakan notisi BPKP yang tidak sesuai dengan tujuan awal, yang mana penunjukan BPKP untuk proses pengakhiran konsesi bukanlah syarat untuk mengikuti lelang. “Prasyarat BP Batam ini tidak pada tempatnya, dan kenapa tidak diberikan juga kepada para peserta lelang lainnya?” katanya.
Dengan penggunaan notisi sebagai syarat ATB mengikuti pemilihan langsung, menurut Benny, ada indikasi diskriminasi yang dilakukan oleh BP Batam kepada pihaknya. Hal ini diduga melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Atas dugaan diskriminasi tersebut, PT ATB mengadu kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada 3 September 2020. “Kami telah mendapat respons dari KPPU Kanwil I Medan. Dalam waktu dekat tim dari KPPU akan datang,” ujarnya.
Penunjukan BPKP secara sepihak juga dinilai mencederai perjanjian konsesi PT ATB dan BP Batam selama 25 tahun, antara lain bahwa penunjukan pihak ketiga dalam audit harus dengan kesepakatan kedua belah pihak. “Semoga BP Batam dapat melihat ketersediaan air menjadi bagian penting bagi kemajuan Batam, karena Batam tidak memiliki sumber air kecuali saat hujan,” ujar Benny.
Menanggapi itu, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, mengatakan pihaknya akan memeriksa kembali undangan lelang, baik kepada PT Moya Indonesia maupun PT ATB. Menurutnya, jika memang ada pihak yang keberatan, hal itu sebaiknya disampaikan langsung.
“Ya, kita ikuti sajalah. Keberatan mereka apa dan laporannya ke KPPU. Terkait laporan ATB yang menyatakan aturan dari BP Batam memberatkan, aturan yang dibuka untuk lelang kepada ATB dan perusahaan lain itu, kan, sama,” kata Rudi kepada wartawan di kantor KPU Batam, 4 September 2020.