Persoalan apartemen Queen Victoria Imperium yang mengalih fungsikan 23 unit kamarnya menjadi hotel karena tidak laku kian disorot. Direktur Utamanya , Iteng, yang kepada HMS pernah menyebut Imperium sebagai “hotel coba-coba.” terindikasi melakukan persaingan usaha yang tidak sehat dengan penyewaan kamar dengan tarif yang murah, dan mendapat keuntungan berlipat karena tidak membayar pajak hotelnya kepada pemerintah daerah.
Wakil Ketua I DPRD Kota Batam, Muhammad Kamaluddin menyatakan, kasus alih fungsi ini harus segera ditindaklanjuti. Sebab kata dia, apabila apartemen ingin dialihfungsikan menjadikan hotel seharusnya mengurus sejumlah perizinan terlebih dahulu. Karena persyaratan hotel dan apartemen sudah jelas berbeda.
“Tidak boleh kalau peruntukkannya apartemen terus diubah menjadi hotel. Saya baru tahu soal ini. Sudah jelas tidak boleh, ada izinnya. Amdal [analisa dampak lingkungan] antara hotel dan apartemen kan, berbeda. Saya pikir itu harus segera dilaporkan,” kata Muhammad Kamaluddin kepada HMS, baru-baru ini.
Menurutnya, permasalahan alih fungsi ini seharusnya tidak dibiarkan mengambang. Pihak terkait harus melakukan penertiban. Terutama masalah izin, dan pemerintah juga harus mengejar pajak yang tidak dibayarkan oleh Imperium supaya masuk ke kas daerah. Apabila masih tetap tidak tertib, izin operasional Imperium katanya sudah layak dibekukan.
Ketika diberi tahu kalau Imperium baru mulai mencoba mendaftarkan pajak hotel ke Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kota Batam, pada Juli 2020, dan selama ini pajak yang dibayarkan oleh manajemen PT Sinar Geliga Bestari (SGB) hanyalah pajak lahan. Kamaluddin mengatakan, “Oh, begitu ya. Intinya peruntukkan berbeda dengan izin pertamanya itu sudah salah. Kita [DPRD Kota Batam] tidak mau [tidak membayar pajak] seperti itu. Nanti daerah menjadi alfa [kas pendapatan],” kata dia.
Dirinya akan memeriksa kembali semua permasalahan teknis yang membelit apartemen Queen Victoria Imperium, termasuk mengenai penjadwalan ulang rapat dengar pendapat (RDP) jilid dua yang urung dilakukan oleh Komisi I DPRD Kota Batam. “Kalau ada pengaduan nanti kita gelarkan RDP. Nanti saya cek dulu, nanti saya tanyakan dulu teknisnya bagaimana,” kata dia.
Sementara itu, Udin P Sialoho, anggota Komisi II DPRD Kota Batam, yang membidangi ekonomi, keuangan, dan industri mengatakan, rencana pihaknya menyambangi kantor BP2RD Kota Batam dan manajemen hotel sampai saat ini memang belum terealisasi karena ada sejumlah permasalahan lain di tahun 2020 yang harus mereka selesaikan, terlebih karena situasi sekarang masih dalam pandemi Covid-19. “Nanti kita akan jadwalkan ulang,” kata dia.
Hanya saja, dia berpendapat, saat pembangunan apartemen Queen Victoria Imperium peruntukkan sudah jelas untuk jasa, pihaknya tidak akan mempersoalkan kalau alih fungsi ini memang diketahui dan ada laporan pembayaran yang masuk ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
“Cuma harus jelas sumbernya menjadi pajak yang dikutip kepada pengelola masuk ke kas daerah. Tetapi maaf, setahu saya BP2RD itu tidak tahu itu apartemen dan memang setahu saya tidak ada juga pemasukan ke Dispenda kita, itulah yang salah itu. Saya tidak tahu pengawasannya bagaimana untuk pendapatan itu sendiri. Apartemen atau hotel?” kata Udin P Sialoho.
Sebagai informasi, dalam pemberitaan sebelumnya, (baca: Salin Silang Keteranagan Soal Imperium), Rencana Komisi I DPRD Kota Batam, Kepulauan Riau, menggelar rapat dengar pendapat (RDP) lanjutan bersama sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) dan manajemen PT Sinar Geliga Bestari (SGB), urung terlaksana. Padahal sudah delapan bulan berlalu sejak permasalahan apartemen Queen Victoria Imperium pertama kali mencuat. Tetapi nampaknya, kasus perizinannya bukannya menjadi terang, tetapi malah semakin “abu-abu” saja.
Tiga anggota komisi yang membidangi hukum dan pemerintahan di Batam ketika diwawancara HMStimes.com terkait kasus yang sempat mereka gelarkan RDP ini pun, sekarang mulai saling silang keterangan. Ada yang bilang rapat lanjutan sudah takpenting lagi dan penyimpangan yang membelit Imperium sudah kelar, ada yang masih penasaran lalu berjanji mengagendakan rapat ulang, kemudian ada pula yang mengaku tidak tahu menahu perkara terkait bangunan 13 lantai itu.