Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumatra Utara dinilai belum mampu menangani penularan dan dampak virus African Swine Fever (ASF) yang menjangkiti ternak babi di sejumlah kabupaten di Sumut. Serapan anggaran yang telah dialokasikan Dinas untuk mengatasi masalah itu tergolong kecil, padahal masih ada anggaran yang tersedia untuk melakukan penanganan, baik melalui pengujian maupun pencegahan penularan virus.
“Harus diteliti, jangan pakai asumsi. Ini uang masih banyak sisa, baru 11 sekian persen yang terpakai. Pergilah ke lapangan. Sangat kasihan peternak babi. Mereka sudah tidak merayakan Hari Natal dan Tahun Baru, tahun ini mereka juga semakin kesulitan karena terdampak Covid-19,” kata anggota Komisi B DPRD Sumut, Sugianto Makmur, setelah mendengar paparan program dari Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan di ruang rapat DPRD Sumut, 5 Oktober 2020.
Sugianto mendesak agar penanganan virus ASF benar-benar diperhatikan dengan cara melakukan langkah preventif. Dinas terkait diharapkan segera mengumpulkan data di kabupaten dan kota yang sudah terinfeksi ASF. “Cari ahlinya, bikin pengujiannya,” katanya.
Menurut dia, penyebaran virus ASF yang berdampak pada kehidupan ekonomi peternak babi juga diabaikan, karena sejauh ini sangat minim sosialisasi dan edukasi kepada peternak terkait dengan virus tersebut. “Jadi kesannya peternak babi di Sumut merasa tidak diperhatikan, padahal anggaran masih banyak sisa,” kata Sugianto Makmur.
Sebelumnya, Thomas Dachi, anggota Komisi B DPRD Sumut, mengatakan salah satu daerah yang terdampak virus ASF adalah Nias. Pada saat kunjungan kerjanya baru-baru ini dia menerima keluhan peternak yang babinya mati dan kesulitan mendapatkan bibit. “Saya mau pertanyakan Dinas Peternakan Sumut terkait bantuan bibit babi,” katanya.
Beberapa kali HMStimes.com telah berupaya mengonfirmasi Azhar Harahap, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut. Pada Selasa pagi, 6 Oktober 2020, HMS kembali menghubunginya, tetapi panggilan telepon dan pesan WhatsApp dari HMS tidak diresponsnya.