Putra Siregar (25), pedagang ponsel yang sukses asal Batam, Kepulauan Riau, ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan atas kasus dugaan tindak pidana kepabeanan. Putra disebut menjajakan 190 ponsel bekas ilegal berbagai merek di salah satu tokonya di Condet, Jakarta Timur. Ponsel-ponsel itu dijual dengan harga miring. Selain di toko-tokonya, dia juga menjual ponsel ilegal melalui media sosial. Singkat kata, hari-hari ini dia diberitakan sebagai pelanggar hukum, sebagai orang jahat yang merugikan negara atau pemerintah atau bangsa. Baiklah, biarlah itu menjadi urusan pengadilan.
Berdasarkan informasi yang diterima HMStimes.com, Putra Siregar mendirikan PT Putra Siregar Merakyat, badan usaha bisnis ponselnya, pada tahun 2017. Dalam beberapa tahun saja bisnisnya itu pun membesar bukan hanya di Kota Batam, melainkan juga hingga ke Pekanbaru dan Jakarta.
Kesuksesan Putra dalam bisnis jual beli ponsel telah menjadi buah bibir. Sosoknya yang rutin bagi-bagi uang dan barang-barang kebutuhan untuk masyarakat kelas bawah dianggap beberapa warga dan sahabat dekatnya ibarat tokoh dalam cerita rakyat Inggris, Robin Hood, si pelanggar hukum yang banyak membuat onar dan terkenal akan kejahatannya. Robin Hood bukan penjahat biasa, karena yang dirampoknya adalah negara, dan hasilnya dibagikan kepada rakyat kecil. Bagi sebagian orang, dengan adanya kasus kepabeanan ponsel ilegal ini, Putra Siregar ibarat “Robin Hood dari Kota Batam.”
Salah seorang sahabat Putra, Rahmad alias Amek (32), mengatakan Putra Siregar terlahir dari keluarga yang ekonominya serbakekurangan. Ayahnya seorang pekerja bengkel, dan ibunya meninggal saat Putra berusia kurang dari setahun. Sejak kecil, Putra sudah diasuh oleh bibinya hingga dewasa tanpa adanya belaian kasih sayang. Menurut Amek, sahabatnya itu merupakan salah satu contoh petarung miskin yang status sosialnya merangkak naik. Jalan Ade Irma Suryani, Pematangsiantar, Sumatra Utara (Sumut), tempat Putra menjalani masa remaja, adalah lingkungan yang keras dan memiliki pergaulan yang liar. Di sana Putra terkenal sebagai seorang pekerja keras yang ulet untuk mencukupi isi perut, sekaligus seorang murid yang rajin belajar ketika masih mengenyam pendidikan. “Dulu si Putra itu, di Pematangsiantar cukup terkenal bandel. Dia dititipkan sama bibinya. Kami taunya waktu itu dia sama Wak Jenggot. Suka nongkrong dulu anaknya [Putra] di daerah stasiun. Tanya saja sama dia, pasti ingat itu,” kata Amek, memulai obrolan dengan HMStimes.com, 31 Juli 2020, di Botania, Batam Center.
Kehidupan Putra Siregar sejak kecil dilalui dengan penuh warna. Saat itu, pada usianya yang masih sangat muda, ia harus rela pergi dari rumah mencari pekerjaan di sana sini demi mendapatkan sesuap nasi. Pekerjaan yang ia lakoni jauh dari kisah sukses dirinya saat ini. Putra mengerjakan hampir seluruh jenis pekerjaan, mulai dari menjadi tukang cuci piring di rumah makan, loper koran, hingga berdagang berbagai barang milik orang lain.
Dia menjalani hidup yang tidak pasti dari satu tempat ke tempat lain demi memenuhi kebutuhan hidup tersebut. Hal ini membuat Putra Siregar terkenal sebagai anak malam pada masa itu. Tetapi, sebutan anak malam pada zaman dulu di Pematangsiantar berbeda jauh dengan generasi saat ini. Dulu Putra disebut sebagai anak malam karena terbiasa hidup menggelandang, nongkrong sembari bermain gitar di simpang jalan, dan kerap bergaul dengan orang-orang yang jauh lebih dewasa dari umurnya. “Pernah kerja di rumah makan di Jalan Diponegoro. Bayarannya cuma dapat makan sepiring. Aku tau anak itu, apa pun kerjaan, dia ambil. Biasalah, zaman itu yang penting perut tidak boleh kosong. Bagiku dia seorang petarung,” katanya.
Amek mengungkapkan, dulunya Putra Siregar juga sangat suka minum alkohol tradisional khas Batak, tuak aren, dan dia tergolong kuat menahan mabuk. Menurutnya, minuman itu selalu mengisi hari-hari Putra sejak dirinya baru menginjak usia remaja. “Sekarang dia sudah tobat. Kalau dulu, pertama sampai di Batam, [Putra] masih kuat minum. Bahkan, dia itu punya room khusus untuk anggota dan teman-temannya di diskotek. Saya pernah diajak ke sana tiga tahun lalu. Waktu itu Putra memang tidak ada, tapi semua biaya, dia yang tanggung,” ujarnya.
Tak hanya itu, Putra juga dikenal sebagai pribadi yang tidak lupa asal-usulnya, kampung halamannya. Hal ini ditunjukkan dengan membangun rumah singgah di kawasan Nagoya, Batam. Putra Siregar membangun sebuah rumah singgah berbentuk kos-kosan dengan tujuan untuk dapat menampung sahabat ataupun kerabat yang merantau ke Kota Batam. “[Rumah singgah] dibangun supaya teman-temannya yang dari Pematangsiantar, kalau datang kemari, tidak pusing cari tempat tinggal. Kami sering berkumpul di sana, dan semua biaya gratis,” kata Amek.
Ada lagi cerita dari Muhammad Amin (36), yang mulai berkenalan dengan Putra Siregar pada tahun 2015 lalu. Saat itu Putra belum sesukses sekarang, melainkan masih berjualan ponsel di perumahan Masyeba Gading Mas, Batam Kota. Kedekatan mereka itu bermula dari makanan-makanan ringan, seperti gorengan dan martabak yang kerap diberikan Putra setelah pulang dari kegiatannya, khusus untuk petugas jaga sekuriti kompleks. Cara Putra memupuk pergaulan tersebutlah yang menjadikan sosoknya menarik minat warga dan membuat dirinya cukup disegani. Terbukti, Putra Siregar bebas pergi ke mana pun tanpa takut diganggu. Menurut Amin, ini membuktikan bahwa Putra dilindungi pengikutnya dan tidak pernah diganggu. “Pergaulannya memang hebat. Saya acungi jempol untuk itu. Terlepas dia disebut-sebut Robin Hood, atau apakah dia salah atau tidak, biarlah hukum yang menilai. Pada intinya, dengan kebaikan dia itu, saya percaya kalau secara tidak langsung, apa pun yang terjadi, kami pasti membela dia,” kata Amin.
Amin mengatakan sosok Putra Siregar merupakan orang yang paling membuatnya kagum dan sudah menjadi idolanya, karena Putra memiliki sifat yang solid dan setia kawan. Bahkan, ia menilai Putra Siregar memiliki rasa kepedulian yang tinggi, bermoral baik, dan memiliki cinta pada kemanusiaan yang kokoh. Hal itu diutarakannya bukan tanpa alasan, melainkan setelah melihat secara langsung sepak terjang Putra selama ini, terlebih soal kebaikannya terhadap warga kampung halamannya sendiri di Pulau Lance, Kelurahan Tembesi, Kecamatan Sagulung, Kota Batam. “Pulau kami itu, dulu pernah gensetnya rusak, gelaplah seisi kampung, tidak ada listrik. Terus, saya mengadulah ke Putra Siregar, minta bantuan. Eh, tidak perlu nunggu lama, dia langsung turun ngasih bantuan ke warga kampung kami,” kata pria yang kini bekerja sebagai kepala debt collector di samping toko PStore di Jalan Laksamana Bintan, Sei Panas, Kota Batam.
Perhatian Putra kepada warga kampungnya, kata Amin, tidak berhenti sampai di situ saja. Terhitung sampai saat ini, sudah enam kali Putra Siregar berkunjung ke sana. Bahkan, karena sudah terlalu sering ke sana, warga kerap menyambut kedatangan Putra dengan tabuhan kompang. “Sudah banyak bantuan. Setiap dia [Putra] datang, pasti bagi-bagi uang, dan buat acara makan-makan. Jadi, karena perilaku dia itu, warga mikirlah harus balas budi pakai apa? Ya sudah, akhirnya dibuat sambutan kompang. Eh, pas dia datang, lihat kompang kami udah pada jelek-jelek, malah dikasih uang Rp10 juta lagi buat beli kompang sama baju baru. Heran kami sama dia, jadi segan sendiri,” ujar Amin.
Menurut Amin, bukan hal yang aneh bila dengan adanya kasus dugaan pelanggaran kepabeanan dan bakti sosial Putra Siregar, banyak warga yang menganggap Putra Siregar selayaknya “Robin Hood dari Batam.” Pengusaha muda itu terkenal rajin bersedekah dan itu berlangsung hampir setiap hari. Kegiatan sedekah Putra kadang dijalankannya secara sembunyi-sembunyi dan ditujukan bagi orang lain yang tidak dikenal.
“Sebenarnya berat yang dilakuin oleh Bang Putra ini. Kita kalau sudah sukses seperti itu pasti memperkaya keluarga. Tapi dia enggak, malah tetap membantu. Ini yang membuat saya kagum,” kata Amin. Saking kagumnya terhadap Putra Siregar, Amin mengambil secarik kertas berisi kutipan nasihat yang berasal dari parsel bantuan Putra dan menempelkannya pada dinding rumahnya sebagai pengingat ketika ia hendak mencari rezeki. Kutipan kata-kata Putra itu adalah “Aku memberi bukan karena aku kaya, tapi aku memberi karena aku tahu rasanya tidak punya.” Melihat itu, “Istriku sampai ketawa waktu aku nempel itu. Tapi biarlah, aku memang kagum,” kata bapak dua orang anak ini.
Tulisan nasihat itu, menurut Amin, cukup ampuh mengubah karakternya menjadi sosok yang dermawan seperti Putra Siregar. Ia juga pernah berniat membantu seorang wanita yang datang kepadanya dan mengaku janda dengan enam orang anak. Kala itu, wanita tersebut minta dipertemukan dengan Putra Siregar untuk meminta bantuan. Hal tersebut disampaikan Amin ke Putra dan langsung mendapat tanggapan. Putra langsung menurunkan tim survei untuk melihat langsung kondisi perempuan tersebut. Namun sayangnya, menurut tim bentukan Putra Siregar, orang yang mengaku sedang kesusahan tersebut hanya berpura-pura. “Batallah dibantu. Karena saya merasa kasihan dan tidak mau dia beranggapan buruk dengan Bang Putra, saya lihat dia berdiri sendiri di Simpang Barelang, panas-panas. Menurut saya, ibu ini benar orang susah. Karena teringat kata-kata motivasi tadi, saya akhirnya membantu dia pakai dana pribadi saya. Tidak banyak, tapi saya rasa cukup,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan Musa (41), salah seorang petugas sekuriti di kompleks ruko Jalan Laksamana Bintan, Sei Panas, Kota Batam. Menurut dia, sifat dermawan pengusaha muda itu juga dirasakan langsung oleh dirinya sendiri, yang sebelumnya tidak pernah memiliki kedekatan dengan Putra Siregar. “Saya ini punya penyakit daging tumbuh di pergelangan tangan. Dulu sempat terlihat oleh Putra Siregar, terus dia paling sibuk mau ngobatin. Terharu saya, dia orang baik,” kata Musa kepada HMStimes.com. Oleh karena itu, semua sekuriti tempatnya bekerja sudah tentu menaruh hormat kepada Putra. Hal ini bukan semata-mata karena pengusaha muda tersebut sudah kaya raya seperti sekarang, melainkan karena ia tahu betul bagaimana perjuangan Putra Siregar dan bagaimana ia memperlakukan orang-orang di sekitarnya. “Wah, jangan tanyalah baiknya dia seperti apa. Banyak yang tidak kenal siapa Putra Siregar, hanya tahu kebaikannya saja. Saya sering ketemu orang seperti itu. Soal permasalahan dia sekarang, saya harap semoga cepat selesai,” katanya.
Musa bercerita, perjalanan hidup Putra Siregar sudah menjadi ingatan tersendiri bagi dirinya. Sebab, setiap perayaan kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus, Putra Siregar pasti pulang ke Kota Batam, mengadakan upacara bendera di halaman tokonya. Saat mengadakan upacara tersebut, Putra menyempatkan diri berpidato soal perjalanan hidupnya untuk sekadar memotivasi para karyawan. “Dia [Putra] itu sering pidato. Para karyawan kagum sama dia. Cara dia mendidik karyawan juga bagus. Mereka diajari ilmu agama. Jadi, siapa pun orangnya, selagi muslim, wajib ikut pengajian yang dia buat dengan menyewa ustaz, khusus mengajari ngaji setiap hari setelah toko tutup,” kata Musa.
Selain itu, Putra Siregar bukanlah tipikal orang yang pendendam. Karakternya begitu lembut dan pemaaf. Hal ini dikatakan Musa karena sepengetahuannya, banyak karyawan Putra yang secara terang-terangan menipu sang induk semang. Namun, penipuan yang dilakukan oleh karyawan itu sama sekali tidak pernah dipermasalahkan oleh Putra. “Anggotanya itu, aduh, banyak kali yang nipu. Tapi anehnya, pada datang kemari, minta maaf, dikasih kerja lagi sama Putra Siregar. Orangnya tidak pernah kapok berbuat baik. Prinsip dia, tak apalah hilang sedikit, yang penting bisa bantu orang,” katanya.