Operasi tangkap tangan (OTT) Ditreskrimum Polda Kepulauan Riau (Kepri) terhadap oknum pegawai Badan Pengusahaan (BP) Batam berinisial AL pada 28 Juli 2020 terkait kasus pemalsuan faktur pembayaran uang wajib tahunan (UWT) jual beli lahan senilai Rp2,8 miliar ditanggapi oleh Utusan Sarumaha, anggota Komisi I DPRD Kota Madya Batam.
Utusan Sarumaha meminta Kepala BP Batam, H.M. Rudi, agar lebih selektif dan memperketat pengawasan terhadap seluruh pegawainya. “Kita harapkan tetap konsentrasi pada pengawasan agar tidak terjadi lagi,” ujarnya kepada wartawan di kantor DPRD Batam, Rabu, 29 Juli 2020. Kendati demikian, Utusan mengakui bahwa perombakan personel yang sebelumnya dilakukan Kepala BP Batam sebenarnya sudah cukup baik.
Menurut Utusan Sarumaha, terbongkarnya kasus tersebut menjadi bukti adanya mafia lahan yang selama ini berkeliaran di BP Batam. Oleh karena itu, dia mengharapkan agar kasus AL ini diusut hingga tuntas sehingga tidak memakan korban lebih banyak lagi.
Dia juga berharap supaya BP Batam bisa mengembalikan uang korban. “Itupun kalau ada uangnya. Kalau tidak, aspek pidananya harus diproses sampai tuntas, dan di pasal 55 KUHP sudah ada kriteria-kriteria yang masuk dalam pidana itu,” ucapnya.
Utusan Sarumaha mengatakan, “Pasti ada pelaku lain, tidak hanya sebatas yang menerima ini, dan pelaku-pelaku lain ini juga harus diusut tuntas.”
Mengenai tertangkapnya AL ini, Direktur Humas dan Promosi BP Batam, Dendi Gustinandar, mengatakan bahwa BP Batam menghormati proses hukum yang saat ini berlangsung di Polda Kepri. “Benar, yang bersangkutan adalah karyawan BP Batam, dan kami menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian,” katanya kepada Fathur Rohim dari HMStimes.com melalui pesan singkat, Rabu, 29 Juli 2020. Saat ditanya mengenai sanksi yang akan diberikan pimpinan BP Batam terhadap AL, Dendi mengatakan pihaknya masih menunggu hasil penyidikan.