Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aliansi Masyakarat Pemerhati Lingkungan Hidup (Ampuh) menggugat pemerintah dan PT Glory Point terkait perusakan lingkungan di Pantai Melur, Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang, Kota Batam. Penggugat yaitu Budiman Sitompul selaku Ketua Dewan Pimpinan Cabang di Batam diwakili oleh Kantor Hukum Amor Lustitia.
Sidang perdana dilaksanakan pada Rabu, 25 Agustus 2021, di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kepulauan Riau. Namun, sidang itu oleh Ketua Majelis Hakim, Dwi Nuramanu diputuskan ditunda karena karena pihak tergugat tidak hadir tanpa adanya pemberitahuan. “Sidang ditunda selama satu bulan ke depan,” katanya.
Sidang lanjutan diagendakan kembali pada Rabu, 22 September 2021 mendatang. Selama itu pula akan dilakukan pemanggilan kembali para tergugat, yakni PT. Glory Point, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Kota Batam dan BP Batam sebagai tergugat II, dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam sebagai tergugat III.
LSM Ampuh, melalui kantor hukum Amor Lustitia yang diwakili Allingson Simanjuntak dan Darma Simarmora, mengatakan bahwa pihaknya sudah menyurati dan mensomasi PT Glory Point, tetapi tidak ditanggapi. Perusahaan properti itu diduga melakukan pelanggaran dalam kegiatan mereka di Pantai Melur Barelang, sementara pemerintah membiarkannya.
“Dengan absennya pihak PT Glory Point, boleh dikatakan kalau poin-poin pelanggaran yang mereka lakukan benar adanya,” kata dia.
Pada sidang perdana itu, hanya kuasa hukum Pemko Batam dan kuasa hukum BP Batam saja yang hadir. HMS sudah berupaya mengonfirmasi PT Glory Point melalui Nasib Siahaan, merupakan pengacara yang biasa mengurus perkara perusahaan ini. Namun, ia mengatakan, “Belum terima kuasa,” katanya kepada HMS.
Dalam gugatannya, LSM Ampuh menyatakan PT Glory Point telah melakukan perusakan lingkungan berupa penambangan pasir laut tanpa izin dan melakukan pembuangan limbah sampah secara sembarangan. Kegiatan itu katanya dilarang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pemerintah yaitu Tergugat II dan III juga dianggap telah melakukan pembiaran atau lalai dalam mengawasi adanya perusakan atau pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan oleh PT Glory Point ini. Ketiga tergugat itu juga dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak melaksanakan amanat UU Nomor 32 Tahun 2009. Penggugat meminta ketiganya dihukum dengan membayar ganti rugi sebesar Rp2,2 miliar.
PT Glory Point juga diminta agar dapat melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup Pantai Melur, Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang, Kota Batam sesuai dengan cara dan ketentuan pemulihan fungsi lingkungan hidup.