Kasus perampokan yang menimpa keluarga Jamrani (45), warga Sei Buluh RT 02/RW 05, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau, pada 27 Juli 2020 lalu masih meninggalkan trauma bagi mereka. Perampokan itu terjadi pukul 03.00 pagi, saat mereka sedang terlelap tidur di kamarnya. Para pelaku menggasak sejumlah perhiasan dan uang tunai milik korban senilai kurang lebih Rp100 juta.
Jamrani mengatakan kepada HMStimes.com pada 3 Oktober 2020 bahwa dia tidak merasakan firasat apa-apa sebelum kejadian. “Hari itu seperti biasa saja,” katanya.
Rumah dua lantai milik korban berada tepat di pinggir jalan raya, dan hanya ada dua rumah di depannya. Rumah warga lain memiliki jarak yang cukup jauh dari satu rumah ke rumah yang lainnya. Di rumah korban juga sudah dipasang terali besi di semua pintu masuk dan jendala sehingga menyulitkan untuk dimasuki oleh sembarang orang. Namun, kawanan perampok bisa masuk ke rumahnya melalui pintu dapur dengan cara memotong gembok pagar. “Setelah itu mereka membuka paksa pintu menggunakan linggis,” kata Jamrani.
Saat berhasil masuk ke dalam rumah, pelaku perampokan langsung naik ke lantai atas, karena kamar tidur berada di lantai atas. Di lantai bawah hanya ada kios, ruang tamu, dan dapur. “Pertama kali saya tahu mereka sudah masuk kamar. Kamar itu juga tidak dikunci, yang tidur di sana orang rumah saya sama anak saya. Saya tidur di luar,” katanya.
“Tiba-tiba orang rumah saya teriak ‘ett,’ kurang lebih seperti itulah, terus saya kaget dan langsung bangun. Namun, saat saya bangun, salah seorang pelaku sudah menunggu saya dan menodongkan senjata tajam, parang. Kemudian tangan dan kaki saya diikat, orang rumah saya juga sama,” katanya.
Saat itu dia tidak berpikir macam-macam, seperti akan disiksa atau mendapat kekerasan fisik. Ia hanya bingung bagaimana cara si pelaku bisa masuk ke rumahnya, padahal rumahnya sudah aman karena dipasang terali besi. “Kalau terpikir akan dibunuh, saya rasa tidak. Namanya perampokan biasanya lebih mencari harta kita. Intinya setiap dia menanyakan keberadaan uang dan barang berharga, saya jawab, ‘Uang ada di bawah, di laci warung.’ Semua habis diambil mereka,” kata Jamrani.
Menurutnya, jumlah uang di laci tersebut kurang lebih Rp50 juta. Perhiasan emas milik istrinya juga habis diambil pelaku. Jumlah cincin emas yang diambil pelaku lebih dari 20 buah cincin, tapi yang dilaporkan kepada polisi hanya 20 buah, karena yang ia ingat hanya segitu. Belum lagi gelang emas sebanyak 10 buah, 3 kalung emas, dan 2 buah gelang kaki emas milik istri dan anak perempuannya. “Orang rumah saya ini suka beli emas. Kadang anak saya yang perempuan itu juga setiap ulang tahun dikasih cincin emas oleh saudaranya yang jauh. Ada juga harta peninggalan orang tua saya dan mertua saya. Biasanya disimpan saja, kalau Lebaran baru sesekali dipakai,” katanya.
Saat perampokan terjadi, dia tidak melihat wajah pelaku. Dia hanya bisa melihat bagian mata saja karena para pelaku menggunakan penutup wajah kain seperti syal. Mereka menggunakan baju lengan pajang dan sarung tangan.
Hanya dua orang pelaku yang berada di lantai atas untuk melakukan aksinya. Setelah selesai menggasak harta milik korban, kedua pelaku turun. Tak lama setelah para pelaku turun, Jamrani membuka ikatan di tangan dan kakinya dengan mulutnya. Kemudian dia melihat tiga orang masuk ke dalam mobil dengan satu sopir yang telah menunggu di dalam mobil, dan satu rekannya yang berada di sebelah bangku sopir. “Malam itu saya tidak tahu pasti jumlahnya, tapi kalau sepenglihatan saya semua lima orang pelakunya,” katanya.
Ia sempat ingin loncat dari lantai atas untuk mengejar pelaku. Ia mengira pelaku masih beraksi di bawah. Namun, dengan menggunakan sebuah mobil Avanza hitam, para pelaku itu berhasil kabur. Ia sendiri tidak bisa melihat pelat nomor mobil tersebut. “Saat kejadian saya tidak berani teriak, soalnya saya takut anak saya sama orang rumah saya diapa-apakan sama mereka,” katanya.
Ia pun turun ke lantai bawah, membuka pintu, dan meminta tolong kepada tetangga untuk menjaga istrinya. Ia langsung mengeluarkan motornya, lalu menuju Polsek Galang untuk melaporkan perampokan itu.
Lili, istrinya, mengatakan kepada HMStimes.com, saat kejadian itu anaknya yang perempuan pura-pura tidur. “Saya takut dia trauma nanti. Jadi, saya mohon-mohon ‘jangan bangunkan, jangan bangunkan.’ Jadi, dia selimutan terus. Orang itu menarik gelangnya, dia pura-pura tidur. Dia sadar, cuma dia takut mau buka mata. Sampai orang itu keluar, baru saya bangunkan. Saya mau buka tangan dia saja, tak mau dia. Saya saja sampai sekarang trauma,” katanya.
Ia mengatakan perhiasan yang tidak diambil para penjahat itu hanyalah cincin yang sedang ia kenakan karena bisa disembunyikan, anting-anting yang sedang terpakai, dan kalung anaknya. Ia mengatakan beberapa perhiasan miliknya diberikan oleh mendiang ibunya, dan mertuanya, sehingga jumlahnya cukup banyak. “Tidak ada rencana dibagi-bagi, karena mendiang bapak minta saya saja yang pegang. Dia percaya sama saya karena saya yang paling kecil,” katanya.
Sama seperti istrinya, Jamrani juga sampai saat ini masih mengalami trauma. Sejak kejadian itu, dia tidak pernah bisa tidur nyenyak lagi. Setiap kali mendengar suara berisik, ia akan segera terbangun, lalu mengecek kondisi sekitar rumahnya, dan beristirahat kembali. “Saya dengar suara tikus saja langsung terbangun,” katanya.
Pada 14 September 2020 lalu Jamrani dihubungi pihak kepolisian untuk memastikan wajah pelaku, tapi ia tidak juga mengenali wajah para pelaku. Lalu pada 29 September 2020 dia kembali dipanggil polisi dan diberitahukan bahwasanya tiga dari lima pelaku perampokan sudah ditangkap.
Jamrani mengatakan kepada HMS, salah satu perampok yang ditangkap polisi mengaku mengetahui kondisi rumahnya karena pernah mampir untuk membeli pulsa dan rokok di kios Jamrani. “Dia bilangnya uang sudah dibagi-bagi dan sudah habis. Perhiasannya masih dibawa oleh dua tersangka yang masih jadi buronan,” katanya. Ia berharap agar polisi segera menangkap dua pelaku lainnya.