Akumulasi Kemarahan Buruh dan Rakyat Sumut (Akbar Sumut) menyatakan penolakan terhadap usulan perpanjangan hak guna usaha (HGU) dari 25 tahun menjadi 90 tahun seperti diusulkan dalam RUU Cipta Kerja (Omnibus Law). Pasalnya, usulan dalam RUU itu dinilai tidak berpihak kepada masyarakat. Sebaliknya, dinilai berpihak kepada pemilik modal.
“Bila itu disahkan maka yang dirugikan ialah masyarakat, khususnya petani dan masyarakat adat yang memiliki lahan di daerah perkebunan,” kata Kepala Divisi Sumber Daya Alam LBH Medan, Alinafiah Matondang, di kantor LBH Medan di Jalan Hindu, Medan, 21 September 2020.
Dengan alasan pengadaan lahan untuk tata ruang, katanya, maka masyarakat petani dan masyarakat adat akan dengan mudah tergusur dari lahan mereka.
Menurut dia, dalam berbagai konflik lahan di Sumut, pemerintah tidak hadir untuk menyelesaikan konflik, tetapi justru ada kesan membiarkan. Kasus yang terjadi baru-baru ini, misalnya penggusuran masyarakat di Desa Partumbukan, Kabupaten Langkat.
“Mereka digusur dari lahan mereka sendiri. Apa pun ceritanya, kalau dari pihak PTPN, mereka penggarap. Dalam hal ini pemerintah patut disalahkan. Dalam HGU maupun perpanjangan tentu harus mempertimbangkan hak hidup masyarakat,” katanya.
Menurut aspirasi 23 lembaga yang tergabung dalam Akbar Sumut, jika Omnibus Law disahkan, kedaulatan rakyat atas sumber-sumber agraria akan hilang. Hal itu akan melanggengkan eksploitasi segelintir orang terhadap ratusan juta rakyat Indonesia menuju perbudakan modern.