Pungutan tarif jasa bongkar muat curah cair dalam negeri naik berkali-kali lipat, pengusaha menjerit. Badan Pengusahaan (BP) Batam mengklaim tarif baru itu sudah sah dan berlaku sejak tahun 2019 lalu. Sementara menurut para pengusaha, implementasinya baru jalan pada Selasa siang, 13 Juli 2021, tanpa pemberitahuan pula.
“Paginya masih pakai tarif lama, begitu lewat jam 12 tarif sudah naik dua kali lipat. Ini ada buktinya, tiba-tiba sudah dipotong dan keluar nota. Ya kami kaget lah,” kata Arthur, Direktur PT Pasada Artha Cargo kepada HMS, 15 Juli 2021.
Arthur kesal bukan main. Sebab, dalam hitungan menit bisnisnya yang harusnya untung malah jadi rugi jutaan rupiah. Ia tidak bisa klaim tambahan biaya kepada pemilik kapal karena sudah bersepakat dalam kontrak menggunakan tarif lama. Alhasil, sudahlah merugi, ia juga dinilai tidak becus dan dicurigai ‘ada main’ oleh kliennya.
“Selama dua tahun ini kami bayar pakai tarif lama, tidak pernah dikasih tahu ada kenaikan. Peraturan baru ini, hantu mana pun tidak ada yang tahu,” kata dia.
Peraturan baru yang ia maksud merujuk pada Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 14 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perka BP Batam Nomor 11 Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif Layanan Pada Kantor Pelabuhan Laut. Tarif layanan bongkar muat curah cair dalam negeri yang semula per tonnya seharga Rp3,360 naik menjadi Rp6,180. Nilainya lebih mahal dari layanan bongkar muat curah cair luar negeri yang per tonnya berada di angka Rp6.000.
Dia merasa banyak hal yang aneh atas kenaikan tersebut. Mulai dari tarif dalam negeri yang lebih mahal ketimbang tarif luar negeri. Kemudian tarif curah cair dalam negeri tersebut nilainya sama dengan
tarif yang lama, yaitu sama-sama diangka Rp6,180. “Kami rasa mereka [BP Batam] itu salah ketik, kalau pun tidak, kami minta peraturan itu dibatalkan sebelum ada sosialisasi dan dana kami yang sudah dipotong dikembalikan,” kata dia.
Dia sendiri sudah mengajukan keberatan kepada BP Batam hari itu juga. Menurut keterangan pejabat di sana, mereka tidak tahu menahu apakah Perka itu sebelum disahkan sudah disosialisasi kepada pengusaha atau tidak. Sebab, peraturan ini sudah ada sejak tahun 2019, sewaktu posisi Direktur Badan Usaha Pengelolaan Pelabuhan masih dijabat oleh Nasrul Amri Latif, yang posisinya digantikan oleh Nelson Idris pada Januari 2020 lalu.
Alasan peraturan ini baru diterapkan sekarang, katanya juga dari keterangan yang ia dapat, hal itu dikarenakan Perka Nomor 14 Tahun 2019 ini menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kebetulan para pejabat tinggi di sana baru menjabat setelah Perka itu disahkan, dan barangkali tidak tahu kalau Perka itu ada. Alhasil, karena selama dua tahun tarif berlaku dan BP Batam masih menggunakan tarif lama, hal ini otomatis menjadi temuan kerugian negara.
“Toh, kalau mau juga dipaksain naik, paling tidak dikasihlah waktu tiga hari. ‘Pak, ini dari tahun 2019 sudah ada rupanya aturan ini, kami melakukan kesalahan karena tidak langsung implementasi, tiga hari dari sekarang kita mulai ya.’ Kan, kalau begitu enak. Kalau langsung main naikkan saja itu namanya semena-mena, apalagi dikondisi pandemi seperti ini,” kata Arthur.
Direktur Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Batam, Nelson Idris, mengaku belum mengetahui detail permasalahan kenaikan tarif tersebut, karena posisi dirinya saat ini sedang cuti ke luar kota melihat keluarga yang sakit. Meskipun begitu, ia tetap berusaha menjawab pertanyaan HMS walau tidak bisa menjelaskan secara rinci.
Menurut Nelson, kenaikan tarif itu sudah disetujui oleh Asosiasi Pengusaha Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Kota Batam. Pembahasan juga sudah dilakukan sejak tahun 2018 lalu, yang dibuktikan dengan surat rekomendasi penerapan single tarif yang dikirimkan oleh APBMI Kota Batam ke Kepala Kantor Pelabuhan Laut BP Batam pada 11 November 2018, yang sudah ia lampirkan kepada HMS.
“Itu persetujuan APBMI, masa mereka lupa persetujuan itu? Tarif itu berlaku di sistem, saya tidak mengerti persoalannya [keluhan pengusaha] apa? Untuk detailnya saya sudah beritahu Pak Budi [General
Manager BUP Batam] dan Pak Ronaldi (Manajer BUP Batam] perihal pertanyaan ini akan mereka konfirmasi,” kata Nelson kepada HMS, 15 Juli 2021.
Dalam surat penerapan single tarif itu yang ditandatangani oleh Erwin Ismail selaku Ketua APBMI Kota Batam itu, mereka justru merekomendasikan semua tarif layanan jasa bongkar muat untuk turun. Tarif layanan jasa bongkar muat curah cair dalam negeri bahkan direkomendasikan diangka Rp1,613.
GM BUP Batam, Budi Kurnia, tidak menjawab konfirmasi yang dilayangkan
HMS. Sementara Ronaldi, Manajer BUP Batam mengatakan tidak mempunyai
wewenang untuk menjawab pertanyaan HMS. Ia masih fokus mencari informasi apakah APBMI ada dilibatkan dalam pembahasan Perka tersebut atau tidak. “Makannya itu yang saya tanya APBMI pada waktu Perka itu diterbitkan tahun 2019 mereka tidak dilibatkan atau bagaimana,” katanya kepada HMS, 16 Juli 2021.
Bendahara APBMI, Johan, menegaskan, diterbitkannya Perka itu tanpa melibatkan atau meminta persetujuan dari asosiasi mau pun pengusaha. Tidak ada yang tahu kalau peraturan itu telah disahkan tahun 2019 lalu. Karena selama ini di lapangan mereka katanya juga masih memakai tarif lama dari Perka Nomor 11 Tahun 2018. Dengan kata lain, Perka Nomor 14 Tahun 2019 itu tidak diberlakukan selama dua tahun sejak ia disahkan.
“Kami sudah jelas menolak terbitnya tarif baru itu sejak tahun 2018. Kami selama ini juga tidak tahu kalau Perka Nomor 14 Tahun 2019 sudah disahkan. Kami tidak tahu apa rencana mereka, yang jelas kita bisa
lihat dari keluhan kami melalui Aliansi Kebangkitan Industri Maritim Batam, itu saja yang masih kami bahas sama mereka [BP Batam] soal Perka 11 Tahun 2018,” kata Johan kepada HMS. (baca: Senja Kala
Industri Maritim Batam).
Sesuai surat rekomendasi persetujuan yang dikirimkan oleh Nelson Idris, Johan mengatakan, kalau tarif yang disepakati bersama ialah untuk turun, bukannya naik. Ia menduga, pejabat lama sendiri sudah tahu bahwa Perka Tahun 2019 itu bermasalah karena tarifnya tidak sesuai rekomendasi asosiasi, dan hal itulah yang membuat tarif baru tersebut tidak diberlakukan.
“Lihat dan baca kembali surat persetujuan dari APBMI, kan itu asosiasi minta turun. Jadi percuma kita setuju bersama, tetapi BP Batam semena-mena menaikkan tarif,” katanya.
Ada beberapa hal yang menjadi catatan oleh pihaknya. Pertama itu soal tarif yang tidak sesuai dengan rekomendasi asosiasi; tarif dalam negeri dan luar negeri di Perka Nomor 14 Tahun 2019 nilainya sama; apa yang menjadi alasan Perka tahun 2019 itu baru diberlakukan tahun 2021; kemudian apakah pimpinan BP Batam sebetulnya sudah tahu kalau aturan baru itu bermasalah.
“Kenapa tarif dari Perka tahun 2019 baru diberlakukan tahun 2021? Apa Perka itu bermasalah atau jangan-jangan Perka tersebut tidak sah, karena tarifnya tidak sesuai kesepakatan,” kata Johan yang juga menjabat sebagai Bendahara Aliansi Kebangkitan Industri Maritim Batam ini.