Muhammad Rudi, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, berdiri di hadapan puluhan wartawan di dalam gedung BP Batam di Kota Batam, Kepulauan Riau, 14 September 2020. Saat itu wartawan diberi waktu sekitar 30 menit untuk bertanya jawab dengan Rudi.
Salah satu pertanyaan yang diajukan kepada Rudi ialah mengapa bukan BP Batam saja yang mengelola air bersih di Kota Batam, seperti yang pernah diutarakan Rudi pada Januari 2020. Pertanyaan tersebut muncul sehubungan dengan sistem penyediaan air minum (SPAM), yang selama 25 tahun terakhir dikelola PT Adhya Tirta Batam (ATB), akan segera dialihkan ke perusahaan lain, yaitu PT Moya Indonesia.
Menjawab pertanyaan media tersebut, Rudi berkata, “Orang bercinta pun butuh waktu.” Dia mengatakan BP Batam tidak mungkin bisa melakukan pekerjaan itu dalam waktu singkat. Karena itulah, dan bahwa dia ragu akan kemampuan BP Batam dalam mengelola SPAM, akhirnya dia menunjuk PT Moya Indonesia untuk mengerjakannya.
Rudi yakin PT Moya Indonesia mampu mengoperasikan SPAM lebih baik daripada PT ATB. “Tidak boleh ada masalah di kemudian hari,” katanya.
Erikson Pasaribu, anggota Komisi I DPRD Kota Batam, menceritakan bahwa pihak BP Batam memang pernah mengatakan akan mengambil alih pengelolaan air bersih secara penuh. “Siapa-siapa yang hadir waktu itu jelas. Kalau ada risalahnya, notulen rapat, bisa nanti kita buka kembali. Mereka jelas mengatakan ‘tidak ada pihak lain,’” kata Erikson dalam rapat dengar pendapat di DPRD Batam, 18 September 2020.
Dia yakin banyak putra daerah yang berkompeten mengelola sistem air bersih di Kota Batam. Oleh karena itu, dia sangat setuju seandainya BP Batam, sebagai bagian dari pemerintah, mengambil alih pengelolaan air bersih tersebut.
Namun, dengan datangnya pihak swasta PT Moya Indonesia ke Batam untuk mengelola sistem air bersih, Erikson Pasaribu menilai BP Batam sudah menipu masyarakat Batam. “Satu poin, kita ditipu oleh BP Batam. Yang pasti, apa kata anak buah, itu kata pimpinan. Saya nyatakan bahwa BP Batam belum profesional,” katanya.