Korban jatuh saat PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) melakukan okupasi lahan ulayat masyarakat adat Kampung Durian Selemak, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, 29 September 2020. Seorang pengurus adat bernama Rus dilarikan ke Rumah Sakit Putri Bidadari, Stabat, karena tangannya patah akibat pemukulan yang diduga dilakukan petugas sekuriti perusahaan perkebunan tersebut.
Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumatra Utara, Ansyurdin, mengatakan bahwa sekitar pukul 08.00 alat berat PTPN II dengan dikawal aparat keamanan memasuki wilayah adat Rakyat Penunggu Kampung Durian Selemak dari berbagai arah. Perempuan adat segera membentuk barisan terdepan mengadang alat berat dan mobil dari Polres Langkat.
“Penggusuran yang dilakukan PTPN II hari ini banyak korban. Ibu-ibu mengalami kekerasan,” kata Ansyurdin kepada HMS. Dalam video yang diterima HMS, tampak beberapa ibu menangis meminta agar mereka tidak digusur dari lahan yang sudah mereka tinggali dan kelola sebagai lahan pertanian selama 20 tahun. Mereka menanam palawija untuk mata pencaharian sehari-sehari dengan pendapatan rata-rata Rp2,5 juta per bulan.
“Kami mencoba menahan alat berat dari PTPN II. Kami sudah coba bergandengan tangan dengan kuat, tetapi massa mereka lebih besar, lebih kuat tenaga mereka daripada kami. Kami mohon kepada pemerintah, bantu kami mempertahankan tanah adat kami,” kata seorang ibu bernama Inun sambil menangis. Kakinya pun cedera karena terpijak-pijak petugas. Saat Inun menceritakan itu, anaknya juga menangis di pelukannya.
Seorang perempuan lain juga mengaku mendapat perlakuan kekerasan. “Sakit siniku nih, mempertahankan tanah ulayat,” katanya sambil menunjukkan bagian perut kirinya. Warga lainnya berkata, “Tolong, Pak, kami sudah telentang di jalan, diangkat sama aparat.”
Ansyurdin dari AMAN Sumatra Utara mengatakan, sebelum penggusuran dilakukan, sudah ada muncul spanduk bahwa tanah yang ditempati masyarakat di sana adalah milik negara dan akan ditanami tebu. Sekitar 500 kepala keluarga yang tinggal di lahan 167 hektare itu pernah ditawari uang Rp2 juta per hektare dan Rp20 juta untuk satu bangunan rumah, tetapi warga menolak.
Terkait okupasi lahan di Kampung Durian Selemak tersebut, Bupati Langkat, Terbit Rencana Peranginangin, mengatakan pihaknya sedang berkoordinasi untuk membentuk tim dalam menangani masalah itu. Mengenai upaya mediasi kepada masyarakat maupun pihak PTPN II, Bupati mengatakan kepada HMS, “Sampai sejauh ini kita belum ada terima laporan dari masyarakat terkait itu.”